PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN CINA
Lailatu Rohmah, M.S.I[1]
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
memiliki peranan yang sangat strategis dalam membangun suatu masyarakat
bangsa. Melalui pendidikan suatu bangsa dapat mengembangkan
masyarakatnya menjadi masyarakat dan bangsa yang maju. Karena melalui
pendidikan akan dapat dikembangkan sumber daya manusia yang berkualitas
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang ingin
dikembangkanya. Hal ini terlihat dari berbagai kenyataan, bahwa suatu
masyarakat dan bangsa maju pasti memiliki suatu sistem pendidikan yang
baik.
Cina
misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, berhasil membuat prestasi yang
sangat mengagumkan, yaitu merubah kondisi sosial ekonomi masyarakatnya,
yang tadinya hanya sebagai negara berkembang, yang hanya mampu
menyediakan kebutuhan dasar masyarakatnya, kemudian berubah dan masuk ke
tahap awal menjadi masyarakat yang makmur. Perubahan yang dialami Cina
merupakan perubahan yang sangat berarti. Perkembangan ekonomi dan
kemajuan yang dialami Cina sangat dikagumi dunia dan dihormati oleh
banyak kalangan.
Sebuah
ungkapan yang menggambarkan kekuatan Cina adalah sebagaimana yang
diungkapkan oleh Napoleon Bonaparte: biarkan Cina terlelap, sebab jika
Cina terbangun, dia akan mengguncang dunia lagi.[2] Pernyataan Napoleon tersebut dapat kita tafsir paling tidak menjadi dua pengertian. Pertama,
ada ketakutan yang mendalam dari bangsa Eropa terhadap eksistensi Cina.
Karena, Cina dipandang sebagai bangsa yang memiliki potensi besar untuk
dapat bersaing dan bisa jadi dapat mengungguli kejayaan Eropa sekarang
ini. Kedua, pernyataan ini seakan memberi penanda bahwa Cina pernah menjadi bangsa yang besar dan digdaya.
Pengakuan
dan kekhawatiran para tokoh dunia akan kekuatan Cina tidak hanya
disampaikan oleh Napoleon Bonaparte, namun Bill Bonner pakar Amerika
Serikat yang mengkhawatirkan kondisi bangsanya di masa depan juga
menyatakan kekhawatirannya: “Bisa dibayangkan dalam waktu 20 atau 30
tahun ke depan, mungkin akan banyak orang Amerika yang mencari pekerjaan
sebagai baby sitter di Cina.”[3]
Hal ini terkait dengan pendidikan karakter yang diajarkan di Cina.
Apabila Cina bisa berhasil mendidik 1,3 miliar manusianya menjadi
manusia yang berkarakter (rajin, jujur, peduli, dan sebagainya), maka
jumlah penduduk sebesar itu akan menjadi kekuatan yang amat dahsyat bagi
kemajuan Cina.
Begitu
besarnya kekhawatiran Eropa akan kekuatan bangsa Cina, hal inilah yang
menarik perhatian penulis untuk membahas sistem pendidikan, kebudayaan,
dan nilai-nilai dasar yang dipegang teguh oleh orang-orang Cina,
sehingga membawa kemajuan yang amat pesat pada bangsanya.
II. Pembahasan
A. Sekilas Tentang Cina
Republik
Rakyat Cina juga disebut Republik Rakyat Tiongkok/ RRT adalah sebuah
negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh wilayah kebudayaan,
sejarah, dan geografis yang dikenal sebagai Cina. Sejak didirikan pada
1949, RRC telah dipimpin oleh Partai Komunis Cina (PKC). Sekalipun
seringkali dilihat sebagai negara komunis, kebanyakan ekonomi republik
ini telah diswastakan sejak tiga dasawarsa yang lalu. Walau
bagaimanapun, pemerintah masih mengawasi ekonominya secara politik
terutama dengan perusahaan-perusahaan milik pemerintah dan sektor
perbankan. Secara politik, ia masih tetap menjadi pemerintahan satu
partai.
RRC
adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan populasi
melebihi 1,3 milyar jiwa, yang mayoritas merupakan bersuku bangsa Han.
