BAB II
PEMBAHASAN
A. HUKUM ISLAM DI ASIA TENGGARA
1. Hukum Islam di Malaysia
Malaysia
adalah negara yang berdiri pada 31 agustus 1957 yang dipimpim oleh
perdana menteri pertamanya Tengku Abdul Rahman. Malaysia adalah
merupakan negara federasi yang terdiri dari 13 negara bagian dengan
ketentuan 11 di semenanjung Malaysia dan 2 lagi di pulau kalimantan,
negara ini juga merupakan negara bekas jajahan inggris yang penduduknya
meliputi campuran aneka latar belakang, warna kulit, suku bangsa dan
budaya. Jumlah penduduknya terdiri dari 16.500.000 jiwa yang separuh
lebih masyarakatnya beragama islam yang berlatar belakang melayu.
Implementasi hukum Islam di Malaysia, tampak dari kodifikasi yang dilakukan yang telah melewati tiga fase, yaitu:
a. periode Melayu
Kodifikasi
hukum paling awal termuat dalam prasasti Trengganu yang di tulis dalam
aksara Jawi, memuat daftar singkat mengenai sepuluh aturan dan bagi
siapa yang melangarnya akan mendapat hukuman. Selain kodifikasi hukum
tersebut, juga terdapat buku aturan hukum yang singkat, salah satu
diantaranya adalah Risalah Hukum Kanun atau buku Hukum Singkat Malaka yang memuat aturan Hukum Perdata dan Pidana Islam.
b. Periode penjajahan Inggris
Pada
fase penjajahan Inggris, posisi hukum Islam sebagai dasar negara
berubah. Administrasi hukum Islam dibatasi pada hukum keluarga dan
beberapa masalah tentang pelanggaran agama.
c. Periode kemerdekaan
Pada
fase awal kemerdekaan Malaysia, pengaruh serta pakar hukum Inggris
masih begitu kuat, namun di beberapa negara bagian telah diundangkan
undang-undang baru mengenai administrasi hukum Islam. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan pendasaran konstitusi serta wewengan pada
Majelis Agama Islam, Departemen Agama, dan Pengadilan Syari’ah.
Pada
dekade 80-an telah diupayakan perbaikan hukum Islam di berbagai negara
bagian. Untuk itu, sebuah konferensi nasional telah diadakan di Kedah
untuk membicarakan hukum Islam, khususnya yang berkaitan dengan masalah
hukum pidana. Maka dibentuklah sebuah komite yang terdiri dari ahli
hukum Islam dan anggota bantuan hukum, kemudian mereka dikirim ke
berbagai negara Islam untuk mempelajari hukum Islam dan penerapannya di
negara-negara tersebut. Sebagai wujud perhatian pemerintah federal
kepada hukum Islam, maka pada saat yang sama dibentuk beberapa komite
diantaranya bertujuan untuk menelaah struktur, yuridiksi, dan wewenang
Pengadilan Syari’ah dan merekomendasikan pemberian wewenang dan
kedudukan yang lebih besar kepada hakim Pengadilan Syaria’ah,
mempertimbangkan suatu kitab UU hukum keluarga Islam yang baru guna
mengantikan yang lama sebagai penyeragaman UU di negara-negara bagian.
Dan salah satu komite juga mempertimbangkan proposal adaptasi hukum
acara pidana dan perdata bagi Pengadilan Syari’ah.
Pada dasarnya hukum Islam di Malaysia, ada yang menyangkut persoalan perdata dan ada yang menyangkut persoalan pidana.
Dalam bidang perdata meliputi :
1. Pertunangan, nikah cerai, membatalkan nikah atau perceraian.
2. Memberi harta benda atau tuntutan terhadap harta akibat perkara di atas.
3. Nafkah orang di bawah tanggungan, anak yang sah, penjagaan dan pemeliharaan anak.
4. Pemberian harta wakaf.
5. Perkara lain yang diberikan kuasa berdasarkan undang-undang.
Dalam persoalan pidana mengatur hal sebagai berikut:
