A. Latar
belakang
Di
antara pendidikan yang paling penting bagi setiap manusia ialah pendidikan
Islam. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih kepekaan (sensibility)
para peserta didik sedemikian rupa sehingga sikap hidup dan perilaku, juga
keputusan dan pendekatannya kepada semua jenis pengetahuan dikuasai oleh
perasaan mendalam nilai-nilai etik dan spiritual Islam.
Mereka dilatih dan mentalnya
didisiplinkan, sehingga mereka mencari pengetahuan tidak sekadar untuk
memuaskan keingin tahuan intelektual atau hanya untuk keuntungan dunia material
belaka, tetapi juga untuk mengembangkan diri sebagai makhluk rasional dan saleh
yang kelak dapat memberikan kesejahteraan fisik, moral dan spiritual bagi
keluarga, masyarakat dan umat manusia.
Dalam makalah ini penulis akan menerangkan
mengenai kurikulum yang berkaitan dengan pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan
Islam yang dimaksudkan di sini tidak terbatas mempelajari mata pelajaran
pengetahuan Ugama Islam saja sebagaimana kefahaman kebanyakkan masyarakat.
Tetapi pendidikan Islam itu sebenarnya mempunyai jangkauan yang lebih luas
meliputi semua cabang ilmu pengetahuan yang dibenarkan oleh agama Islam.. Dari sekilas
pendahuluan diatas, maka pemakalah dapat merumuskan beberapa masalah, antara
lain :
1) Apa
definisi Kurikulum Pendidikan Islam?
2) Apa
materi pokok dalam Komponen Kurikulum Pendidikan Islam?
3) Bagaimana Urgensi Kurikulum Pendidikan Islam?
B.
Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, istilah kurikulum
(curriculum) berasal dari bahasa
Yunani yaitu curir yang artinya “pelari” dan curene yang berarti “tempat
berpacu”. Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam
bidang atletik pada zaman Romawi Kuno di Yunani. Dalam bahasa Prancis, istilah
kurikulum berasal dari kata courier
yang berarti berlari (to run).
Kurikulum berarti suatu jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari
garis start sampai dengan garis finish untuk memperoleh medali atau
penghargaan. Jarak yang harus di tempuh tersebut kemudian diubah menjadi
program sekolah dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Program tersebut
berisi mata pelajaran (courses) yang
harus ditempuh oleh peserta didik selama kurun waktu tertentu, seperti SD/MI
(enam tahun), SMP/MTs (tiga tahun). SMA/MA (tiga tahun) dan seterusnya.
Secara terminologis istilah
kurikulum (dalam pendidikan) adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh
atau diselesaikan peserta didik di sekolah untuk memperoleh ijazah. Tujuan
pendidikan yang ingin di capai itulah yang menentukan kurikulum dan isi
pendidikan yang diberikan. Selain itu tujuan pendidikan dapat mempengaruhi
stategi pemilihan teknik penyajian pendidikan yang dipergunakan untuk
memberikan pengalaman belajar pada anak didik dalam mencapai tujuan pendidikan
yang sudah dirumuskan. Dengan kurikulum
dan isi pendidikan inilah kegiatan pendidikan itu dapat dilaksanakan secara
benar seperti apa yang telah dirumuskan.
J.G Sailor (1981), merangkum
beberapa batasan mengenai pengertian kurikulum berdasarkan pengertian beberapa
ahli dinataranya: Menurut Lewis dan Meil, kurikulum adalah seperangkat bahan
pelajaran, rumusan hasil belajar, penyediaan kesempatan belajar, kewajiaban dan
pengalaman peserta didik. Taba berpendapat bahwa kurikulum tidak peduli
bagaimana rancanagan detailnya dan terdiri atas unsur-unsur tertentu, Ia
memberi petunjuk tentang beberapa pilihan dan susunan isinya. Akibatnya ia
memerlukan suatu program pengevaluasian hasil-hasilnya. Menurut Stratemayer Sc,
kurikulum dianggap sebagai hal yang meliputi bahan pelajaran dan kegiatan kelas
yang dilakukan anak dan pemuda keseluruhan pengalaman di dalam dan di luar
sekolah atau kelas yang disponsori oleh sekolah, dan seluruh pengalaman hidup
murid. Adapun batasan yang diterima pendidikan harus menetapkan ke arah ilmu
pengetahuan, pengertian-pengertian, kecakapan-kecakapan yang manakah
pengalaman-pengalaman yang baru akan dibimbing. Kebijakan ini menentukan scope
dari kurikulum sekolah.
