A. Pendahuluan
Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikan ke arah tujuan yang dicita-citakan. Bahkan metode sebagai seni dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik dianggap lebih signifikan dibanding dengan materi itu sendiri. Sebuah filosofis mengatakan bahwa “al-Thariqat Ahamm Min al-Maddah” (metode jauh lebih penting dari materi) adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih disenangi anak didik walaupun sebenarnya materi yang disampaikan
tidak terlalu menarik. Sebaliknya, materi yang cukup baik, karena
disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri
kurang dapat dicerna oleh anak didik. Oleh karena itu, penerapan metode
yang tepat sangat mempengaruhi pencapaian keberhasilan dalam proses
pembelajaran.[1] Misalnya pembelajaran materi akhlak, karena akhlak tidak hanya bersifat intelektual melainkan juga bersifat emosional.
Penggunaan
metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala
dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam kompetensi dasar.
Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang percuma hanya karena
penggunaan metode menurut kehendak guru dan mengabaikan kebutuhan siswa,
fasilitas, serta situasi kelas.[2]
Setelah kita baca sekilas pengertian diatas dapat kita simpulkan
pertanyaan yang sangat sederhana, yaitu: Apa pengertian metode simulasi
dalam pembelajaran PAI? Bagaimana langkah-langkah penerapannya? Apa
kelebihan dan kekurangan? Terhadap Materi-materi apa yang bisa
diterapkan metode simulasi? Jadi makalah ini akan membahas tentang
metode simulasi yang bertujuan agar metode simulasi dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif dalam proses pembelajaran
B. Pembahasan
1. Pengertian Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya “berpura-pura atau berbuat seakan-akan”.[3] Di dalam Kamus Bahasa Inggris- Indonesia dinyatakan bahwa simulate adalah “pekerjaan tiruan atau meniru, sedang simulate artinya menirukan, pura-pura atau berbuat seolah-olah”[4]
Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan “cara penyajian
pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami
tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu”.
Menurut Udin Syaefudin Sa’ud, simulasi dalam perspektif model
pembelajaran adalah sebuah replikasi atau visualisasi dari perilaku
sebuah sistem, misalnya sebuah perencanaan pendidikan, yang berjalan
pada kurun waktu yang tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa simulasi itu
adalah sebuah model yang berisi seperangkat variabel yang menampilkan
ciri utama dari sistem kehidupan yang sebenarnya. Simulasi memungkinkan
keputusan-keputusan yang menentukan bagaimana ciri-ciri utama itu bisa
dimodifikasi secara nyata.[5]
Sementara menurut Sri Anitah, W. dkk, metode simulasi merupakan salah
satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran
kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan metode simulasi cenderung
objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan
mengajar yang bersifat pura-pura. Kegiatan simulasi dapat dilakukan oleh
siswa pada kelas tinggi di sekolah dasar.[6]
Simulasi
dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua
proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang
sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni
memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan
untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Jadi
metode simulasi adalah peniruan atau perbuatan yang bersifat menirukan
suatu peristiwa seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya.