1. Penganiayaan terhadap istri dan tidak patuh terhadap suami.
2. Melakukan hubungan seks yang tidak normal.
3. Penyalah-gunaan minuman keras.
4. Kesalahan terhadap anak angkat.
5. Kesalahan-kesalahan lain yang telah diatur lebih jauh dalam undang-undang.
Walaupun
beberapa masalah telah diatur dalam hukum Islam di Malaysia, namun
hukum Inggris tetap diberlakukan pada sebagian besar legislasi dan
yudisprudensi. UU Hukum Perdata 1956 menyebutkan bahwa jika tidak
didapatkan hukum tertulis di Malaysia, Pengadilan Perdata harus
mengikuti hukum adat Inggris atau aturan lain yang sesuai. Dengan
demikian hukum Islam hanya berlaku pada wilayah yang terbatas, yaitu
yang berhubungan dengan keluarga dan pelanggaran agama. Dalam hukum
keluarga, pengadilan perdata tetap memiliki yuridiksi, seperti dalam
kasus hak milik, warisan, serta pemeliharan anak. Bila terdapat
pertentangan antara pengadilan perdata dan syari’ah, maka kewenagan
peradilan perdata lebih diutamakan. Melihat kenyataan tersebut di atas,
eksistensi hukum Islam di Malaysia sesungguhnya belum berlaku secara
menyeluruh terhadap semua penduduk negara tersebut. Hal ini karena masih
adanya pengaruh hukum koloni Inggris yang pernah menjajah Malaysia.
2. Hukum Islam di Brunai Darussalam
Masuknya
Islam ke Brunei sejalan dengan masuknya Islam ke Nusantara,dan
setidak-tidaknya terjadi setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun
1511 M. Sebelum datangnya Inggris, Undang-Undang yang dilaksanakan di
Brunei ialah Undang-Undang Islam yang telah dikanunkan dengan hukum
qanun Brunei. Hukum Qanun Brunei tersebut sudah ditulis pada masa
pemerintahan Sultan Hassan (1605-1619 M) yang disempurnakan oleh Jalilul
jabbar (1619-1652 M).
Pemberian
kekuasaan di bidang hukum secara penuh baru diberikan kepada Inggris
setelah ditandatanganinya perjanjian pada 1888 dalam Artikel VII yang
membuat aturan :
a. Bidang
kuasa sivil dan jinayah kepada jawatan kuasa Inggris untuk
mengendalikan kes rakyat, kes rakyat asing dari negara-negara jajahan
Inggris dan kes rakyat negara lain jika mendapat persetujuan kerajaan
negara mereka.
b. Bidang
kuasa untuk menghakimkan kes yang melibatkan rakyat Brunei jika rakyat
Brunei dalam kes tersebut merupakan seorang penuntut atau pendakwa.
Tetapi jika didalam sesuatu kes tersebut, rakyat Brunei adalah orang
yang dituntut atau didakwa maka kes itu akan diadili oleh Mahkamah
Tempatan.
Kekuasaan
yang lebih luas lagi dalam bidang hukum diberikan setelah adanya
perjanjian tahun 1906. Dengan perjanjian tersebut Inggris lebih leluasa
mendapat kekuasaan yang luas untuk campur tangan dalam urusan per-Uuan,
Pentadbiran keadilan dan kehakiman, masalah negara dan pemerintahan
kecuali dalam perkara-perkara agama Islam.
Perlu diketahui di Brunei Darussalam terjadi perjanjian kurang lebih sekitar lima perjanjian yaitu:
1. Perjanjian
pada tahun 1847 Sultan Brunei mengadakan perjanjian dengan Inggris Raya
untuk memajukan hubungan dagang dan penumpasan para pembajak.