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan manhaj yang bermakna jalan yang terang,
atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya.
Kurikulum pendidikan Islam dari segi bahasa bermakna jalan yang terang yang
dilalui seseorang, baik orang itu guru atau juru latih, atau ayah atau yang
lainnya, meliputi semua unsur-unsur proses pendidikan dan semua unsur-unsur
rencana pendidikan yang di ikuti oleh guru, atau pendidik, atau institusi
pendidikan dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya, meliputi tujuan-tujuan
pendidikan, perkara-perkara kajian, kemestian-kemestian pelajaran dan semua
kegiatan dan alat-alat yang menguatkannya, metode-metode yang digunakan dalam
mengajarkan pelajaran dan melatih murid-murid dan membimbingnya, menjaga
peraturan di antara mereka dan pada pergaulan mereka pada umumnya, dan
proses-proses dan alat-alat penilaian.
Jika diaplikasikan dalam kurikulum
pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh
pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam,
melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,keterampilan dan sikap. Dalam hal ini
proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara
serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna
( insan kamil ) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam
kurikulum pendidikan Islam.
Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa dalam kurikulum tidak hanya dijabarkan sebagai serangkain
ilmu pengetahuan yang harus di ajarkan oleh pendidik (guru) kepada anak didik
dan anak didik mempelajarinya, akan tetapi segala kegiatan yang bersifat
kependidikan yang dipandang perlu, karena mempunyai pengaruh terhadap anak
didik, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan baik yang bersifat islami maupun
bersifat umum.
C. Komponen Kurikulum Pendidikan
Islam.
Dari definisi tentang pengertian kurikulum di atas, dapat
disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan Islam mempunyai empat unsur atau aspek
utama yaitu:
1.
Tujuan
Tujuan pendidikan, sebagai komponen pertama
dari kurikulum adalah sesuatu yang akan dicapai oleh peserta didik melalui
proses pendidikan. Menurut Rahman ada dua istilah tujuan pendidikan yaitu:
a)
Tujuan khusus
Tujuan khusus yaitu untuk
mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya
akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kritis dan kreatif.
b) Tujuan umum
Tujuan umum yaitu memungkinkan
manusia memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk
menciptakan keadilan, kemajuan, dan keraturan dunia.
Tujuan pendidikan Islam merupakan arah yang selalu diusahakan
oleh pendidik agar tercapai. Tujuan ini sangat penting artinya karena pada
hakikatnya tujuan itu berfungsi sebagai pengakhir dan pengarah usaha, merupakan
titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi dan memmberi nilai
pada usaha-usaha tersebut. Pada prinsipnya tujuan pendidikan suatu komunitas
atau bangsa biasanya bersumber dari filsafat hidup dan kepercayaan yang dianut
oleh suatu bangsa. Karena kenyataannya bahwa pendidikan pada hakikatnya
merupakan hasil filsafat dan kepercayaan suatu bangsa. Demikian juga menentukan
tujuan pendidikan islam tentu sangat dipengaruhi oleh akidah umat islam itu
sendiri dan sumber ajarannya yakni alquran dan sunnah. Untuk itu setiap usaha
menentukan kebijakan apapun dalam pendidikan islam harus selalu berangkat dari
sumber utamanya.
2.
Materi / Bahan Ajar
Materi/bahan ajar bisa berupa kitab kuning
(seperti di pesantren-pesantren salaf), buku-buku, jurnal-jurnal,
laporan-laporan hasil penelitian, dan apa saja yang dapat digunakan sebagai
konteks untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Materi pada
masa sekarang diatur dalam bentuk-nama-nama mata pelajaran atau mata kuliah
sesuai dengan nomenklatur keilmuannya.