RRC juga adalah negara terbesar di Asia Timur, dan ketiga terluas di
dunia, setelah Rusia dan Kanada. RRC berbatasan dengan 14 negara:
Afganistan, Bhutan, Myanmar, India, Kazakhstan, Kirgizia, Korea Utara,
Laos, Mongolia, Nepal, Pakistan, Rusia, Tajikistan dan Vietnam. Kepala
negaranya dipimpin oleh seorang presiden.
Letak geografis Cina secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Sebelah utara: Mongolia, Rusia, dan Kazakhtan.
2. Sebelah barat: Pakistan, Kirgnistan, dan Tadzikistan.
3. Barat daya: India, Bhutan, dan Nepal.
4. Selatan : Asia Tenggara.
5. Timur : Korea dan Jepang. [4]
Menurut
para sejarawan, sejarah kebudayaan Cina adalah salah satu sejarah
kebudayaan tertua di dunia. Dari penemuan arkeologi dan antropologi,
daerah Cina telah didiami oleh manusia purba sejak 1,7 juta tahun yang
lalu. Penemuan ini cukup membuktikan betapa bangsa Cina telah mengalami
proses kehidupan yang teramat panjang di alam dunia ini. Sebagai
kebudayaan tertua di dunia, Cina memiliki perbedaan yang unik jika
dibandingkan dengan kebudayaan dan peradaban dunia lain seperti Mesir
dan Babilonia. Hal ini disebabkan sejarah kebudayaan Cina tidak pernah
terputus selama hampir 5.000 tahun lamanya.[5]
Pergantian
pemerintahan dari dinasti ke dinasti tidak mengakibatkan kebudayaan dan
peradaban Cina mengalami kehancuran dan pergeseran yang teramat besar.
Bahkan, hingga kini, peradaban bangsa Cina masih terus eksis dan
bertahan, bahkan menjadi perhatian banyak orang, baik dari kalangan
ilmuan, pengamat, arkeolog, sosiolog maupun kalangan lain. Menurut
keterangan, orang seperti Ibnu Batutah dan Marco Polo di masanya sangat
menaruh minat yang mendalam terhadap kebudayaan Cina.
Melalui
jasa kedua orang inilah, konon, dunia mengetahui kebesaran dan
kemegahan kebudayaan bangsa Cina dalam segala bidang. Nabi Muhammad pun
dalam satu riwayatnya pernah menyeru umat manusia untuk belajar ke
negeri Cina. Menzies dalam bukunya 1434 memberi kesimpulan yang
cukup mencengangkan bahwa kemajuan materi peradaban dunia saat ini,
terutama dunia Eropa, sesungguhnya mendapat sumbangsih yang cukup besar
dari hasil teknologi peradaban Cina.
Kesimpulan
Menzies ini sebetulnya ingin meluruskan pandangan yang mengatakan bahwa
renaisans dilukiskan sebagai masa kelahiran kembali peradaban Eropa
Klasik Yunani dan Romawi. Bagi Menzies justru percikan penularan
pengetahuan intelektual Cina merupakan bukti yang tak dapat dipungkiri
sebagai percikan api yang mengobarkan renaisans di Eropa hingga kini.
Dalam buku setebal 430 halaman ini, Menzies memberikan banyak bukti
tentang pengaruh Cina dalam kebangkitan kebudayaan Eropa sekarang ini.[6]
Budaya
dan nilai dasar orang Cina telah mendarah daging dalam setiap tubuh
mereka. Hebatnya lagi, di mana pun mereka tinggal maka mereka akan terus
mempercayai dan meyakini budaya leluhur. Orang Cina begitu teguh
memegang budaya mereka walaupun mereka tidak lahir atau dibesarkan di
tanah Cina. Cina adalah negara yang bangga dengan negaranya karena
kebudayannya adalah salah satu kebudayaan tertua di dunia yang hampir
setara dengan Mesopotamia dan Mesir. Tak heran jika kebudayaan itu
benar-benar menempel di sanubari mereka.[7]
Kini
kita bisa melihat sejumlah orang Cina yang sukses dalam kariernya.
Mereka pun memegang kendali perekonomian dunia. Pengusaha Cina banyak
yang sukses karena budaya dan nilai-nilai dasar yang dianut oleh mereka.
Budaya dan nilai-nilai dasar Cina itu tidak terlepas pada guru-guru
mereka di masa lampau, seperti Confucius (Kong Hu Cu), Lao Tzu (pendiri
Tao), dan Sun Tzu (strategi perang).[8]
1. Confucius (Kong Hu Cu)
Ajaran
Konfusianisme atau Kong Hu Cu adalah aliran filsafat yang dikembangkan
oleh Konfusius (Kong Zi). Beliau adalah seorang filsuf dari negara Lu.
Prihatin dengan keadaan negerinya, ia berkelana untuk menyebarkan
ajarannya yang berkisar pada masalah moral. Ada beberapa ajaran besar
dari Konfusius antara lain:
a. Sangat mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi secara baik.
b. Penganutnya diajarkan untuk tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini.
c. Ajarannya merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajarkan bagaimana manusia bertingkah laku.[9]
d. Bahwa
semua manusia itu pada dasarnya baik. Meng Zi menyatakan bahwa semua
manusia itu pada dasarnya baik. Untuk itu, yang diperlukan adalah
kesadaran moral untuk membuat manusia menyadari kesalahannya. Hukum yang
ketat tidak diperlukan apabila semua manusia sudah memiliki kesadaran
moral yang baik.[10]
Konfusianisme
merupakan kunci relasi-relasi dalam keluarga: ayah-anak, suami-istri,
adik-kakak (sistem tiga generasi) dan sistem lima generasi (ayah-anak,
suami-istri, adik-kakak, kakek-cucu lelaki, dan paman-kemenakan lelaki).
Bagi Konfusius, relasi ayah-anak, suami-istri, dan adik-kakak, juga
seharusnya menjadi sifat dalam relasi yang dibangun oleh aparat
pemerintah (kaisar-menteri, menteri-rakyat, kaisar-rakyat).[11]
2. Lao Tzu (Pendiri Tao)
Taoisme
merupakan ajaran Laozi yang berasaskan Daode Jing. Pengikut Laozi yang
terkenal adalah Zhuangzi yang merupakan tokoh penulis kitab yang
berjudul Zhuangzi. Laozi (570-470 SM) dilahirkan di Provinsi Ku, Chuguo,
sekarang dikenal sebagai Provinsi Henan.[12]
Taosime
berasal dari istilah “Dao” yang berarti “tidak berbentuk”, “tidak
terlihat”, tetapi merupakan jalan atau cara munculnya semua benda hidup
dan alam semesta. Dao mewujud dalam semua benda hidup dan kebendaan
adalah De. Gabungan Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme sehingga
menjadi dasar ilmiah. Taoisme bersifat tenang, lembut seperti air, dan
abadi. Manusia akan abadi jika sudah mencapai kesadaran Dao dan akan menjadi dewa. Para penganut Taoisme mempraktekkan Dao untuk mencapai kesadaran Dao dan mendewakannya. [13]
Taoisme juga mengenalkan teori Yin-Yang, dalam Daode Jing Bab 42: “Dao melahirkan sesuatu, yang dilahirkan itu melahirkan. Yin dan Yang.
Yin dan Yang saling bertindak sehingga menghasilkan tenaga atau kuasa.
Dengan tenaga ini maka lahirlah jutaan benda di dunia. Setiap benda di
alam semesta mengandung Yin-Yang yang saling bertindak untuk mencapai
keseimbangan. Yin dan Yang diterjemahkan menjadi negatif dan positif. Setiap
benda adalah dualism, positif mensyaratkan adanya negatif; tidak
negatif dan tidak positif jadinya kosong, tidak ada apa-apa.[14]
3. Sun Tzu
Sun
Tzu merupakan tokoh yang terkenal dengan keahliannya dalam berperang
dan berdagang. Dia dilahirkan pada tahun 535 SM di kota Tung-an di
Semenangjung Shantung. Sejak kecil ia diharapkan untuk mengikuti jejak
ayahnya, Jenderal T’ien Shu, dan dididik ketatanegaraan, taktik, dan
strategi perang, teknik-teknik persekongkolan serta kegiatan mata-mata.
Di penghujung kariernya, dia menuangkan semua pengetahuan tentang
berperang yang diperolehnya dari ayahnya maupun pengalaman sendiri dalam
jurnal yang diberi nama Pin Fa (Seni Berperang).[15]
Sikap
orang Cina yang mementingkan pendidikan di dalam kehidupannya tela
melahirkan sebuah filosofis orang Cina mengenai pendidikan dan
pendidikan ini telah lama menjaga kekuasaan Cina berapa lama, sampai
pada masuknya bangsa asing ke Cina yang akan merubah wajah sistem
pendidikan kuno di Cina.
Tradisi
pemikiran falsafah di Cina bermula sekitar abad ke-6 SM pada masa
pemerintahan Dinasti Chou di Utara. Kon Fu Tze, Lao Tze, Meng Tze dan
Chuang Tze dianggap sebagai peletak dasar dan pengasas falsafah Cina.
Pemikiran mereka sangat berpengaruh dan membentuk ciri-ciri khusus yang
membedakannya dari falsafah India dan Yunani.[16]
Dalam
upaya melihat bahwa teori dan kehidupan praktis tidak dapat dipisahkan,
kita perlu melihat bagaimana orang Cina memahami hubungan antara teori
dan praktek dalam suatu pemikiran yang bersifat falsafah. Kita juga
perlu mengetahui bagaimana teori dihubungkan dengan kehidupan nyata. Ada
dua perkara yang harus dikaji dan ditelusuri secara mendalam: Pertama,
konsep umum tentang ‘kebenaran’ dalam falsafah Cina; kedua, kemanusiaan
yang dilaksanakan dalam kehidupan nyata dan kemanusiaan yang diajarkan
para filosof Cina dalam sistem falsafah mereka. Secara umum pula
pemahaman terhadap dua perkara tersebut ditafsirkan dari Konfusianisme,
yaitu ajaran falsafah yang dikembangkan dari pemikiran Konfusius.
Konfusianisme sendiri berkembang menjadi banyak aliran, di antaranya
kemudian dikembangkan menjadi semacam agama, dengan kaedah dasar dari
ajaran etikanya yang dirujuk pada pandangan atau ajaran Konfusius.
Sebagai ajaran falsafah pula, Konfusianisme telah berperan sebagai
landasan falsafah pendidikan di Cina selama lebih kurang 2000 tahun
lamanya. Karena itu ia benar-benar diresapi oleh bangsa Cina secara
turun temurun selama ratusan generasi. Konfusisnismelah yang mengajarkan
bahwa antara teori dan praktek tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
individu atau masyarakat. Dalam Konfusianisme, seperti dalam banyak
falsafah Cina yang lain, pemikiran diarahkan sebagai pemecahan
masalah-masalah praktis . Karena itu falsafah Cina cenderung menolak
kemutalakan atau pandangan hitam putih secara berlebihan. Kebenaran
harus diuji dalam peristiwa-peristiwa aktual dalam panggung kehidupan,
dan baru setelah teruji ia dapat diakui sebagai kebenaran.
D. Sistem Pendidikan Cina
Sistem
pendidikan Cina bersifat terbuka. Guru diklasifikasikan berdasarkan
kualitas. Siswa bebas mengevaluasi kualitas guru secara objektif.
Manajemen pendidikan di Cina ialah sentralisasi, mulai dari level pusat,
propinsi, kotamadya, kabupaten dan termasuk derah otonomi setingkat
kotamadya. Pendidikan di Cina gratis selama 9 tahun pertama walaupun
murid tetap harus mengeluarkan uang untuk membeli buku-buku pelajaran.
Selepas tingkat Junior, orang tua harus membiayai sendiri pendidikan
anak-anaknya. Ini membuat banyak anak-anak pedesaan atau anak-anak tak
mampu untuk bersekolah.[17] Berikut dijelaskan secara singkat jenjang dan jenis-jenis pendidikan di Cina:
1. Pendidikan Dasar
Anak-anak
Cina memulai pendidikan formal pada usia 3 tahun dengan masuk pra
sekolah yang berlangsung selama 3 tahun. Dilanjutkan Sekolah Dasar pada
usia 6 tahun. Sekolah Dasar berlangsung selama 6 tahun dengan mata
pelajaran utama Bahasa Cina, Matematika, Sejarah, Geografi, Sains, dan
sebagainya. Selain itu ada juga pendidikan moral dan politik dasar.
Dukungan besar juga diberikan untuk pendidikan jasmani.
2. Pendidikan Menengah
Pendidikan
Menengah dibagi menjadi 2 bagian yaitu Pendidikan Menengah Akademis dan
Pendidikan Menengah Kejuruan/Khusus/Teknik. Sekolah Menengah Akademis
dibagi menjadi dua level, yaitu junior dan senior. Level junior dimulai
pada usia 12 tahun dan berlangsung selama 3 tahun. Untuk masuk ke
tingkat senior, mereka harus lulus tes yang akan menentukan apakah
mereka dapat lanjut ke tingkat senior atau mengikuti kelas kejuruan.
Level
senior dimulai pada usia 15 tahun berlangsung selama 2 atau 3 tahun. Di
Sekolah Menengah Senior, murid-murid memilih untuk mengikuti kelas
sains atau sosial. Lulusannya diarahkan untuk lulus Ujian Masuk
Perguruan Tinggi Nasional. Olahraga dan politik juga dimasukkan ke dalam
kurikulum.
Sekolah
kejuruan memiliki program antara 2 sampai 4 tahun dan memberikan
pelatihan keahlian di bidang pertanian, manajerial, ketenagakerjaan dan
teknik. Sekolah
teknik menawarkan program 4 tahun untuk melatih siswanya. Sekolah jenis
ini diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terlatih.
3. Pendidikan Khusus
Cina juga
memiliki sistem pendidikan khusus untuk anak-anak dengan kemampuan
khusus dan untuk anak-anak terbelakang. Anak-anak dengan kemampuan
khusus akan diperbolehkan untuk melompat kelas. Anak-anak dengan
kemampuan terbatas akan diarahkan untuk mencapai kemampuan standar
minimum.
4. Pendidikan Tinggi
Apapun
jenis pendidikan tingginya mereka harus lulus Ujian Masuk Perguruan
Tinggi Nasional yang berlangsung pada bulan Juli dan diadakan pemisahan
antara kelas sosial dan sains. Penempatan
jurusan ditentukan oleh hasil tes. Siswa yang mengikuti ujian mendaftar
untuk beberapa jurusan yang dipilih. Sistemnya serupa dengan SNMPTN di
Indonesia.
Pendidikan tinggi menawarkan program akademik dan kejuruan. Sebenarnya ada banyak universitas dan college di Cina tapi tingkatan dan kualitasnya sangat bervariasi. Beberapa universitas yang terkenal misalnya Beijing University dan Shanghai’s University. Umumnya siswa harus menjalankan 4-5 tahun untuk mendapatkan gelar sarjana. Untuk masuk tingkat master dan doktoral, mereka juga harus lulus ujian. Selain universitas ada college
yang menawarkan 2 atau 3 tahun dengan jenis pendidikan kejuruan yang
setara dengan diploma dan dapat meningkatkan gelarnya menjadi sarjana.
Selain dari sisi pendidikan, sukses kebangkitan ekonomi Cina mungkin juga tak lepas dari pengaruh semangat entrepreneurship warganya. Masrayakat Cina selalu aktif dalam kegiatan ekonomi. Menjadi
pegawai atau pekerja kantoran, sedapat mungkin mereka hindari. Berbeda
dengan kita yang sangat menghargai pekerjaan kantoran dan kebanyakan
menganggap entrepreneur adalah pekerjaan beresiko tinggi.
5. Pendidikan Karakter Cina
Dalam
program reformasi pendidikan yang diinginkan oleh Deng Xiaoping pada
tahun 1985, secara eksplisit diungkapkan tentang pentingnya pendidikan
karakter: Throughout the reform of the education system,it is imperative to bear in mind that reform is for the fundamental
purpose of turning every citizen into a man or woman of character and
cultivating more constructive members of society (Decisions of Reform
of the Education System, 1985). Karena itu program pendidikan karakter
telah menjadi kegiatan yang menonjol di Cina yang dijalankan sejak
jenjang pra-sekolah sampai universitas.
purpose of turning every citizen into a man or woman of character and
cultivating more constructive members of society (Decisions of Reform
of the Education System, 1985). Karena itu program pendidikan karakter
telah menjadi kegiatan yang menonjol di Cina yang dijalankan sejak
jenjang pra-sekolah sampai universitas.