2. Perjanjian kedua pada tahun 1881 yaitu perjanjian negara brunei berada dibawah proteksi Inggris Raya.
3. Perjanjian pada tahun 1856 intervensi Inggris dalam tulisan hukum Brunei (intervensi )
4. Perjanjian pada tahun 1888 tentang bidang kekuasaan kehakiman di Brunei (pembagian kekuasaan kehakiman dengan pihak Inggris)
5. Perjanjian
pada tahun 1906 tentang kekuasaan dalam bidang hukum (kekuasaan
intervensi perundangan-undangan, pentadbiran keadilan, dan kehakiman,
masalah negara dan pemerintahan )
Perjanjian-perjanjian
tersebut menimbulkan efek yang sangat jelas bagi perkembangan hukum di
negara Brunei. Brunei Darussalam memiliki kekuasaan kehakiman yang
terpisah yaitu kekuasaan kehakiman Inggris dan kekuasaan kehakiman
Brunei. Sungguh mengherankan bukan suatu negara mempunyai kekuasaan
kehakiman yang lain disamping kekuasaan kehakiman Brunei. Disamping itu
pula Inggris mempunyai kekuasaan untuk intervensi dalam urusan
perundang-undangan kehakiman masalah negara terkecuali perkara-perkara
agama islam. Terlihat jelas sekali bahwa perjanjian-perjanjian dengan
pihak Inggris banyak berdampak negatif yaitu merugikan bangsa Brunei
dalam hal mereka sebagai bangsa yang ingin merdeka.faktor-faktor yang
menyebabkan Brunei selalu terposok atau tersudut dalam perjanjian
kemungkinan karna lemahnya sultan dalam menghadapi tekanan-tekanan
Inggris dan juga lemahnya pengetahuan strategis politik sehingga terjadi
ketidak adilan dalam pembagian kekuasaan. Seperti pada petisi yang
diajukan pada Kesultanan Brunei kepada seluruh Jaya British pada 2 Juli
1986 dimana petisi itu berisi dua tuntutan dari kedua petisi hanya
masalah nomor satu yang disetujui oleh Inggris dan tidak dilanjuti
dengan mengembangkan Mahkamah Syari'ah sedangkan yang kedua ditolak
karena isinya bertentangan dengan isi perjanjian tahun 1906. Mahkamah
syari'ah Bunei hanya dibenarkan melaksanakan Undang-undang Islam yang
berkaitan denagn perkara-perkara kawin, cerai, dan ibadah (khusus).
Sedangkan masalah yang berkaitan dengan jinayah diserahkan kepada
Undang-undang Inggris yang berdasarkan Common Law England. Untuk
seterusnya peraturan dan perundang-undangan di Brunei terus-menerus
mengalami perombakan.
3. Hukum Islam di Filiphina
Filipina
adalah negara kepulauan dengan 7.107 buah pulau. Penduduknya yang
berjumlah 47 jiwa menggunakan 87 dialek bahasa yang berbeda-beda yang
mencerminkan banyaknya suku dan komunitas entis.
Kodifikasi
syariah yang sistematis telah dimulai sejak tahun empat puluhan untuk
diterapkan dalam masyarakat Islam di empat provinsi selatan. Kodifikasi
tersebut sekarang telah tercakup dalam Undang-Undang Sipil Thailand yang
berkenaan dengan keluarga dan warisan. Dalam hal ini, kandungan syariah
bersifat inklusif untuk mengadili kasus di antara umat Islam.
Bagaimanapun, seluruh sistemnya berkaitan langsung dengan fiqih Syafi'i.
karena mayoritas masyarakat Muslim Thailan menganut mazhab ini.
Pertentangan antara orang Islam yang menganut mazhab yang berbeda tidak
dapat diselesaikan oleh sistem peradilan yang ada, karena yang digunakan
hanyalah yang telah sah dikodifikasikan, meskipun Dato Yuttitham
sendiri mampu mengatasinya. Suatu kodifikasi yang sistematis dan
penerapannya yang inklusif di Thailand pasti akan menguntungkan umat
Islam, sekaligus seluruh masyarakat.