Dari mata pelajaran atau mata kuliah tersebut
terdapat sekian banyak literatur yang berfungsi sebagai bahan atau sumber
pembelajaran. Kemudian pembahasan kerangka materi seperti tersebut akan
digunakan untuk melihat seperti apa bahan atau sumber pendidikan menurut
Rahman. Misalnya, Rahman dengan mengacu kepada Alquran meminta manusia supaya
mempelajari apa yang terdapat pada diri manusia itu sendiri, alam semesta dan
sejarah umat manusia.
3.
Metode Pendidikan
Metode
pendidikan diperlukan untuk mengatur proses pembelajaran mulai dari persiapan
sampai dengan melakukan evaluasi. John P. Miller, seorang ahli metode
pembelajaran dari Ontario Institute for Studies in Education yang banyak
melakukan kritik terhadap metode pembelajaran. Menurut Miller banyak peserta
didik yang tidak tertarik belajar dikelas, bahkan mereka merasa tersiksa. Oleh
karena itu, disusunlah model pembelajaran yang menarik bagi peserta didik
dengan diberi nama Humanizing The Classroom: Models of Teaching in Affective
Education. Melvin L. Silberman mengemukakan 101 strategi pembelajaran yang
dapat mengaktifkan peserta didik.
Fazlur
Rahman banyak
melakukan kritik terhadap metode pendidikan umat Islam terutama abad
pertengahan yang hanya sekedar mengulang-ulang pelajaran sampai hafal. Metode
semacam ini disebut metode mekanis. Sebaliknya, Rahman menyarankan kepada umat
Islam agar menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan melakukan
observasi, analisis, dan eksperimen. Disamping itu, Rahman juga mengemukakan
metode gerakan ganda. Metode ini dapat dipahami, dirumuskan kembali dan
diterapkan dalam proses pembelajaran.
Metode
pendidikan islam yang dikehendaki oleh Umat Islam pada hakikatnya adalah
methode of education through the teaching of islam (metode pendidikan melalui
ajaran islam) atas semua bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan menurut
ajaran islam.
4. Evaluasi
Hasil Belajar
Evaluasi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan
telah dicapai peserta didik. Evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi
yang dapat mengevaluasi semua proses pendidikan mulai dari awal sampai akhir,
yang dapat mengevaluasi baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor. William
E. Blank mengemukakan suatu jenis evaluasi yang disebut dengan evaluasi
performansi.
Menurut
Blank hanya dengan evaluasi performansi seorang pendidik dapat mengetahui bahwa
peserta didiknya telah mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan atau
belum. Kemudian, evaluasi jenis ini akan digunakan untuk melihat pemikiran
pendidikan neomodernisme Rahman. Misalnya, sebagaimana telah dikemukakan diatas
bahwa tujuan pendidikan menurut Rahman adalah untuk mengembangkan manusia
sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi
pribadi yang kritis dan kreatif yang memungkinnya memanfaatkan sumber-sumber
alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan dan
keteraturan dunia. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan ini telah
dicapai oleh peserta didik, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap performansi
peserta didik terutama dari sifat kritis dan kreatif, dari segi kemampuan
memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan manusia, dan dari segi
keberhasilannya menciptakan keadilan, kemajuan, serta keteraturan dunia.
C. Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Diantara cirri-ciri umum kurikulum pada pendidikan islam
antara lain yaitu:
1.
Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan
kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama.
Segala yang diajarkan dan diamalkan dalam lingkungan agama dan akhlak dan
berdasarkan pada Al-Qur’an, sunnah, dan peninggalan orang-orang terdahulu yag
saleh.
2.
Meluasnya perhatian dan menyeluruhnya kandungan-kandungannya. Kurikulum yang
memperhatikan pengembangan dan bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar
dari segi intelektual, psikologi, social dan spiritual. Disamping menaruh
perhatian kepada pengembangan dan bimbingan terhadap aspek spiritual bagi
pelajar, dan pembinaan aqidah yang betul padanya, menguatkan hubungan dengan
Tuhannya, menghaluskan akhlaknya, melalui kajian terhadap ilmu-ilmu agama,
latihan spiritual dan mengamalkan syiar-syiar agama dan akhlak islam. Kurikulum
ini meliputi ilmu-ilmu al-qur’an termasuk tafsir, bacaan,dll,ilmu-ilmu hadist,
ilmu tauhid, ilmu nahwu, saraf, arudh, dan lain-lain.
