PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Jika
anda diminta menjelaskan kepribadian anda pada orang lain, apa yang akan anda
katakan? Apa sebenarnya kepribadian? Kita biasanya mengembangkan diri pada
beberapa aspek yang kita anggap sebagai kepribadian, entah apakah orang lain
pasti menghargai pribadi-pribadi luhur kita atau tidak. Namun, apakah kita
yakin dengan apa yang kita bicarakan?
Maka
dalam makalah ini, kami akan membahas apa itu kepribadian? Bagaimana tipe-tipe
kepribadian? Bagaimana kepribadian dalam Islam? Apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan kepribadian?.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang masalah di atas
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
kepribadian menurut psikologi, dan dalam pandangan islam?
2.
Bagaimana
tipe-tipe kepribadian dalam ilmu psikologi?
3.
Bagaimana
kepribadian ganda atau Alter Ego?
4.
Bagaimana
faktor pembentukan kepribadian?
5.
Bagaimana
hadits-hadits menjelaskan mengenai kepribadian?
6.
Bagaimana
kependirian dalam kepribadian?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Mengetahui
serta memahami bagaimana kepribadian menurut ilmu psikologi dan kepribadian
menurut islam terutama hadits-hadits yang berkaitan.
2.
Memberikan
pandangan luas agar dapat menentukan kepribadian kita.
3.
Memberikan
solusi ketika kita menemukan kepribadian yang kurang baik.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Kepribadian
Kepribadian
berasal dari kata personality (Bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona
(bahasa Latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering
dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan
perilaku, watak, atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan karena terdapat
ciri-ciri yang khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti
kepribadian yang baik, ataupun yang kurang baik.[1]
Menurut
Gordon Allport, kepribadian adalah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis
dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap
lingkungannya.[2]
Carl
Gustav Jung mengatakan, bahwa kepribadian merupakan wujud pernyataan kejiwaan
yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya.[3]
Dalam psikologi Islam kepribadian
adalah integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah
laku.[4]
Kepribadian ini memiliki substansi tiga daya, yaitu (1) qalbu (fitrah ilahiyah)
sebagai aspek supra kesadaran manusia yang memiliki daya emosi (rasa); (2) akal
(fitrah insaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang memiliki daya kognisi
(cipta); (3) nafsu (fitrah hayawaniyah) sebagai aspek pra atau bawah kesadaran
manusia yang memiliki daya konasi (karsa).
2.
Tipe-tipe Kepribadian
Ada empat
kepribadian yang terdapat di dalam diri manusia:
1)
Sanguin
dijuluki si “Populer” karena pandai persuasif dan ingin terkernal
Orang
sanguin adalah orang yang pintar membuat kesan. Mereka biasanya mempunyai
banyak sekali kawan dan mengenal banyak orang penting. Mereka sangat menyukai
kehidupan sosial di mana mereka bisa bertemu dengan orang lain dan terlibat
dalam pembicaraan. Orang sanguin juga mempunyai rasa humor yang tinggi. Hal ini
membuat mereka disukai oleh setiap orang yang mereka ajak bicara. Ditambah lagi
dengan antusiasme dan sikap yang ekspresif, mereka selalu menjadi bintang dalam
setiap pertemuan.
2) Koleris
dijuluki si “Kuat” karena sering dominan dan kompetitif
Orang
koleris dikenal sebagai orang yang keras, tegas, dan sangat menuntut. Selain
memiliki energi yang besar untuk melakukan hal-hal yang sulit, mereka juga
memiliki dorongan dan keyakinan yang kuat akan kemampuan diri mereka. Mereka
pantang menyerah. Tidak ada yang namanya “kegagalan” dalam kamus mereka. Bila
mereka gagal, mereka akan terus mencoba dan mencoba lagi. Dan siapun yang
mencoba menghalangi niatnya untuk mencapai tujuan akan dianggap sebagai musuhnya.
3)
Melankolis
dijuliki si “Sempurna” karena perfeksionis dan serba teratur
Orang
melankolis adalah orang yang serius dan tertutup, namun cerdas dan sangat
kritis dalam berpikir. Mereka dapat mengerjakan suatu hal dengan jauh lebih
tekun dibandingkan tipe kepribadian yang lainnya. Mereka memahami sesuatu
setahap demi setahap, dan mereka menjalani sebagian besar hidupnya dengan
sangat serius.
4) Plegmatis
dijuluki si “Cinta Damai” karena kesetiaannya dan menghindari konflik
Orang
plegmatis adalah tipe orang yang paling menyenangkan untuk dijadikan kawan.
Berlawanan dengan orang koleris yang keras dan sangat menuntut, orang
phlegmatis adalah orang yang manis, tidak mendesak, dan tidak suka memerintah.