Dalam
mengkaji "Ajuan UU tentang Administrasi UU Islam 1974" yang
dipersiapkan oleh Staf Riset dan juga dalam rancangan tentang "Kitab UU
Perseorangan Muslim Filipina", kerja Komite diarahkan berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
a. Mengenai
sistem hukum Islam, yang dipertimbangkan merupakan sebuah sistem yang
lengkap yang terdiri dari hukum perdata, pidana, perdagangan, politik,
internasional, serta agama, hanya yang secara benar-benar bersifat
pribadilah yang dikodifikasi.
b. Hukum
perorangan memasukkan tindakan serta praktik yang diwajibkan oleh hukum
Islam. Sementara itu, sesuatu yang dilarang serta membutuhkan hukuman
tak bersyarat tetap berstatus larangan.
d. Jika
aturan hukum mengenai suatu masalah dirasa terlalu rumit, maka hanya
prinsip umumnya yang dicantumkan. Adapun rincian dari aturan tersebut
diserahkan kepada hakim untuk menjabarkan secara tepat.
e. Tidak ada aturan dalam bentuk apa pun untuk dimasukkan ke dalam UU jika hal itu bertentangan dengan Konstitusi Filipina.
f. Tidak
ada aturan yang harus dimasukkan, kecuali hal itu didasarkan pada
prinsip hukum Islam yang telah dikemukakan oleh empat mazhab fiqih.
4. Hukum Islam di Thailand
Negara
bukan Islam yang berjulukan Negara Gajah Putih, tercatat minoritas kaum
Muslim yang berjumlah sekitar 5% atau 1,5 juta jiwa dari penduduk
Thailand, Mayoritas Muslim tinggal di wilayah selatan khususnya Pattani,
Yala, dan marathiwat.
Adapun dinamika pelaksanaan Hukum Islam di Thailand, dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Pra-kolonialisasi
Sebelum
kolonial eropa ( asia Tenggara adalah negara jajahan eropa )
mengukuhkan kekuasaannya di Dunia Melayu,hukum islam sebagai hukum yang
berdiri sendiri telah ada didalam masyarakat, tumbuh dan berkembang di
kesultanan-kesultanan Melayu disamping kebiasaan atau adat
masyarakat.Bahkan pelaksanaan hukum Islam terlihat meliputi aspek yang
lebih luas,tidak saja hanya menyangkut perkara-perkara pribadi sperti
nikah,talak,rujuk,waris,hadhanah,tetapi juga mencakup hukum pidana
termasuk hukum hudud.
2. Masa Kolonial
Dibawah
jajahan negara-negara eropa, pelaksanaan hukum Islam di Asia Tenggara
tidak mengalami perkembangan berarti, sebaliknya malah banyak mengalami
pengebirian. Melalui berbagai kebijaksanaan, kolonial berhasil mereduksi
dan membatasi pelaksanaan hukum islam. Bila sebelumnya, pelaksanaan
hukum islam mencakup masalah perdata dan pidana, sekarang menjadi
terbatas hanya pada perkara-perkara yang berhubungan kekeluargaan.
3. Pasca-kolonialisasi
Setelah
meraih kemerdekaan,umat islam di negara-negara Asia Tenggara kembali
berupaya setahap demi setahap untuk melaksanakan hukum Islam selain
bidang ibadah,seperti masalah kekeluargaan (seperti
perkawinan,perceraian, rujuk dan kewaisan), juga dalam hal-hal yang
berkaitan dengan mu’amalah. Namun, semua itu tentu melalui upaya keras
dan proses yang cukup panjang.
Di
negara ini belum ada pengadilan agama.Wewenang untuk mengadili urusan
yang berkaitan dengan keluarga dan warisan diserahkan kepada hakim agama
yang disebut Dato Yutitham. Inipun hanya berlaku di empat
propinsi daerah Muslim di Thailand Selatan, yaitu Pattani, Yala,
Naratiwat, dan Satun. Dato Yuttitam biasanya di pilih oleh imam-imam
masjid, dan langsung dikontrol oleh pengadilan umum setempat. Seluruh
keputusan yang dikeluarkan tentunya mempunyai kekuatan hukum, meski
terbatas di propinsi tersebut.
Hukum Islam (mengenai keluarga dan warisan) hanya berlaku di empat propinsi bagian selatan. Bagi
muslim di propinsi lain, karena syari’ah tidak diakui secara hukum,
satu-satunya jalan adalah melalui lembaga negara bila ingin di akui
secara sah.
Kodifikasi
syariah yang sistimatis telah dimulai sejak tahun empat puluhan untuk
diterapkan dalam masyarakat Islam di empat provinsi selatan Thailand.