3.
Cirri-ciri keseimbangan yang relative diantara kandungan-kandungan kurikulum
dari ilmu-ilmu dan seni atau kemestian-kemestian, pengalaman-pengalaman, dan
kegiatan-kegiatan pengajaran yang bermacam-macam. Kurikulum pendidikan Islam,
sebagaimana ia terkenal dengan menyeluruhnya perhatian dan kandunganya, juga
menaruh perhatian untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh, lengkap
melengkapi, dan berimbang antara orang dan masyarakat.
4.
Kecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer,
pengetahuan teknik, latihan kejuruan, bahasa asing, sekalipun atas dasar
perseorangan dan juga bagi mereka yang memiliki keediaan dan bakat bagi perkara-perkara
ini dan mempunyai kenginan untuk mempelajari dan melatih diri dalam perkara
itu.
5. Perkaitan
antara kurikulum dalam pendidikan Islam dalam kesediaan-kesediaan
pelajar-pelajar dan minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseorangan
diantara mereka.
D. Asas-asas Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut
Nasution, hendaknya kurikulum memiliki empat asas yaitu:
1. Asas filsafat berperan sebagai penentu
tujuan umum pendidikan Islam sehingga susunan kurikulum mengandung kebenaran
2. Asas sosiologi berperan untuk memberikan
dasar dalam menentukan apa saja yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan
masyarakat kebudayaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Asas organisatoris berfungsi untuk
memberikan dasar dalam bentuk bagaimanan bahan pelajaran itu disusun dan
penentuan luas urutan mata pelajaran
4. Asas psikologi tentang perkembangan anak
didik dalam berbagai aspek, serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat
dicerna dan dikuasai oleh anak didik sesuai dengan tahap perkembangannya.
Pendapat Nasution tentang asas-asas penyusunan kurikulum
tersebut, belum bisa sepenuhnya dijadikan sebagai dasar kurikulum pendidikan
Islam. Hal ini karena pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada
pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya
dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai
Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena
itu, menurut Hasan Langgulung dalam bukunya Asas-Asas
Pendidikan Islam, asas dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam adalah:
1. Asas-asas sosial, berfungsi memberi
kerangka budaya dari mana pendidikan itu bertolak dan bergerak dalam arti
memindahkan, memilih, dan mengembangkan budaya
2. Asas-asas politik dan administrasi, berfungsi memberi bingkai adeologi
(aqidah) untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah
dibuat.
3. Asas-asas ekonomi, berfungsi memberi perspektif tentang
potensi-potensi manusia dan keuangan, materi dan persiapan yang mengatur
sumber-sumbernya dan bertanggungjwab terhadap anggaran belanja.
4. Asas-asas sejarah, berfungsi untuk
mempersiapkan pendidik dengan hasil-hasil pengalaman masa lalu, ddengan
undang-undang peraturannya, batas-batas dan kekuarangan-kekurangannya.
5. Asas-asas psikologis, berfungsi memberi
informasi tentang watak-watak pelajar, guru, cara-cara terbaik dalam praktek,
pencapaian dan penilaian, dan pengukuran dan bimbingan.
6. Asas-asas
filsafat,
berfungsi untuk memberi kemampuampuan memilih yang lebih baik, member arah
suatu sistem, mengontrolnya, dan member arah kepada semua asas-asas lain.
E. Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Sistem
pendidikan Islam menuntut pengkajian kurikulum yang Islami yang tercermin dari
sifat dan karakteristiknya. Kurikululum seperti itu hanya mungkin, apabila
bertopang dan mengacu pada dasar pemikiran yang Islami pula, serta bertolak
dari pandangan tentang manusia (pandangan antropologis) serta diarahkan pada
tujuan pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islami.
Agar
kriteria kurikulum pendidikan tersebut di atas dapat terpenuhi, maka dalam
penyusunannya harus memepertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.
Sistem dan
perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras dengan fitrah insani,
sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dari penyimpangan,
dan menyelamatkan.
b.