Orang
plegmatis tidak suka dengan konflik dan pertentangan. Mereka lebih senang
memberikan dukungan dan melayani serta setuju dengan pendapat orang lain. Dalam
setiap pertengkaran atau perbedaan pendapat, orang plegmatis adalah penengah
yang baik, karena mereka tidak mudah tersinggung.[5]
3.
Kepribadian Ganda (Alter Ego)
Pemecahan
kepribadian atau sering juga disebut kepribadian ganda, atau juga lebih
terkenal dengan nama alter ego. Merupakan suatu keadaan dimana muncul
kepribadian individu yang terpecah sehingga muncul kepribadian yang lain. Kepribadian itu biasanya
merupakan ekspresi dari kepribadian utama yang muncul karena pribadi utama tidak dapat mewujudkan hal yang ngin
dilakukannya.[6]
Dalam
bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa ada satu orang yang memiiki
pribadi lebih dari satu atau memiliki dua pribadi sekaligus. Kadang penderita
tidak tahu bahwa ia memiliki kepribadian ganda, dua pribadi yang ada dalam satu
tubuh ini juga saling mengenal dan lebih parah lagi kadang-kadang dua pribadi
ini saling bertolak belakang.
Akan
tetapi, ada kasus penyembuhan dimana dua pribadi atau lebih yang ada dalam
tubuh ini saling mengenal, dan mereka melakukan sinkronasi atau menyelaraskan
pola pikir, sifat, dan tujuan mereka sehingga mereka mampu membagi segalanya
yang ada dalam hidup mereka dengan perjanjian atau syarat tertentu yang mereka
buat sendiri. Dengan begitu mereka mampu menjalani kehidupan normal bahkan bisa
mengendalikan pengambilan alih badan
atas keinginan mereka sendiri. Penderita yang sudah melakukan sinkronasi dengan
dirinya yang satu lagi akan terlihat seperti orang normal selayaknya.
4.
Faktor Pembentukan Kepribadian
§ Warisan biologis (keturunan)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
IQ tingkat kecerdasaan anak lebih mirip dengan IQ orang tua kandungnya
dibandingkan orangtua angkatnya. Hal ini berhubungan dengan faktor keturunan.
Warisan biologis juga berhubungan dengan orang tuanya, seperti golongan darah,
jenis penyakit ternetu, alergi, jantung koroner, asma, dsb.
- Lingkungan fisik (geografis)
Orang yang hidup didaerah pegunungan
yang mengembangkan pertanian akan berbeda keperibadiannya dengan orang yang
hidup di tepi pantai sebagai nelayan. Demikian pula orang yang hidup di daerah
panas dan miskin cenderung berbeda kepribadiannya dengan orang yang tinggal
didaerah subur dan kaya.
§ Kebudayaan
Setiap kebudayaan menyediakan
seperangkat norma yang berbeda dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang
lainnya dan mempengaruhi kepribadian anggotanya. Misalnya: suku suni di
meksiko, terdapat norma adat yang mengharuskan setiap anggotanya memiliki rasa malu
dan mengendalikan diri.
§ Pengalaman kelompok
Masyarakat majemuk memiliki
kelompok-kelompok dengan budaya dan standar/ukuran moral yang berbeda-beda.
Standar/ukuran tersebut digunakan untuk menentukan mana kepribadian yang baik
dan mana yang tidak baik.
§ Pengalaman unik
Misalnya: dua orang gadis cantik
dalam keluarga dapat memiliki kepribadian yang berbeda, satu lebih percaya diri
dan tenang dalam berpenampilan dan satu lagi kurang percaya diri dan
berpenampilan biasa-biasa saja.[7]
5.
Hadits-hadits yang berkaitan dengan kepribadian
قَالَ ابْنُ
عَبَّاسٍ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ
وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ وَقَالَ أَبُو ذَرٍّ لَمَّا بَلَغَهُ
مَبْعَثُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِأَخِيهِ ارْكَبْ
إِلَى هَذَا الْوَادِي فَاسْمَعْ مِنْ قَوْلِهِ فَرَجَعَ فَقَالَ رَأَيْتُهُ
يَأْمُرُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ )روه البخاري(
Ibnu
‘Abbas meriwayatkan bahwa Nabi saw adalah orang paling dermawan. Beliau menjadi
lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Dan Abu Dzar berkata bahwa ketika ia
mendengar kedatangan Nabi Muhammad saw., ia berkata kepada saudara
laki-lakinya, “Pergilah ke lembah itu dan dengarkan apa yang ia katakan.”