Kodifikasi sekarang telah tercakup dalam Undang Undang Sipil Thailand
yang berkenaan dengan keluarga dan warisan, dimana kandungan syariahnya
bersifat inklusif mengadili kasus di antara umat Islam. Seluruh
sistem berkaitan langsung dengan mazhab Syafi’i, karena mayoritas
masyarakat Muslim Thai menganut mazhab ini. Pertentangan antara orang
Islam yang menganut mazhab yang berbeda tidak dapat diselesaikan dengan
sistem peradilan yang ada karena yang digunakan hanyalah yang telah sah
dikodifikasikan. Sampai kini kodifikasi syariah yang ada beserta
administrasinya tidak pernah ditinjau ulang. Mungkin karena kenyataan
ini, dan sebab-sebab lain seperti yang telah dikemukakan di atas, tidak
banyak kasus yang kemudian dibawa ke Dato Yuttitham. Selain
itu, kurangnya kualifikasi hakim islam, juga menimbulkan sikap ragu dan
tidak percaya di kalangan Muslim untuk menyelesaikan perkaranya melalui
otoritas ini. sejauh ini, tidak adanya standar pendidikan agama minimum
yang di persyaratkan bagi hakim kecuali kesepakatan umum bahwa hakim
harus memiliki pengetahuan Syari’ah yang luas.
Keterbatasan
ikatan hukum bagi hukum islam, karena keterbatasan subjek materinya.
Misalnya, Secara hukum, adalah sah perkawinan atau perceraian yang
dilaksanakan oleh Dato yuttitam atau imam. Namun demikian, karena hukum
negara tidak membenarkan poligami, maka perkawinannya dengan wanita
berikutnya, istri-istri dan anak cucunya tidak diakui secara resmi.
Semua registrasi selain dengan istri pertama dianggap tidak sah.
Konsekuensinya, bagi mereka yang menganut poligami, istri berikut serta
keturunan tidak mendapatkan hak privilese secara hukum, seperti biaya
pendidikan dan kesehatan yang diperoleh oleh sang suami.
5. Hukum Islam di Singapore
Perkembangan
Islam di singapura boleh dikatakan tidak ada hambatan, baik dari segi
politik maupun birokratis. Muslim di Singapura ± 15 % dari jumlah
penduduk, yaitu ± 476.000 orang Islam. Sebagai temapt pusat kegiatan
Islam ada ± 80 masjid yang ada di sana. Pada tanggal 1 Juli 1968,
dibentuklah MUIS (majelis Ulama Islam Singapura) yang mempunyai tanggung
jawab atas aktivitas keagamaan, kesehatan, pendidikan, perekonomian,
kemasyarakatan dan kebudayaan Islam. Singapura menganut sistem sekuler,
di mana pemerintah menerapkan netralitas terhadap semua agama yang ada.
Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, diketahui bahwa penduduk singapura
yang berumur di atas 15 tahun menganut beberapa agama, yaitu Budha
42.5%. Islam 14.9%, Kristen 14.6%, Tao 8.5%, Hindu 4.0% dan Agama lain
(Yahudi, Zoroaster,dll 0.6%). Kecuali itu, masih ada sekitar 14.8% yang
tidak memiliki atau menganut agama tertentu.
Pada
fase awal, Islam yang disuguhkan kepada masyarakat Asia Tenggara lebih
kental dengan nuansa tasawuf. Karena itu, penyebaran Islam di Singapura
juga tidak terlepas dari corak tasawuf ini. Buktinya pengajaran tasawuf
ternyata sangat diminati oleh ulama-ulama tempatan dan raja-raja Melayu.
Kumpulan tarekat sufi terbesar di Singapura yamg masih ada sampai
sekarang ialah Tariqah ‘Alawiyyah yang terdapat di Masjid Ba’lawi.
Tarekat ini dipimpin oleh Syed Hasan bin Muhannad bin Salim al-Attas.
Selain tarekat itu juga dijumpai tarekat Al-Qadiriyyah Wa al
Naqshabandiyyah yang berpusat di Geylang Road yang dikelola oleh
organisasi PERPTAPIS (Persatuan Taman Pengajian Islam).