Kurikulum
yang dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam,
yaitu ikhlas, taat, dan beribadah kepada Allah. Disamping itu, untuk
merealisasikan pelbagai aspek tujuan
tidak lengkap seperti aspek psikis, fisik, sosial, budaya, maupun intelektual.
Berbagai aspek tujuan pendidikan tidak lengkap ini, berfungsi dalam rangka
meluruskan dan mengarahkan pola hidup yang selanjutnya bermuara pada tujuan
akhir atau tujuan asasi pendidikan.
c.
Penahapan
serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodisasi perkembangan
peserta didik maupun unisitas (kekhasan) nya seperti karakteristik kekanakan,
kepriaan dan kewanitaan. Demikian pula fungsi serta peranan dan tugas
masing-masing dalam dalam kehidupan sosial.
d.
Dalam berbagai
pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, hendaknya kurikulum memelihara
segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat dan tetap bertopang pada jiwa dan
cita ideal Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai umat Islam
serta tetap mendukung dengan kesadaran dan harapan akan pertolongan Allah,
serta ketaatan kepada Rasul-Nya yang diutus untuk ditaati dengan izin Allah.
Dalam hal tersebut, kurikulum tersebut tetap memeperhatikan dan memelihara
berbagai kepentingan umat sesuai dengan kondisi dan lingkungannya yang
dilimpahkan Allah, seperti iklim tropis ataupun kondisi alam yang memungkinkan
pola kehidupan agraris, industrial ataupun masyarakat dagang, baik perdagangan
laut maupun darat, dan seterusnya.
e.
Secara
keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak
bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, bahkan sebaliknya terarah pada
pola hidup islami. Dengan kata lain kurikulum tersebut berpulang untuk menempuh
kesatuan. Kepada mereka diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan
pengalaman dalam menggali dan menyingkap rahasia segala yang ada serta
keberadaannya, hukum aturan dan keteraturannya serta kejadiannya.
f.
Hendaknya
kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan
situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat di Negara yang akan
melaksanakannya.
g.
Hendaknya
metode pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes/ fleksibel
sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi tempat, dengan
mengingat pula faktor perbedaan individual yang menyangkut bakat, minat serta
kemampuan siswa untuk menangkap, mencerna dan mengolah bahan pelajaran yang
bersangkutan.
h.
Hendaknya
kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat nilai
edukatif yang membuahkan tingkat laku positif serta meningkatkan dampak efektif
(sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi muda. Untuk itu diperlukan
pemanfaatan metode pendidikan yang memadai sehingga melahirkan dampak mendalam,
berupa berbagai kegiatan islam yang efisien. Dengan kata lain, metode
pendidikan yang digunakan itu hendaknya memungkinkan pelaksanaannya, mudah
ditangkap dan diserap siswa, serta membuahkan hasil yang manfaat.
i.
Kurikulum
itu hendaknya, memeperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang
bersangkutan, misalnya bagi suatu fase perkembangan tertentu diselaraskan
dengan pola kehidupan dan tahap perkembangan keagamaan dan pertumbuhan bahwa
bagi fase tersebut.
F. Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Perspektif
Al-Qur’an dan Hadist
1.
Tujuan Pendidikan Dalam Kisah Al-Qur’an
Dalam
Al-Qur’an terdapat bermacam-macam kisah yang berdasarkan tokohnya bisa
dikategorikan sebagai berikut : Pertama, kisah para rasul dan nabi menyangkut
dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang terjadi serta sikap para
penentang kisah-kisah yang berkaitan. Kedua, kisah-kisah yang berkaitan dengan
umat yang terdahulu yang tidak dapat dipastikan kenabiannya, seperti kisah
Thalut, Jalut, dua putranya dan Ashabul Kahfi, dan sebagainya. Ketiga, kisah
yang berkaitan dengan perstiwa yang terjadi di zaman Nabi seperti perang Badar,
Uhud, Hunain dan sebagainya.
Penuturan
kisah-kisah tersebut dalam Al-Qur’an bukan sekedar untuk dihafal, namun
penyampaian tersebut terkait dengan bagaimana metode menyampaikan sinar
petunjuknya. Dalam Al-Qur’an terdapat dua metode yang ditempuh untuk
menyampaikan petunjuk di dalamnya. Pertama, direct
method / thariqah yakni metode langsung dalam bentuk perintah dan larangan.