Sebagai sebuah metode pembelajaran yang bersifat peniruan suatu
peristiwa, metode simulasi memiliki Karakteristik yang mencerminkan
metode ini berbeda dengan metode-metode lain, di antaranya: 1) Banyak
digunakan pada pembelajaran PKn,
IPS, pendidikan agama dan pendidikan apresiasi, 2) Pembinaan kemampuan
bekerja sama, komunikasi, dan interaksi merupakan bagian dari
keterampilan yang akan dihasilkan melalui pembelajaran simulasi; 3)
Metode ini menuntut lebih banyak aktivitas siswa; 4) Dapat digunakan
dalam pembelajaran berbasis kontekstual; 5) bahan pembelajaran dapat
diangkat dari kehidupan sosial, nilai-nilai sosial, maupun
masalah-masalah sosial.[7]
2. Prinsip-prinsip Simulasi
Agar Pemakaian simulasi dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka
dalam pelaksanaanya memperhatikan prinsi-prinsip sebagai berikut: 1)
simulasi itu dilakukan oleh kelompok peserta didik dan setiap kelompok
mendapat kesempatan untuk melaksanakan simulasi yang sama maupun
berbeda; 2) semua peserta didik harus dilibatkan sesuai peranannya; 3)
penentuan topik dapat dibicarakan bersama; 4) petunjuk simulasi terlebih
dahulu disiapkan secara terperinci atau secara garis besarnya,
tergantung pada bentuk dan tujuan simulasi; 5) dalam kegiatan simulasi
hendaknya mencakup semua ranah pembelajaran; baik kognitif, afektif
maupun psikomotorik; 6) simulasi adalah latihan keterampilan agar dapat
menghadapi kenyataan dengan baik; 7) simulasi harus menggambarkan
situasi yang lengkap dan proses yang berurutan yang diperkiran terjadi
dalam situasi yang sesungguhnya; dan 8) hendaknya dapat diusahakan
terintegrasinya beberapa ilmu , terjadinya proses sebab akibat,
pemecahan masalah dan sebagainya[8]
Prinsip-prinsip tersebut harus menjadi acuan dalam pelaksanaan
simulasi agar benar-benara dapat dilakukan sesuai konsep simulasi dalam
berbagai bentuknya. Prinsip ini berlakuku dalam setiap mata pelajaran
dan standar kompetensi yang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut yang
berhubungan dengan peristiwa nyata. Oleh sebab itu untuk memilih materi
atau topik mana yang akan digunakan dengan metode simulasi sangat
bergantung pada karakteristik dan prinsip-prinsip simulasi dihubungkan
dengan karakteristik mata pelajaran sebagaiman dijelaskan di atas. Oleh
sebab itu tidak semua mata pelajaran, kompetensi dasar, indikator,
dan topik pembelajaran berbagai mata pelajaran dapat digunakan dengan
simulasi. Disinilah pentingnya pemahaman dan analisa guru tentang
karakteristik dan prinsip metode simulasi dihubungkan dengan
karakteristik mata pelajaran setiap kompetensi dasarnya.
3. Tujuan Metode Simulasi
Metode simulasi bertujuan untuk: 1) Melatih keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari; 2) Memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip; 3) Melatih memecahkan masalah; 4) Meningkatkan keaktifan belajar; 5) Memberikan motivasi belajar kepada siswa; 6) Melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok; 7) Menumbuhkan daya kreatif siswa; dan 8) Melatih Peserta didik untuk memahami dan menghargai pendapat serta peranan orang lain[9]
Dengan
demikian penggunaan metode simulasi dalam proses pembelajaran sesuai
dengan kecenderungan pembelajaran modern yang menuju kepada pembelajaran
peserta didik yang bersifat individu dan kelompok kecil, heuristik (mencari
sendiri perolehan) dan aktif. Sesuai dengan hal ini simulasi menurut
Derick, U dan Mc Aleese, R, bahwa simulasi memiliki tiga sifat utama
yang dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses
pembelajaran, yaitu: 1) Simulasi adalah bentuk teknik mengajar yang
berorientasi pada keaktifan pesrta didik dalam pembelajaran di kelas,
baik guru maupun peserta didik mengambil peran did dalamnya; 2) Simulasi
pada umumnya bersifat pemecahan masalah yang sangat berguna untuk
melatih peserta didik melakukan pendekatan interdisiplin di dalam
pembelajaran. Di samping itu dapat juga mempraktekkan
keterampilan-keterampilan sosial yang relevan dengan kehidupan
masyarakat; 3) simulasi adalah model pembelajaran yang bersifat dinamis
dalam arti sangat sesuai untuk menghadapi situasi-situasi yang berubah
yang membutuhkan keluwesan dalam berpikir dan memberikan jawaban
terhadap keadaan yang cepat berubah. [10]
4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi
Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode
mengajar, di antaranya adalah: 1) Siswa dapat melakukan interaksi sosial
dan komunikasi dalam kelompoknya; 2) Aktivitas siswa cukup tinggi
dalam pembelajaran sehingga terlibat langsung dalam pembelajaran; 3)
dapat membiasakan siswa untuk memahami permasalahan sosial (merupakan
implementasi pembelajaran yang berbasis kontekstual); 4) Dapat membina
hubungan personal yang positif,5) Dapat membangkitkan imajinasi,
Membina hubungan komunikatif dan bekerja sama dalam kelompok..[11]
6) menciptakan kegairahan peserta didik untuk belajar; 7) memupuk daya
cipta peserta didik; 8) dapat menjadi bekal bagi kehidupannya di
masyarakat; 9) mengurangi hal-hal yang bersifat abstrak dengan
menampilkan kegiatan yang nyata; 10) dapat ditemukan bakat-bakat baru
dalam bermain atau beracting[12].