Lembaga-lembaga
Islam di Singapura diantaranya adalah, Majelis Ugama Islam Singapura
(MUIS), Himpunan Dakwah Islamiyah Singapura (JAMIYAH) dan Majelis
Pendidikan Anak-anak Muslim (MENDAKI). Berkenaan dengan MUIS, Pada bulan
agustus 1966, parlemen singapura mengeluarkan pengaturan pelaksanaan
hukum Islam (administration of Islam law act) atau biasa disingkat AMLA.
Yang mengantar pada suatu tahap baru dalam sejarah perundangan dan
administrasi Islam di negara ini. MUIS yang berada dibawah undang-undang
tersebut, dibentuk pada tahun 1968. MUIS
ini, merupakan suatu badan hukum yang mengurusi hal-hal yang berkenaan
dengan agama Islam di Singapura. Antara lain memusatkan terhadap
pengumpulan zakat, yang pada awalnya ditangani oleh masjid-masjid lokal,
selain itu juga mengambil alih administrasi wakaf. Kemudian, MUIS juga
brtanggung jawab untuk komite fatwa dan menjadi panitia haji.
Kemudian,
lembaga Islam JAMIYAH. Lembaga ini didirikan oleh Maulana Muhammad
Abdul Sidiiqui. Ia merupakan seorang sufi yanga sangat kahrismatik,
seorang mujaddid (refomer, pembaru) atau muballigh (pendakwah).
Lembaga ini mendirikan lembaga wakaf, membuka rumah sakit, membangun
masjid atau madrasah serta menyumbangkan uang dan fasilitas untuk
hari-hari besar Islam seperti maulid nabi.
Selain
itu aktivitas dari lembaga ini, termasuk pula memberikan kebutuhan
orang-orang yang ada dirumah sakit atau dipenjara, dan mengajari mereka
pengajaran agama (Islam). Pengajaran ini, juga diberikan pada
orang-orang yang baru masuk Islam Yang terakhir adalah lembaga Islam
MENDAKI. Lembaga ini, didirikan pada tahun 1981, yang bergerak dalam
bidang pendidikan, yang menangani permasalahan pendidikan anak muslim.
Lembaga ini memperoleh dukungan yang luar biasa, baik dari etnis Melayu
Muslim sendirimaupun dari pemerintah, sehingga pada tahun 1982 status
lembaga ini meningkat menjadi yayasan setelah sukses menyelenggarakan
kongres tentang pendidikan anak-anak Muslim. Dan keberadaan MENDAKI ini,
juga memepercepat lahirnya publikasi bahan-bahan dan karya yang terkait
dengan pendidikan bagi minoritas muslim di Singapura. Walaupun, pada
masa-masa awal masih berbentuk makalah dan belum berbentuk buku. Akan
tetapi, MENDAKI dan organisasi muslim lainnya yaitu JAMIYAH dan MUIS
tetap menerbikan artikel dan makalah yang disampaikan dalam beberapa
seminar dan konferensi.
Sementara,
untuk penerapan hukum Islam di Singapura dapat dilihat antara lain
dalam upacara penikahan. AMLA, menggariskan bahwa orang yang ingin
menikah harus mencapai umur 16 tahun. Namun, meskipun demikian apabila
ada permohonan kawin oleh orang yang belum mencapai usia 16 tahun,
pengadilan agama dalam situasi tertentu dapat mengabulkan permohonan
tersebut bila memang yang memohon sudah “dewasa”.
Selain
itu, AMLA, juga mengharuskan suami yang ingin menikah lagi atau
beristri lebih dari satu untuk membuat permohonan khusus yang menyatakan
alasan-alasannya serta membuat pernyataan yang menunjukkan
kesanggupannya untuk menghidupi dua istri atau lebih. Sementara, untuk
kepentingan administratif, AMLA meminta agar melaporkan setiap setiap
talak yang dijatuhkan dalam jangka waktu seminngu untuk dicatat pasangan
suami istri tersebut juga harus mengisi lembaran yang sudah ditentukan.