Kedua, mubasyirah indirect method /
thariqah ghair mubasyirah, yakni metode tidak langsung, diantaranya dengan
melalui kisah, matsal (perumpamaan)
dan ta’ridl (sindiran).
Prof.
Dr. H. Nizar Ali, M.Ag dan Dr. H. Sumedi, M.Ag dalam bukunya Antologi Pendidikan Islam membagi tujuan
penyampaian kisah Al-Qur’an dalam tiga kategori, yaitu:
a) Tujuan informatif, yakni member
informasi tentang keberadaan kisah yang diceritakan menyangkut tokoh, tempat
atau peristiwa yang terjadi. Misalnya bagaimana kisah tokoh Ashhabul Kahfi, Kisah
kota Iram, peristiwa hancurnya kaum Sodom dan sebagainya.
b) Tujuan justifikatif-korektif, yakni
membenarkan kisah-kisah yang pernah diceritakan dalam kitab-kitab sebelumnya,
seperti Taurat dan Injil namun, sekaligus mengoreksi kesalahannya. Misalnya
koreksi Al-Qur’an terhadap posisi Nabi Isa a.s. yang dianggap sebagai anak
Tuhan oleh kaum Nasrani, dan juga Uzair yang dianggap anak Tuhan oleh kaum
Yahudi.
c) Tujuan edukatif, yakni bahwa kisah-kisah
Al-Qur’an membawa pesan-pesan moral dan nilai-nilai pendidikan yang sangat
berguna bagi pembaca dan pendengar kisah tersebut untuk dijadikan ‘ibrah (pelajaran).
2. Tujuan
Pendidikan Dalam Perspektif Hadist
Tujuan pendidikan menurut hadis Nabi SAW merupakan
penegasan dan bentuk penguatan tujuan tujuan pendidikan menurut Al-Qur’an,
yakni membentuk dan membina manusia secara pribadi dan kelompok agar mampu
menunaikan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya yang merupakan tujuan
penciptaan manusia.
Tujuan pendidikan dalam hadis Nabi SAW masih terlalu
umum dan memerlukan penjabaran ke dalam tujuan-tujuan khusus yang berbasis pada
fitrah manusia dengan memperhatikan tiga aspek, yaitu:
a)
Aspek jasmani
Tujuan pendidikan tidak akan
tercapai jika kondisi kesehatan jasmani peserta didik tidak sehat. Bahkan semua
aspek ibadah ritual ini dalam Islampun memerlukan aspek kesehatan jasmani ini.
Pendidikan aspek jasmani ini bertujuan agar peserta didik bisa menjadi
terampil, sehat, dan enerjik sehingga dapat merealisasikan tujuan-tujuan kehidupan
yang sesuai dengan konsep Islam.
b) Pendidikan
dan pembinaan aspek akal
Al-Razi menyatakan bahwa manusia
pada dasarnya mempunyai daya fikir yang sama besar, dan perbedaan kemampuan
berfikir antara manusia satu dengan lainnya timbul karena perbedaan pendidikan
dan suasana perkembangannya. Produk pendidikan dan pembinaan akal ini akan
menghasilkan ilmu pengetahuan, dan ahli dalam pemakaian perbendaharaan ilmu
pengetahuan
c) Pendidikan
dan pembinaan aspek jiwa
Jiwa yang ada dalam diri manusia merupakan
kekuatan batin dan juga faktor internal yang menggerakan manusia dalam
perbuatan luhur. Produk pembinaan aspek ini menghasilkan kesucian, kejujuran,
keindahan, dan etika.
Al-Jamali berpendapat bahwa tujuan
pendidikan adalah:
a) Agar
seseorang mengenal statusnya si antara makhluk dan tanggung jawab masing-masing
individu di dalam hidup mereka di dunia.
b) Agar
seseorang mengenal interaksinya dalam masyarakat dan tanggung jwab mereka di
tengah-tengah sistem kemasyarakatan.
c) Supaya
manusia kenal dengan alam semesta dan membimbingnya untuk mencapai hikmah Allah
dalam menciptakan alam semesta dan memungkinkan manusia untuk menggunakannya.
d) Supaya
manusia kenal akan Tuhan Pencipta ala ini dan mendorongnya untuk beribadah
kepada-Nya.