Di samping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai kelemahan, di
antaranya: 1) Relatif memerlukan waktu yang cukup banyak; 2) Sangat
bergantung pada aktivitas siswa; 3) Cenderung memerlukan pemanfaatan
sumber belajar; 4) Banyak siswa yang kurang menyenangi sosiodrama
sehingga sosiodrama tidak efektif.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa simulasi sekalipun banyak
keunggulan namun sebagai sebuah metode pembelajaran tetap memiliki
kelemahan. Berbagai kelebihan di atas perlu diketahui oleh seorang guru
agar potensi yang ada dapat dimaksimalkan, namun kelemahan bisa diatasi
dengan berbagai cara agar pembelajaran sesuai kondisi dan waktu yang
telah disediakan.
5. Bentuk-bentuk Simulasi
Ditinjau dari peran yang dibawakan atau dilakukan oleh peserta didik
dalam pembelajaran, menurut ramayulis, bentu-bentuk simulasi dapat
dibedakan menjadi:[13] 1) Pre-Teaching/Micro Teaching; berguna untuk latihan mengajar oleh calon pendidik yang mana peserta didiknya adalah teman-teman calon pendidik; 2) Sosiodrama; permainan peranan yang diselenggarakan dimaksudkan untuk menentukan alternatif pemecahan sosial; 3) Psikodrama; permainan
peranan yang diselenggarakan dimaksudkan agar individu yang
bersangkutan memperoleh pemahaman yang lebih tentang dirinya, penemuan
konsep diri, reaksi terhadap tekanan yang menimpa dirinya; 4) Simulasi game;
adalah permainan peranan dimana para pemainnya berkompetisi untuk
mencapai tujuan tertentu dengan mentaati peraturan yang di tetapkan; 5) Role Playing; permainan
peranan yang diselenggarakan untuk mengkreasi kembali
peristiwa-peristiwa sejarah, mengkreasi kemungkinan masa depan,
mengekspos kejadian-kejadian masa kini dan sebagainya
Dilihat dari keluasan pelaksanaan simulasi, menurut Abu Ahmadi dkk,
simulasi dapat dilakukan dari yang paling sederhana sampai kegiatan yang
paling kompleks.[14]
Yang sederhana, seperti tiruan perbuatan atau peranan anggota-anggota
keluarga dalam menghadapi suatu masalah atau tiruan kehidupan
sehari-hari dalam kehidupan masyarakat, seperti jual beli dipasar.
Semntara tiruan yang agak lebih kompleks dari itu adalah
kejadian-kejadian dalam kehidupan masyarakat seperti, sidang DPRD,
Sidang PBB, perundingan diplomasi, atau kejadian-kejadian sejarah. Dapat
juga simulasi dilakukan dalam kegiatan yang lebih kompleks dari itu
seperti, simulasi latihan penerbangan pesawat terbang, astronot, awak
kapal selam, pemecahan masalah perusahaan dan sebagainya
6. Beberapa Kompetensi Dasar PAI yang dapat dijadikan Topik Simulasi
Sesuai bentuk-bentuk simulasi di atas, setelah melakukan analisis
terhadap Standar Kompetensi Pendidikan Agama Islam yang terdapat dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no 22 tahun 2006 tentang Standar
isi satuan Pendidikan dasar dan menengah Peraturan Menteri Agama
Republik Indonesia no 2 tahun 2008 tentang standar kompetensi Lulusan
dan Standar isi Pendidikan Agama Islam dan bahasa Arab di Madrasah, maka
ada beberapa indikator pendidikan agama Islam yang dapat dicapai dengan
metode simulasi, seperti terdapat SK/KD Sejarah Kebudayaan Islam dan
Aqidah Akhlak. Bebrapa contoh Kompetensi dasar PAI di madrasah
tsanawiyah adalah:
- Meneladani semangat para tokoh yang berperan dalam perkembangan Islam di Indonesia
- Meneladani sikap keperwiraan shalahuddin al-Ayyubi dalam kemajuan peradaban Islam pada masa dinasti al-ayyubiyah
- Meneladani ketekunan dan kegigihan bani Abbasiyah
- Meneladani kesederhanaan dan keshalehan Umar bin abdul Aziz
- Meneladani perjuangan nabi dan para sahabat dalam menghadapi masyarakat makkah
- Simulasi penyelenggaraan jenazah
- Simulasi tatacara pinjam meminjam, utang piutang, gadai, borg, serta pemberian upah menurut Islam
- Simulasi Pelaksanaan jual beli menurut Islam
- Simulasi tata cara pelaksanaan qurban dan kekah
- Simulasi pelaksanaan ibadah haji dan Umrah
- Simulasi Pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal
- Simulasi Perilaku kerja keras, kreatif dan produktif dalam kehidupan sehari-hari
- Sejarah kebudayaan Islam
- Abrahah yang sombong
- dll
Bebrapa contoh topik di atas menurut penulis dapat dilakukan dengan
metode simulasi dengan digabungkan dengan beberapa metode lain. Sehingga
pembelajaran itu dapat dilaksanakan oleh peserta didik sesuai dengan
kehidupan nyata. Namun tentu saja dalam pelaksanaannya perlu persiapan
dan diskusi yang lebih mendalam sesuai teori simulasi dan ruanglingkup
topik yang akan di bahas.
Sebuah contoh sosiodrama yang masih ada hubungannya dengan sejarah
Kebudayaan Islam sebelum lahirnya nabi Muhammad SAW, tentang “Abrahah
yang sombong” dapat penulis kemukakan, sebagaimana yang ditulis oleh
Munif Chatib: seorang peserta didik yang ditunjuk menjadi host
membacakan skenario berikut:
”
Matahari hampir terbenam, ketika kelelahan memuncak pada semua anggota
pasukan yang sudah berjalan berhari-hari. Ringkikan kuda yang ingin
beristirahat, lenguhan pasukan gajah yang mulai gelisah, ,membuat
jendera Abrahah, pemimpin pasukan itu, memutuskan untuk beristirahat dan
bermalam di sebuah lembah di padang pasir hijaz”.
Lalu Abrahah memberi instruksi kepada pengawalnya;
“pengawal,
perintahkan kepada semua pasukan, untuk berhenti, kita akan membuka
tenda dan bermalam di sini. Amankan pasukan gajah kita yang mulai
gelisah sebab binatang-binatang itu kelak yang akan menghancurkan
ka’bah. Esok pagi kita akan melanjutkan perjalanan. Makkah sudah dekat,
hanya tinggal setengah hari perjalanan. Cepat pengawal, segera
kerjakan.”
“baik paduka secepat kilat hamba laksanakan” jawab pengawal sambil menundukkan kepala. Lalu: “Hai
.. Abrahah! Majulah dengan pasukan gajahmu itu, kami penduduk makkah
yang mencintai ka’bah akan melawan dengan pasukan-pasukan Allah” teriak
peserta didik yang berperan sebagai penduduk makkah ketika melakukan
metode sosiodram yang merupakan bagian dari bentuk simulasi. “interupsi, masak Abrahah ngomongnya pelan kayak putri salju, semangat dong…kan dia jenderal besar!”
interupsi dari salah satu peserta didik yang menonton kala mendengar
suara abrahah yang sangat pelan. Interupsi ini diiringi derai tawa siswa
seisi kelas, tercipta emosi positif dalam kelas tersebut.[15]
“Hei Abrahah.. ngapain sih pake pergi ke Makkah menghancurkan ka’bah?kenapa sish tidak membangun ka’bah sendiri di Yaman sana?” tanya siswa penonton. “
ah, percuma… saya sudah coba berkali-kali, ..gagal terus. Habis di
yaman sepi, nggak ada orang datang, tidak seperti di Makkah yang selalu
ramai didatangi orang” sang Abrahah menjawab lantang.
Tokoh-tokoh dalam drama tersebut dimainkan oleh beberapa peserta didik
dengan redaksi skenario yang sudah disiapkan oleh guru. Ada yang menjadi
Abrahah gubernur Yaman yang berniat menghancurkan ka’bah. Abdul
Muthalib, pemimpin Makkah pada saat itu, ada juga kurir, pemuka-pemuka
makkah lainnya. Kemudia adalagi peran utama yang cukup penting dan
berfungsi sebagai “Cutter” atau pemutus cerita, biasanya disebut
“Host” (pengantar cerita). Kepada beberapa siswa yang tidak dapat peran,
dibagaikan secarik kertas berisi pertanyaan dan masalah yang terkait
dengan materi perang gajah tersebut. sebagai penonton, para siswa dapat
menginterupsi saat drama berlangsung, baik untuk bertanya maupun
memberikan opini, persis seperti Lenong Betawi atau Opera Van Java.
7. Peranan Guru dalam Metode simulasi
Ada tiga peranan yang dapat dilakukan guru dalam memimpin dan mengelola simulasi bagi pesrta didik, pertama, Menjelaskan (Explaining); peserta
didik sebagai pemegang peran perlu memahami garis besar berbagai aturan
dari kegiatan atau peralatan yang diperlukan, atau tentang implikasi
dari setiap tindakan yang ia lakukan. Dalam hal ini dapat menjelaskan
sekedarnya kepada peserta didik, pemahaman peserta didik terhadap pokok
kegiatan simulasi serta implikasi-implikasinya akan menjadi lebih jelas
setelah pesrta didik melakukannya sendiri atau setelah dilakukan
diskusi. Kedua, mewasiti (refereeing); guru harus
membentuk kelompok-kelompok dan membagi peserta didik dalam kelompok
atau peran sesuai dengan kemampuan dan keinginan peserta didik. Selain
itu guru harus mengawasi partisipasi peserta didik dalam permainan
simulasi. Ketiga, melatih (Ciaching) guru juga harus
bertindak sebagai seorang pelatih yang memberikan petunjuk-petunjuk
kepada peserta didik agar mereka dapat berperan dengan baik. Keempat, memimpin diskusi (discussing);
selama permainan berlangsung guru akan memimpin kelas dalam suasana
diskusi, misalnya membicarakan tanggapan peserta didik dan kesukaran
yang dijumpai, cara-cara untuk menguji kebenaran permainan dan bagaimana
permainan simulasi itu dinyatakan dengan kehidupan yang sebenarnya [16]
8. Langkah-langkah Penggunaan Metode Simulasi
Pada dasarnya Simulasi dilaksanakan oleh sekelompok peserta didik
meskipun dalam beberapa hal dapat dilakukan secara individu atau
berpasangan. Bila dilakukan secara kelompok kecil, tiap kelompok dapat
melakukan simulasi yang sama atau berbeda dengan kelompok lainnya. Oleh
sebab itu dalam prinsip pelaksanaannya harus terjadi proses kegiatan
yang menghasilkan domain efektif, (seperti menyenangkan, menggairahkan,
suka, sedih, terharu, simpati, solidaritas, gotong royong, dan
sebagainya), psikomotor (misalnya, keterampilan berbicara, bertanya,
berdebat, mengemukakan pendapat, memimpin, mengorganisir, dan
sebagainya) dan kognif. (misalnya, memahami konsep-konsep tertentu,
pengertian teori dan sebagainya). Simulasi juga harus menggambarkan
situasi yang lengkap dan proses atau tahap dalam situasi tersebut.
hubungan sebab akibat, percobaan-percobaan, fakta-fakta dan pemecahan
masalah
Oleh sebab itu perlu jelas langkah-langkah dalam pelaksanaan simulasi,
yang terdiri dari tahap awal, tahap pelaksanaan dan tahap penutup.
Berikut langkah-langkat tersebut:[17]
- Tahap Awal Simulasi;
1) Guru menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi.
2) Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.
3) Guru membentuk kelompok dan menentukan alat yang digunakan.
4) Guru
menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus
dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan.
5) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
- Pelaksanaan Simulasi
1) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
2) Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
3) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan.
4) Simulasi
hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk
mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang
disimulasikan.
- Penutup
1) Guru
dan siswa melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun
materi cerita yang disimulasikan.Guru harus mendorong agar siswa dapat
memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
2) Guru merumuskan kesimpulan
Untuk terlaksananya tahapan kegiatan simulasi sebagimana yang
diharapkan, seorang guru perlu mengetahui sumber bahan, seperti buku
pelajaran, surat kabar, majalah, radio, televisi, problema-problema
kehidupan sehari-hari di sekolah, buku-buku khusus tentang simulasi dan
alat-alat simulasi seperti, gambar-gambar, foto, peta, maket, benda
model, tirua alat, alat-alat khusus sesuai dengan topik, perangkat
keras, audio visual aids; radio, vidio, tape, kaset, recorder, dan
lain-lain.
- Manfaat Metode Simulasi
Simulasi
dapat meningkatkan motivasi dan perhatian peserta didik terhadap topik
dan belajar peserta didik, serta meningkatkan keterlibatan langsung dan
partisipasi aktif peserta didik dalam proses pembelajaran, Meningkatkan
kemampuan siswa dalam belajar kognitif, meliputi informasi faktual,
konsep, prinsip dan keterampilan membuat keputusan. Belajar siswa lebih
bermakna.
Meningkatkan
afektif atau sikap dan persepsi anak terhadap isu yang berkembang di
masyarakat. Meningkatkan sikap empatik dan pemahaman adanya perbedaan
antara dirinya dengan orang lain. Afeksi umum anak meningkat, kesadaran
diri dan pandangan terhadap orang lain lebih efektif. Struktur kelas dan
pola interaksi kelas berkembang, hubungan guru—siswa hangat, mendorong
kebebasan anak dalam mengeksplorasi gagasan, peran guru minimal sedang
otonomi anak meningkat, meningkatkan tukar pendapat dari pandangan anak
yang berbeda-beda.
Pengaruh
pelaksanaan metode simulasi terhadap ketercapaian kompetensi dasar mata
pelajaran PAI. Seperti yang telah dijelaskan bahwa metode simulasi
adalah cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi
tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau ketrampilan
tertentu. Pada pelajaran agama khususnya materi akhlak simulasi dapat
berupa sosiodrama, misalnya peniruan bagaimana sosok anak yang saleh
atau bagaimana kisah seorang penguasa/raja Fir’aun yang sombong dan
takabur, tentara Abraha menghancurkan ka’bah, dan lain sebagainya.
Sedangkan ketercapaian kompetensi dasar adalah suatu hasil yang
diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri
individu sebagai hasil dari aktifitas dalam belajar mengajar khususnya
pada materi akhlak, yaitu berupa kemampuan peserta didik dalam
berperilaku terpuji dan menjauhi perilaku tercela. Dengan menggunakan
metode simulasi maka proses belajar mengajar semakin memudahkan peserta
didik dalam belajar sehingga dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
Selain itu dengan metode simulasi, peserta didik tidak hanya memahami
materi secara konsep saja, akan tetapi siswa dituntut mampu menampilkan
konsep-konsep itu dalam bentuk tingkah laku, sehingga materi yang
disampaikan akan semakin jelas dan dapat menumbuhkan motivasi belajar
peserta didik
Karena
pemahaman terhadap materi akhlak tidak hanya bersifat intelektual
melainkan juga bersifat emosional. Menurut Vernon A. Magnesen menyatakan
bahwa kita belajar dipengaruhi oleh: 1) 10 % dari apa yang kita baca;
2)
20 % dari apa yang kita dengar; 3) 30 % dari apa yang kita lihat; 4) 50
% dari apa yang kita lihat dan dengar; 5) 70 % dari apa yang kita
katakan.6) 90 % dari apa yang kita katakan dan lakukan.
Sedangkan
menurut Tony Stockweel menyatakan bahwa untuk mempelajari sesuatu
dengan cepat dan efektif, anda harus melihatnya, mendengarnya, dan
merasakannya Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
belajar akan lebih cepat dan efektif jika dalam belajar siswa
menggunakan penggabungan beberapa indera. Dalam metode simulasi siswa
menerima materi PAI melalui penggabungan beberapa indera diantaranya
indera penglihatan dan pendengaran. Selain itu dalam metode simulasi
siswa dibiasakan untuk bertindak sesuai keadaan yang sebenarnya sehingga
diharapkan siswa memiliki ketrampilan dalam menghadapi kehidupannya
kelak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode simulasi
pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya materi akhlak
berpengaruh terhadap ketercapaian kompetensi dasar karena akhlak tidak
hanya bersifat intelektual melainkan juga bersifat emosional.
Contoh Materi lain yang dapat digunakan dengan metode Simulasi –
sosiodrama- dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapat dilihat
Adegan tentang Perang Khandaq: dalam suatu ruangan di Darul Nadwan,
berkumpullah orang-orang musyrik, di antar mereka ada Abu Syufian.
Bersama mereka ada seorang pemimpin Yahudi Bani Nadhir yaitu Huyay bin
Akhtab dan beberapa orang Yahudi lainnya. [18]
Abu Sufyan :
|
Wahai
orang Quraisy, apakah kamu telah mendengar berita yang disampaikan
pemimpin Bani Nadhir yaitu Huyaybin Akhtab, mengenai ancaman dan
bahaya yang dihadapi oleh kaumnya karena ulah Muhammad dan
sahabat-sahabatnya? Beliau meminta bantuan kalian , sebagaimana akan
kalian dengar sendiri nanti. Maksudnya tidak lain ialah untuk
mengingatkan kalian terhadap bahaya ancaman Muhammad dan
sahabat-sahabatnya kepada kalian. Nah ..silakan tuan Huyay ceritakan
kepada mereka. Katakanlah apa yang terkandung dalam hati anda.
|
Huyay :
|
Saya
ini bukanlah sendirian wahai Abu Sufyan. Bersamaku ada sekelompok
saudara-saudaraku yang sesuku. Ini adalah Salmam Al-Nadhariy dan ini
Kinanah bin Rabi’ dan itu Hudzah bin Qus. Semua mereka itu akan
menceritakan ancaman dan bahaya yang akan ditimpakan oleh Muhammad
kepada kami.
|
Sallam :
|
: Anda sajalah yang menceritakan, hai Huyay, karena Anda lebih pantas menerangkannya kepada orang-orang Quraisy.
|
Huyay :
|
Wahai
orang-orang Quraisy, kalian adalah pemimpin dan panglima-panglima
bangsa Arab. Tidaklah bijaksana sedikitpun, bila kalian membiarkan
bahaya Muhammad semakin memuncak dan kekuatannya semakin mantab,
sehaingga ia berani menyerang dan membunuhmu di rumahmu sendiri.
|
Musyrik I :
|
Saya
sependapat dengan apa yang dikemukakan pemimpin Bani Nadhir ini. Oleh
karena itu pikirkanlah sebaik-baikny tindakan apa yang harus di
ambil. Saya sependapat dengan apa yang dikemukakan pemimpin Bani
Nadhir ini. Oleh karena itu pikirkanlah sebaik-baikny tindakan apa
yang harus di ambil.
|
Musyrik II :
|
Bagaimana pendapat Anda, Huyay?
|
Huyay :
|
Sikap
saya sama dengan sikap-sikap Anda. Saya hanya ingin agar kalian hidup
dalam keadaan aman dan sejahtera. Saya berharap agar kalian dapat
mengambil inisiatif di kalangan kabilah-kabilah Arab lainnya kami
Bani Nadhir akan menanti di tangan kaalian.
|
Kinanah bin Rabi’ :
|
Benar
demi Allah,memang mereka lebih panas dari bara api. Mereka akan
berada di samping kalian sampai mati atau Muhammad dan
pengikut-pengikutnya lenyap dari muka bumi.
|
Musyrik III :
|
Wahai Huyay, bagaimana pendapatmu, apakah agama kami yang lebih baik atau agama Muhammad?
|
Huyay :
|
Agamamu lebih baik dari pada agama Muhammad.
|
Abu Sufan :
|
Ya,
memang benar perkataan Tuan. Wahai, orang-orang Quraisy. Sudah tiba
saatnya kepada kalian untuk membantu orang yang meminta pertolongan
kepada kalian.