6. Hukum Islam di Indonesia
Islam
di Indonesia (Asia Tenggara) merupakan salah satu dari tujuh cabang
peradaban Islam (sesudah hancurnya persatuan peradaban Islam yang
berpusat di Baghdad tahun 1258 M). Ketujuh cabang peradaban Islam itu
secara lengkap adalah peradaban Islam Arab, Islam Persia, Islam Turki,
Islam Afrika Hitam, Islam anak Benua India, Islam Anak Melayu, dan Islam
China. Kebudayaan (peradaban) yang di sebut Arab Melayu tersebar di
wilayah Asia Tenggara memiliki ciri-ciri universal menyebabkan peradaban
itu tetap mempertahankan bentuk integralitasnya, tetapi pada saat yang
sama tetap mempunyai unsur-unsur yang khas di kawasan itu.
Kedatangan
Islam dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan rakyat pada
umumnya, dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu kerajaan
kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan dikalangan
keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan
bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka
berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat
karena menguasai pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah
berdiri, penguasannya melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam.
Hal itu bukanlah persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk
menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya.
Sebenarnya
penerapan hukum Islam sudah lama dilaksanakan di Nusantara sebelum masa
kolonial. Berikut akan pemakalah uraikan perkembangan hukum Islam di
Indonesia dari masa kolonial sampai kemerdekaan.
a. Masa kolonial
Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa kolonial dapat kita lihat melalui beberapa teori, yaitu:
2. Teori Kredo
Teori
kredo ini berlaku di Indonesia ketika negeri ini berada di bawah
kekuasaan para Sultan. Dalam hal ini, biasanya pemberlakuan hukum Islam
sangat bergantung pada mazhab yang dianut oleh para Sultan tersebut.
Terlepas dari mazhab yang dianut, hukum Islam telah dilaksanakan oleh
masyarakat. Tidak semata-mata dalam bidang hukum perdata tetapi juga
dalam bidang pidana, dan juga dalam bidang hukum tata negara. Walaupun
pada awalnya pelaksaan hukum Islam mendapat campur tangan kerajaan,
tetapi lambat-laun hukum Islam menjadi kesadaran hukum Islam yang
bersifat massif. Dengan kata lain, sosialisasi hukum Islam pada saat itu berjalan sangan hebat.
3. Teori Receptio in Complexu
Atas dasar penerimaan hukum Islam sebagai norma hukum yang berlaku dalam masyarakat, muncullah teori Receptio in Complexu yang
di introdusir oleh van deg Berg. Teori ini menetapkan bahwa bagi orang
Islam berlaku hukum Islam sebab dia telah memeluk agama Islam. Kenyataan
ini dapat didukung oleh bukti-bukti historis berikut ini:
a. Di
daerah Bone dan Goa Sulawesi Selatan, dipergunakan kitab Muharrar dan
Papekem Cirebon serta peraturan lain yang dibuat oleh B.J.D. Clootwijk.
Jadi, selama VOC berkuasa selama 2 abad (1602-1800 M), kedudukan hukum
Islam tetap seperti semula, berlaku dan berkembang di kalangan kaum
Muslimin Indonesia.
b. Dalam Statuta Batavia 1642 disebutkan bahwa:
“Sengketa
Warisan antara orang pribumi yang beragama Islam harus diselesaikan
dengan mempergunakan hukum Islam, yakni hukum yang dipakai oleh rakyat
sehari-hari.”
c. Tanggal 25 Mei 1760 M, VOC mengeluarkan peraturan senada yang disebut dengan Resolutie der Indische Regeering untuk diberlakukan.
d. Solomon
Keyzer (1823-1868) dan Cristian van Berg (1845-1927) membiarkan hukum
Islam berlaku bagi masyaraka Islam. Mereka menyatakan bahwa hukum Islam
mengikuti agama yang dinut seseorang.
Sebenarnya
pada awal abad ke-19 telah mulai muncul sikap-sikap curiga dari
sebagian pejabat kolonial. Ketua Mahkamah Agung Belanda, Scholten van
Oud Harlem misalnya, menasehati para pejabat di Hindia Belanda agar
berhati-hati. Namun sejalan dengan itu, ia tetap menegaskan agara bagi
kaum Muslimin tetap diberlakukan hukum agamanya (pasal 75, Regeering
Reglement, 1854).