Muhammad Atiyah al-Arbasyi merinci
tujuan pendidikan itu sebagai berikut:
a)
Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
b) Sebagai
persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c) Sebagai
persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan.
Pendidik-pendidik muslim memandang bahwa kesempurnaan manusia tidak akan
tercapai kecuali dengan memadukan antara aga dan ilmu pengetahuan, atau menaruh
perhatian pada segi-segi spiritual, akhlak dan segi-segi kemanfaatan.
d) Menyiapkan
peserta didik dari segi professional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat
menguasai profesi, tekni dan perusahaan tertentu, suapaya ia dapat mencari
rezeki dalam hidup dan hidup dengan mulia selain memelihara segi kerohanian dan
agama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj
yang berarti jalan yang terang yang dilalui seseorang, baik orang itu guru
atau juru latih, atau ayah atau yang lainnya, meliputi semua unsur-unsur proses
pendidikan dan semua unsur-unsur rencana pendidikan yang di ikuti oleh guru,
atau pendidik, atau institusi pendidikan dalam mengajar dan mendidik
murid-muridnya, meliputi tujuan-tujuan pendidikan, perkara-perkara kajian,
kemestian-kemestian pelajaran dan semua kegiatan dan alat-alat yang
menguatkannya, metode-metode yang digunakan dalam mengajarkan pelajaran dan
melatih murid-murid dan membimbingnya, menjaga peraturan di antara mereka dan
pada pergaulan mereka pada umumnya, dan proses-proses dan alat-alat penilaian.
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka
kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk
membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui
akumulasi sejumlah pengetahuan,keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses
pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan,
tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna ( insan kamil
) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan
Islam
Dalam menentukan atau memilih kurikulum haruslah
mempertimbangkan aspek tujuan agama dan akhlak. Kerangka kurikulum pendidikan
Islam pada dasarnya sama dengan kerangka kurikulum umum, hanya saja disesuaikan
dengan tujuan pendidikan Islam yang beredoman pada Al-Qur’an dan Hadits.
Kerangka kurikulum tersebut adalah tujuan, isi kurikulum, metode, dan evaluasi
kurikulum.
B.
Saran
Di dalam makalah ini, mungkin banyak
sekali terdapat kekurangan
dan kesalahan, baik
dari segi penulisan ataupun pengertian. Oleh karena itu, penulis memohon maaf dan meminta
saran dan kritikan yang sifatnya membangun, agar dapat menjadi perbaikan bagi penulis untuk penulisan makalah-makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H.
M. T.th. Filsafat Pendidikan Islam.
Cet. ke-4. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, Zainal. 2011. Konsep & Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Hamdani,
Ihsan. 2001. Filsafat Peendidikan Islam:
untuk fakultas Tarbiyah komponen MKK. Yogyakarta: Pustaka Setia.
Jalaluddin,
Abdullah Idi. 2002. Filsafat
Pendidikan(Manusia, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Langgulung,
Hasan. 2003. Asas-Asas pendidikan islam,
Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru.
Nizar Ali
dan Sumedi, 2010. Antologi Pendidikan Islam,
Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga dan Idea Press.
Nuryanti. Filsafat
Pendidikan Islam Tentang Kurikulum, Hunafa, Vol. 5, No.3, Desember 2008.
Omar
Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany. 1979. Falsafah
Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Terjemahan Hasan Langgulung.
Siregar, Maragustam.
2010. Mencetak Pembelajar Menjadi Insan
Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam). Yogyakarta: Nuha Litera.
http://nalar-langit.blogspot.co.id/2016/01/media-pendidikan-islam.html
Sutrisno, 2006. Pendidikan
Islam yang Menghidupkan, Yogyakarta: Kota Kembang.
Uhbiyati, Nur. 1997.
Ilmu Pendidikan Islam (IPI),
Bandung: Pustaka Setia.
Zuhairini
dkk, 1994. Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara.