PEMBAHASAN
Masalah besar umat hari ini
memasuki era globalisasi terjadinya interaksi
dan ekspansi kebudayaan secara
meluas melalui media massa yang di tandai dengan semakin berkembangnya pengaruh
budaya pengagungan materia secara berlebihan (materialistik), pemisahan
kehidupan duniawi dari supremasi agama (sekularistik), dan pemujaan kesenangan
indera mengejar kenikmatan badani (hedonistik). Gejala ini merupakan
penyimpangan jauh dari budaya luhur turun temurun serta merta telah memunculkan
berbagai bentuk Kriminalitas, Sadisme, Krisis moral secara meluas.
Dunia pendidikan akhir-akhir
ini digoncangkan oleh fenomena kurang menggembirakan terlihat dari banyaknya
terjadi tawuran pelajar, pergaulan a-susila dikalangan pelajar dan mahasiswa,
kecabulan pornografi tak terbendung, sebagian cendekiawan berminat tinggi
terhadap kehidupan non-science asyik
mencari kekuatan gaib belajar sihir, mencari jawaban dari paranormal menguasai
kekuatan jin, bertapa ketempat angker menyelami black-magic dan mempercayai
mistik. Diperparah oleh limbah budaya barat berbentuk kebudayaan inderawi (sensate-culture) yang selalu
bertalian dengan hedonistik dengan orientasi hiburan selera rendah dan
gaya hidup rakus, boros, cinta mode, pergaulan bebas sex ittiba’
syahawat (runtutan hobi nafsu syahawat).
Prilaku sedemikian banyak
melahirkan split personalities, pribadi yang terbelah “too much science too
little faith”, lebih banyak ilmu dengan tipisnya kepercayaan keyakinan
agama, berkembangnya paham nihilisme budaya senang lenang (culture
contenment).
Kalangan remaja dijangkiti
kebiasaan bolos sekolah, minuman keras, kecanduan ectasy (XTC), budak kokain
dan morfin, kesukaan judi dalam budaya popular kekota (urban popular culture), gaya
hidup global, world-wide sing (Michael Jackson dll), dan sejenisnya. Pada hakekatnya semua
prilaku a-moral (tidak bermoral) tersebut lahir karena lepas kendali dari
nilai-nilai agama dan menyimpang jauh terbawa arus deras keluar dari alur
budaya luhur bangsa. Kondisi seperti itu telah memberikan penilaian buruk
terhadap dunia pendidikan pada umumnya.
Remaja akan menjadi aktor
utama dalam pentas kesejagatan, karena itu generasi muda (remaja) harus dibina
dengan budaya yang kuat berintikan nilai-nilai dinamik (bebas bergerak)
yang relevan dengan realiti kemajuan di era globalisasi. Budaya adalah wahana
kebangkitan bangsa. Maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan
budayanya. Keutuhan budaya bertumpu kepada individu dan himpunan institusi
masyarakat yang memiliki kapasitas berkemampuan dalam mempersatukan seluruh potensi
yang ada.
Perkembangan kedepan banyak
ditentukan oleh peranan remaja sebagai generasi penerus dan pewaris dengan
kepemilikan ruang interaksi yang jelas menjadi agen sosialisasi guna
menggerakkan kelanjutan survival kehidupan kedepan. Kecemasan atas
penyimpangan prilaku kemunduran moral dan akhlak, kehilangan kendali para
remaja, sepatutnya menjadi kerisauan semua pihak. Ketahanan bangsa akan lenyap
dengan lemahnya remaja. Saya tidak senang menggeneralisasi kenakalan remaja
terjerumus kedalam lembah dekadensi (kemunduran) moral dan kenakalan remaja.
Analisa realitas objektif (kenyataan yang sebenarnya) menunjukkan bahwa tidak
seluruhnya remaja rusak. Dengan berpikiran positif tidak pula harus ditunggu
setelah semua remaja terpuruk kedalam lumpur a-moral barulah upaya perbaikannya
dilaksanakan dengan intensif (sungguh-sungguh).
Kenakalan remaja lebih
banyak disebabkan rusaknya sistim, pola dan politik pendidikan. Kerusakan
diperparah oleh hilangnya tokoh panutan, berkembangnya kejahatan orang tua, luputnya
tanggung jawab institusi lingkungan masyarakat, impotensi dikalangan pemangku
adat, hilangnya wibawa ulama, bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi
lembaga bisnis, dan profesi guru dilecehkan.
Aqidah umat memang sudah
bertauhid namun akhlaknya tidak mencerminkan akhlak Islami, ekonominya
bersistim Yahudi, muamalahnya tidak sesuai dengan muamalah yang diajarkan
Islam, politiknya, budayanya hedonistik, materialistik dan sekularistik.
Mengatasi penyakit kronis umat perlu gerakan jihad.
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sungguh-sungguh.
Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan. (QS.
Al-Hajj : 78)
Proses pembinaan umat dengan
mengukuhkan kecintaan kepada negeri, memperkaya potensi percaya diri dan
menjauhkan isolasi (pengasingan) diri, dan memupuk kemandirian sesuai bimbingan
agama, amar makruf nahi munkar.
Generasi kedepan wajib
digiring menjadi taat hukum dimulai dari lembaga keluarga dan rumah tangga
dengan memperkokoh peran orang tua dan unsur masyarakat secara efektif dalam
menularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur dan aqidah shahih
kepada generasi pelanjut bertumpu kepada cita rasa patah tumbuh hilang
berganti. Apabila sains dipisah dari aqidah
syariah dan akhlaq akan melahirkan saintis tak bermoral agama,
akibatnya ilmu banyak dengan sedikit kepedulian.
Menanamkan kesadaran
tanggung jawab terhadap hak dan kewajiban asasi individu secara amanah,
penyayang dan adil dalam memelihara hubungan harmonis dengan alam, memperkaya
warisan budaya dengan setia mengikuti dan mempertahankan, istiqamah pada agama
yang dianaut, teguh politik, kukuh ekonomi, melazimkan musyawarah dengan
disiplin dan bijak memilih prioritas pada yang hak sebagai nilai puncak budaya
Islam yang benar. Sesuatu akan selalu indah selama benar. Ketahanan umat
bangsa terletak pada kekuatan ruhaniyah keyakinan agama dengan iman taqwa dan
siasah kebudayaan. Bila penduduk negeri beriman dan bertaqwa dibukakan untuk
mereka keberkatan langit dan bumi.
Lembaga-lembaga (institusi)
di tuntut adil, demokratis, persamaan dan usaha ilmiah sistematis yang mampu
merumuskan epistemologi (teori
pengetahuan) dan aksiologi (nilai-nilai etika) dengan memberikan
penekanan kepada :
1)
Rumusan
ulang arah acuan orientasi pengembangan pendidikan agama. Fenomena dimasa Orde
Baru pengembangan pendidikan terlihat arahnya ke barat, kebebasan, dan akibat
terasa mengikis karakteristik asli pendidikan agama yaitu akhlak.
2)
Revitalisasi
pendidikan agama, diajarkan oleh seluruh komponen masyarakat, muatan
pendididkan agama terlihat pada seluruh mata pelajaran memaparkan apa adanya
dan membimbing kepada yang seharusnya berdasarkan paradigma tauhid membentuk
suatu iklim pendidikan agama terasa pada seluruh lembaga sekolah, masyarakat,
rumah tangga.
3)
Kewajiban
perguruan tinggi memikul beban moral intelektual sebagai bangsa berkomunitas
muslim terbesar.
4)
Buku dasar
pegangan mesti memiliki kesamaan visi dan misi mengacu kepada platform yang
sama.
5)
Tujuan
pendidikan yang akan dikembangkan adalah pendidikan akhlak, budi pekerti.
Akhlak merupakan jiwa pendidikan, inti ajaran agama dan buah dari keimanan.
Maka akhlak karimah (budi pekerti sempurna) adalah tujuan sesungguhnya dari
proses pendidikan, dan menjadi wadah diri dalam menerima ilmu-ilmu lainnya. Ilmu
yang benar membimbing umat kearah amal karya, kreasi, inovasi, motivasi yang
shaleh (baik).
Remaja masa depan (era
globalisasi) yang diminta lahir dengan budaya luhur yang berpaksikan tauhidik,
kreatif dan dinamik, memiliki ilmu berasaskan epistemologi Islam yang jelas,
tasawuf yang integratik dan ummatik sifatnya (bermanfaat untuk semua, terbuka
dan jelas).
Pendidikan moral generasi
berpaksikan tauhid, akhlak, penghormatan terhadap orang tua, mengenal kehidupan
duniawi yang bertaraf perbedaan, adab percakapan ditengah pergaulan, keteguhan
memilih dan mengamalkan nilai-nilai amar makruf nahi munkar, yang akan menjadi
kekuatan moral. Kuatnya iman dan teraturnya ibadah generasi muda menjadi awal
langkah menuju ketahanan bangsa. Hendaknya generasi kedepan tidak menjadi generasi umat yahudi masa lalu
yang selalu mengangap ajaran Rasul itu salah bahkan memperolok-olokkan agama.
Model yang dikembangkan
pemurnian wawasan fikir, kekuatan zikir, ketajaman visi, perubahan
melalui ishlah dengan mengembangkan keteladanan uswah hasanah, sabar benar
kasih sayang melalui pengamalan warisan spiritual religi.
Upaya ini memerlukan
keserasian pergaulan bijak memilih ungkapan baik, tepat dalam memberi idea
informasi, yang teramat penting bersatunya hati dan hati dengan keimanan dan
taqwa.
”Dan yang mempersatukan
hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua
kekayaan yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati
mereka. Akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka (dengan iman dan
taqwa). Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS. Al- Anfal : 63)