Saudaranya kembali dan berkata, “Aku melihat ia memerintahkan orang-orang kepada
moral dan perilaku (akhlak) yang paling mulia.” (HR. Bukhari)[8]
Dari
hadits diatas, kita dapat melihat Rasulullah SAW, memerintahkan kita untuk
berakhlak mulia. Kemudian dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari
`Iyadh bin Himar, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
يَقُوْلُ اللهُ: إِنِّى خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءَ فَـجَاءَتْهُمُ
الشَّـيَاطِيْنُ فَاجْتَالَتْهُمْ عَنْ دِيْنِهِمْ وَحَرَّمَتْ عَلَيْهِمْ
مَاأَحْلَلْتُ لَهُمْ
Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan
hanif (lurus). Maka datanglah setan-setan kepada mereka, lalu menyimpangkan
mereka dari agamanya dan mengharamkan bagi mereka apa yang telah Aku halalkan
bagi mereka.”(Shahih Muslim)[9]
Dari hadits
tersebut, telah jelas bahwa manusia sejak lahir sudah dalam keadaan hanif. Tetapi
ketika mulai tumbuh dan berkembang, setan-setan menyimpangkan dari jalan yang
benar, mengajak mereka mengerjakan apa yang telah dilarang Allah. Maka dari itu
kita perlu menjaga akhlak kita, salah satu contohnya adalah dengan cara
mengerjakan kebaikan. Seperti yang tertera pada hadits berikut:
وَعَنْ
اَلنَوَّاسِ بْنِ سَمْعَانَ رضي الله عنه قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى
الله عليه وسلم عَنْ اَلْبِرِّ وَالْإِثْمِ? فَقَالَ :اَلْبِرُّ
حُسْنُ اَلْخُلُقِ, وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ, وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ
اَلنَّاسُ
. )أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ(
Nawas Ibnu Sam'an Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku
bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang kebaikan dan
kejahatan?. Beliau bersabda: "Kebaikan ialah akhlak yang baik dan
kejahatan ialah sesuatu yang tercetus di dadamu dan engkau tidak suka bila
orang lain mengetahuinya." (Riwayat Muslim)[10]
Jika
kita tela’ah lebih jauh lagi, sungguh banyak sekali hadits-hadits Rasul yang
menerangkan tentang akhlak. Mengapa Rasul mengajak kita untuk memiliki akhlak
yang mulia? Dari Abu Ad-Darda` radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ
الْبَذِيءَ
“Tidak
ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin kelak pada hari
kiamat daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap
seorang yang keji lagi mengucapkan ucapan yang jelek.” (HR. At-Tirmizi No.2002, Abu Daud No.4799, dan dinyatakan shahih
oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ No.5726)[11]
Sekarang
dimana kita bisa mencari sosok yang dapat dijadikan panduan kita dalam
berakhlak? Dalam Al-Qur’an, surat Al-Ahzab ayat 21, Allah telah menjelaskan:
øô‰s)©9 tb%x. öNä3s9 ’Îû ÉAqß™u‘ «!$# îouqó™é& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöqu‹ø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Sesungguhnya
Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab:
21)
6.
Prinsip Kependirian Yang Baik
Agar
memiliki Kepribadian yang baik, tentunya kita juga harus berpendirian dalam
kehidupan sehari-hari, seperti yang telah dijelaskan dalam hadits Hudzaifah
Ibnu Yaman riwayat at-Turmudzy, tentang perlunya prinsip kependirian dalam
kehidupan:
عَنْ خُذْيْفَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص م لاَ تَكُوْنُوْا اِمَّعَةً تَقُوْلُوْنَ
إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَحْسَنَّا وَاِنْ ظَلَمُوْا ظَلَمْنَا وَلَكِنْ
وَطِّنُوْا اَنْفُسَكُمْ إِنْ اَحْسَنَ النَّاسُ أَنْ تُحْسِنُوْا وَاِنْ
اَسَاَءُوْا فَلاَ تُظْلِمُوْا (روه الترمدى)
Hudzaifah
berkata: bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “Janganlah kalian menjadi
tidak berpendirian, kalian berkata, “Jika manusia berbuat baik, kamipun berbuat
baik, dan jika manusia berbuat dholim, kamipun berbuat dholim; akan tetapi
tetaplah pada pendirian kalian. Jika orang-orang berbuat kebaikan, berbuat
baiklah kalian, dan jika orang-orang berbuat kejahatan, janganlah kalian
berbuat kejahatan”. (HR. Turmudzi)[12]
Pada
hadits lain disebutkan bahwa manusia yang tidak mempunyai pendirian diibaratkan
seonggok buih di tengah lautan, yang akan bergerak searah gerakan angin yang
menghempasnya. Sifat inilah yang menyebabkan kehancuran umat Islam.
Meskipun
demikian, Islam tidak mengajarkan kepada umatnya bukan untuk melahirkan sifat
kekakuan, sebaliknya keluwesan dalam menghadapi persoalan bukanlah menjadi
indikasi lemahnya prinsip Islam yang dimiliki.
Betapa
pentingnya istiqomah dalam kehidupan karena dapat menuntun kita ke jalan yang
benar dan diridhai Allah SWT. Berpendirian atau istiqomah berarti teguh atas
jalan yang lurus, berpegang pada akidah Islam dan melaksanakan syariat dengan
teguh, tidak berubah dan berpaling walau dalam keadaan apapun.[13]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa kepribadian itu merupakan
bentuk interaksi yang dilakukan seorang individu dengan individu lain, dimana
kepribadian ini secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan sesuai kondisi
dimana individu tersebut berada.
Islam
pun telah menjelaskan bagaimana pentingnya memiliki kepribadian yang baik, sebagaimana
yang telah dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah SAW. Islam juga menyerukan
kepada manusia agar memiliki pendirian dalam hidup ini dan selalu menjauhi
sifat keji.
B.
Saran
Dari
kesimpulan diatas, maka dapat disajikan beberapa saran, antara lain sebagai
berikut:
1.
Bagi
para pemuda yang sering ikut-ikutan dalam bergaul di kesehariannya, supaya
berubah, agar memiliki kepribadian yang baik.
2.
Bagi
umat islam sendiri khususnya untuk mengingatkan betapa pentingnya istiqomah
dalam kehidupan karena dapat menuntun kita ke jalan yang benar dan diridhai
Allah SWT.
3.
Secara
umum, menegur kita untuk memilih teman dalam bergaul karena hal ini sangat
kecil dan jarang diperhatikan namun memiliki dampak yang besar bagi kita
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habib. blog.al-habib.info/id/2012/02/belajar-dari-manusia-dengan-akhlak-terbaik/,
pada 4 Februari 2012.
Aziz, Abdul Ahyadi. 1995. Psikologi Agama, Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Budianto, Yan. el-budianto.blogspot.com/2012/12/hadits-hadits-tentang-akhlak.html,
pada 12 Desember 2012.
Hardja, Saleem S. 2012. Jago Membaca Pikiran & Perasaan
Orang Lain Lewat Bahasa Tubuh, Klaten: Galmas Publisher.
Id.m.wikipedia.org/wiki/pemecahan_kepribadian.
Jalaluddin. 2001. Teologi
Pendidikan, Jakarta: Raja Grasindo Persada.
Muawiyah, Abu. al-atsariyyah.com/akhlak-terpuji-amalan-terberat-di-timbangan.html,
pada 21 Juni 2010,
Mujib, Abdul dan Mudzakir, Jusuf. 2003. Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta:
Raja Grasindo Persada.
Ruhana, Hana. http://hanaruhanaru.blogspot.com/2012/03/sosialisasi-dan-pembentukan-kepribadian.html, pada 27 Oktober 2013.
Sujanto, Agus. 2006. Psikologi Kepribadian, Semarang: Bumi
Akasar.
Sulaiman. sulaiman2012.wordpress.com/2012/05/28/manusia-dilahirkan-dalam-keadaan-fitrah/,
pada 28 Mei 2012.
Tirmidzi. 2005. Sunan Tirmidzi, Kairo: Daarul Hadits.
Zuhri, Moh, dkk. 1992. Tarjamah
Sunan At-Tirmidzi, Semarang: CV Asy-Syifa’.
[1] Agus Sujanto, Psikologi
Kepribadian, (Semarang: Bumi Akasara, 2006), hlm.189.
[2] Abdul Aziz
Ahyadi, Psikologi Agama, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 1995), hlm.49.
[3] Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Raja
Grasindo Persada, 2001), hlm.139.
[4] Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grasindo
Persada, 2003), hlm.58.
[5] Saleem Hardja
S, Jago Membaca Pikiran & Perasaan Orang Lain Lewat Bahasa Tubuh, (Klaten:
Galmas Publisher, 2012), hlm.17.
[6]
Id.m.wikipedia.org/wiki/pemecahan_kepribadian. Pada 22 Desember 2013.
[7] Hana Ruhana, http://hanaruhanaru.blogspot.com/2012/03/sosialisasi-dan-pembentukan-kepribadian.html,
pada 27 Oktober 2013.
[8] Al-Habib, blog.al-habib.info/id/2012/02/belajar-dari-manusia-dengan-akhlak-terbaik/,
pada 4 Februari 2012.
[9] Sulaiman, sulaiman2012.wordpress.com/2012/05/28/manusia-dilahirkan-dalam-keadaan-fitrah/,
pada 28 Mei 2012.
[10] Yan Budianto, el-budianto.blogspot.com/2012/12/hadits-hadits-tentang-akhlak.html,
pada 12 Desember 2012.
[11] Abu Muawiyah, al-atsariyyah.com/akhlak-terpuji-amalan-terberat-di-timbangan.html,
pada 21 Juni 2010.
[12] Tirmidzi, Sunan
Tirmidzi, (Kairo: Daarul Hadits, 2005), hlm. 89.