|
Musyrik IV :
|
Sungguh
benar Anda, hai Abu Sufyan. Oleh karena itu umumkanlah kepada rakyat
kita untuk mempersiapkan diri dengan alat persenjataannya.
|
Abu Sufyan
|
Ya baiklah demi Tuhan Ka’bah.
|
Huyay :
|
Wahai
Abu Sufyan, kami akan mengajak lagi beberapa kabilah Arab untuk
mendampingi kalian, sampai kalian mengalahkan si Muhammad.
|
Abu Sufyan :
|
Kalau
demikian akan berkumpul di pihak kita tentara yang tidak mungkin
diimbangi Muhammaad. Dia akan kalah dan akan musnah tanpa bekas.
|
Huyay :
|
Sebenarnyalah ini yang saya inginkan dan harap-harapkan, semoga
berhasil. Walaupun demikian kebijakasanaan pada orang-orang
aQuraisy. Semangat para pemuda dan rasa bertanggung jawabnya terhadap
kelangsungan agama nenek moyang mereka.
|
Musyrik :
|
Demi Tuhan Ka’bah, sungguh benar demikian. Kita benar-benar menanti hari seperti ini.
|
Abu Sufyan :
|
Marilah kita mempersiapkan perbekalan dan alat persenjataan.
|
Musyrik I :
|
Sungguh tepat. Si Muhammad tidak akan lolos dari tangan kita untuk selama-lamanya.
|
Hadirin semua tertawa : Ha…ha…ha…, kemudian mereka keluar ruangan.
C. Kesimpulan
Setelah kita pahami isi dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan
bahwa dalam pembelajaran sangat di butuhkan metode supaya berjalannya
sebuah pembelajaran dengan lancar. Pada makalah ini hanya di sebutkan
tentang metode simulasi,yaitu peniruan atau perbuatan yang bersifat
menirukan suatu peristiwa seolah-olah seperti peristiwa yang sebenarnya,
atau dapat dikatakan dengan akting. Salah satu tujuannya adalah Melatih
keterampilan tertentu baik bersifat profesional maupun bagi kehidupan
sehari-hari.
Oleh sebab itu metode ini tentu memiliki karakteristik tersendiri dan
dapat digunakan untuk bidang-bidang studi tertentu. Dalam pelaksanaannya
diperlukan perencanaan dan peralatan yang memadai dan yang tidak klaha
penting adalah diperlukan kemmapuan guru sebagai sutradara dalam
menetapakan, mengarahkan, dan menilai pelaksanaan simulasi. Agar metode
yang digunakan benar-benar dapat mempengaruhi kehidupan peserta didik.
Dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, metode ini bisa digunakan
untuk bidang-bidang seperti sejarah dan pendidikan akhlak. Peserta didik
diharapkan mampu menirukan peristiwa sejarah atau perilaku keagamaan
yang diharapkan dapat dicontoh atau diteladani oleh peserta didik dalam
kehidupan, atau bisa juga perilaku atau peran-peran yang harus dihindari
oleh peserta didik dalam kehidupan agar peserta didik memiliki
kemampuan mengamalkan perintah agama dan menjauhi larangan.
DAFTAR PUSTAKA
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press. 2002)
Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia. 2003)
Echols dan Shadily, Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Jakarta: Pustaka Amani, 2007)
Ramayulis, Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2012
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta. 2006)
Abu Ahmadi (et, al), Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka setia, 2005)
Warto, Metode Simulasi Dalam Pembelajaran PAI, ( http://nalar-langit.blogspot.co.id/2016/01/metode-simulasi-dalam-pembelajaran-pai.html )
Udin Syaefudin Sa’ud , Perencanaan Pendidikan Pendekatan Komprehensif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005)
Anitah, Sri, W, dkk , Strategi Pembelajaran di SD, ( Jakarta: Universitas Terbuka., 2007)
Dahlan, M.D, Model-model mengajar, Bandung: CV. Diponegoro, 1984)
Munif Chatib, Gurunya Manusia; Menjadikan semua Anak Istimewa dan semua anak juara, cet VIII, (Bandung: kaifa, 2012)
Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)
Anissatul Mufarrokah, Strategi Belajar Mengajar, (Yogyakarta: Teras, 2009)
Ada file nya kak?
ReplyDelete