Tentunya, pendidikan karakter adalah berbeda secara konsep dan
metodologi dengan pendidikan moral, seperti PPKN, budi pekerti, atau
bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan karakter adalah untuk
mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and
acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek
kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi
habit of the mind, heart, and hands.
metodologi dengan pendidikan moral, seperti PPKN, budi pekerti, atau
bahkan pendidikan agama di Indonesia. Pendidikan karakter adalah untuk
mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and
acting the good, yaitu proses pendidikan yang melibatkan aspek
kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi
habit of the mind, heart, and hands.
Sedangkan
pendidikan moral, misalnya PPKN dan pelajaran agama, adalah hanya
melibatkan aspek kognitif (hafalan), tanpa ada apresiasi (emosi), dan
praktik. Sehingga jangan heran kalau banyak manusia Indonesia yang hafal
isi Pancasila atau ayat-ayat kitab suci, tetapi tidak tahu bagaimana
membuang sampah yang benar, berlaku jujur, beretos kerja tinggi, dan
menjalin hubungan harmonis dengan sesama.
Pendidikan karakter memerlukan keterlibatan semua aspek dimensi
manusia, sehingga tidak cocok dengan sistem pendidikan yang terlalu
menekankan hafalan dan orientasi untuk lulus ujian (kognitif). Hampir
semua pemimpin di Cina, dari Jiang Zemin, Li Peng, Zhu Rongji sampai
Hu Jianto dan lainnya, sangat prihatin dengan sistem pendidikan yang
terlalu menekankan aspek kognitif saja, yang dianggap dapat "membunuh"
karakter anak, misalnya PR yang terlalu banyak, pelajaran yang terlalu
berat, orientasi hafalan dan drilling, yang semuanya dapat membebani
siswa secara fisik, mental, dan jiwa.
manusia, sehingga tidak cocok dengan sistem pendidikan yang terlalu
menekankan hafalan dan orientasi untuk lulus ujian (kognitif). Hampir
semua pemimpin di Cina, dari Jiang Zemin, Li Peng, Zhu Rongji sampai
Hu Jianto dan lainnya, sangat prihatin dengan sistem pendidikan yang
terlalu menekankan aspek kognitif saja, yang dianggap dapat "membunuh"
karakter anak, misalnya PR yang terlalu banyak, pelajaran yang terlalu
berat, orientasi hafalan dan drilling, yang semuanya dapat membebani
siswa secara fisik, mental, dan jiwa.
Bahkan pada tanggal 1 Februari, 2000, Presiden Jiang Zemin
mengumpulkan semua anggota Politburo khusus untuk membahas bagaimana mengurangi beban pelajaran siswa melalui adopsi sistem pendidikan yang patut secara umur dan menyenangkan, dan pengembangan seluruh aspek dimensi manusia; aspek kognitif (intelektual), karakter, aestetika, dan fisik (atletik).
mengumpulkan semua anggota Politburo khusus untuk membahas bagaimana mengurangi beban pelajaran siswa melalui adopsi sistem pendidikan yang patut secara umur dan menyenangkan, dan pengembangan seluruh aspek dimensi manusia; aspek kognitif (intelektual), karakter, aestetika, dan fisik (atletik).
Pendidikan
karakter di Cina sebenarnya juga didukung adanya norma dan etika yang
dimiliki orang-orang Cina yaitu: 1). Kesederhanaan, 2). Pekerja keras
dan Cerdas, 3). Fleksibel, 4). Tahan Banting, 5). Berani mengambil
resiko, dan lain-lain.
Untuk
mengembangkan pendidikan karakter tersebut, Li Lanqing melakukan
reformasi pada kurikulum, buku teks, dan sistem evaluasi dan testing.
Kurikulum sekolah dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki anak;
kurikulum diarahkan untuk memfasilitasi semua potensi yang dimiliki
anak agar berkembang secara optimal, melaksanakan pembelajaran yang
berorientasi pada siswa melalui diskusi, mendorong pada pengembangan
berfikir inovatif, dan pembelajaran yang berkualitas.[18]
III. KESIMPULAN
Selama
ini, Cina dikenal dengan kemajuannya di bidang ekonomi, kebudayaan, dan
pendidikan. Dalam bidang ekonomi, Cina banyak menguasai berbagai macam
bisnis, misalnya di Indonesia, banyak kita temui orang-orang Cina yang
sukses dalam bisnis, karena dalam budaya Cina, mereka lebih menyukai
menjadi pembisnis daripada pagawai. Di bidang kebudayaan dan Filsafat,
Cina dikenal dengan peninggalan-peninggalan kebudayaan dan aliran-aliran
filsafat, seperti Konfusius, Taoisme, Tembok Cina, dan lain-lain. Di
bidang pendidikan, Cina mengambil kebijakan reformasi pendidikan, salah
satunya pendidikan karakter.
DAFTAR PUSTAKA
Andreas Lee Tan, Rahasia Keakayaan Orang-Orang Cina (Yogayakarta: Arti Bumi Lintara, 2008)
http://www.dinamikaebooks.com/buku/detail/1209/1434-saat-armada-besar-Cina-berlayar-ke-italia-dan-mengobarkan-renaisans.html. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
http://www.semipalar.net/artikel/art_index.html. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
http://ideguru.files.wordpress.com/2010/05/images1.jpeg. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
http://id.wordpress.com/tag/cina/. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
http://prisonerofconnection.blogspot.com/2008/12/sistem-pendidikan-di-Cina.html. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
http://ideguru.wordpress.com/2010/05/19/potret-pola-pendidikan-di-china/. Diunduh pada tanggal 11 Agustus 2010.
[1] Penulis adalah Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
[2] http://www.dinamikaebooks.com/buku/detail/1209/1434-saat-armada-besar-Cina-berlayar-ke-italia-dan-mengobarkan-renaisans.html. Diunduh pada pada tanggal 16 Juni 2010.
[3] http://www.semipalar.net/artikel/art_index.html. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
[3] http://www.semipalar.net/artikel/art_index.html. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
[4] http://ideguru.files.wordpress.com/2010/05/images1.jpeg. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
[5] http://ideguru.files.wordpress.com/2010/05/images1.jpeg. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
[6] http://www.dinamikaebooks.com/buku/detail/1209/1434-saat-armada-besar-Cina-berlayar-ke-italia-dan-mengobarkan-renaisans.html. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
[7] Andreas Lee Tan, Rahasia Keakayaan Orang-Orang Cina (Yogayakarta: Arti Bumi Lintara, 2008), hlm. 16.
[8] Ibid., hlm. 16.
[9] Ibid., hlm. 20
[10] http://id.wordpress.com/tag/cina/. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
[11] Andreas, Rahasia…, hlm. 24.
[12]Ibid, hal. 25-26
[13] Ibid, hal. 29
[14] Ibid, hal. 29-30
[15] Ibid, hal 36-37.
[16] http://ideguru.wordpress.com/2010/05/19/potret-pola-pendidikan-di-china/. Diunduh pada tanggal 11 Agustus 2010.
[9] Ibid., hlm. 20
[10] http://id.wordpress.com/tag/cina/. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
[11] Andreas, Rahasia…, hlm. 24.
[12]Ibid, hal. 25-26
[13] Ibid, hal. 29
[14] Ibid, hal. 29-30
[15] Ibid, hal 36-37.
[16] http://ideguru.wordpress.com/2010/05/19/potret-pola-pendidikan-di-china/. Diunduh pada tanggal 11 Agustus 2010.
[17] http://prisonerofconnection.blogspot.com/2008/12/sistem-pendidikan-di-Cina.html. Diunduh pada tanggal 16 Juni 2010.
[18] http://ideguru.wordpress.com/2010/05/19/potret-pola-pendidikan-di-china/. Diunduh pada tanggal 11 Agustus 2010.