4. Teori Receptie
Teori
ini muncul sebagai akibat dari kecurigaan-atau lebih tepatnya-ketakutan
Pemerintah Belanda terhadap pengaruh yang ditimbulkan dari politisi
Islam yang terbukti cukup merepotkan mereka. Bila hukum Islam dibiarkan
terus berkembang, maka itu akan sangat berbahaya. Oleh karena itu,
pemerintah Belanda mengintrodusir istilah het indische adatrecht atau
hukum adat Indonesia. Kemudian dikembangkan oleh seorang penasehat
pemerintah Hindia Belanda tentang soal Islam dan anak-anak Negeri
jajahan, Cristian Snouck Hugronje (1857-1936). Dalam gagasan mereka,
intinya bahwa hukum Islam yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat mereka
masing-masing. Hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi atau
telah diterima oleh hukum Adat. Jadi, hukum Adatlah yang menentukan ada
tidaknya hukum Islam. Konsep inilah yang kemudian dikenal dengan teori
reseptie.
b. Setelah kemerdekaan
Ketika
Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, upaya
untuk melakukan pembahaharuan hukum warisan kolonial mulai dicanangkan,
walaupun dalam rangka menghindarkan kekosongan hukum, hukum warisan
kolonial itu masih tetap diberlakukan (sesuai bunyi aturan peralihan
pasal 2 dari UUD 1945: “semua Badan Negara dan Peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-undang Dasar ini”). Namun menurut Hazairin, setelah
Indonesia merdeka, seharusnya teori receptie itu harus “exit” (keluar)
dari tata hukum Indonesia merdeka. Karena menurutnya, teori ini
bertentangan dengan Jiwa UUD 1945 dan juga bertentangan dengan Al-quran
dan al-Sunnah. Sehingga sangat tidak menguntungkan bagi umat Islam.
7. Hukum Islam di Myanmar
Negara Myanmar ini sebenarnya bukanlah negara Islam,
karena mayoritas penduduknya beragama Hindu dari kalangan Biksu-biksu,
lalu di susul kemudian dengan Islam, namun dalam perkembanganya
sekarang, kini negara yang termasuk anggota ASEAN ini memiliki kebebasan
beribdah dam memeluk agama Islam, jumlah penduduknya hanya kurang lebih
4% yang menganut agama Islam, sehingga banyak umat islam di kalangan
ini yang harus mengalah demi kebaikan mereka dan tentu sangat berat bagi
negara ini untuk menjalankan hukum islam dan syariat islam karena
faktor minoritas dalam hal kuantits, dan dapat di pastiakan perkembangan
dakwah islam juga masih minim sekali, ditambah banyaknya pengikut kaum
biksu.
8. Hukum Isam di Timor Lese
Timor Timur adalah negeri bekas jajahan Portugis yang
datang ke wilayah Hindia untuk menjarah kekuasaan kaum muslimin seperti
yang telah dilakukannya di Malaka, dan terakhir mendududuki Timor
Timur. Setelah Portugis pergi, Timor Timur resmi bergabung ke dalam
Negara Kesatuan RI sejak 7 Juli 1976. Menurut pendapat madzhab Syafi'i
di atas, maka wilayah Timor Timur termasuk Darul Islam atau dalam
realitas geopolitik sekarang adalah negeri Islam (bilad Islami).
Karenanya dengan integrasi selama 24 tahun, nyatalah bahwa Timor Timur
adalah bagian dari negeri Islam Indonesia yang secara universal adalah
bagian dari dunia Islam.
Masuknya birokrasi sipil maupun militer Indonesia
--disamping menyebarnya penduduk Timor Timur di berbagai pulau di
seluruh negeri Islam Indonesia-- selama hampir seperempat abad itu,
menurut hukum Islam menjadi fakta bahwa Timor Timur adalah bagian yang
tak terpisahkan dan tak boleh dipisahkan dari dunia Islam.
Dengan demikian tidak ada alasan bagi kaum muslimin
Indonesia menyerahkan masalah Timor Timur kepada kebijakan PBB atau pun
melakukan referendum terhadap rakyat Timor Timur. Demikian juga tak bisa
diterima dalam perspektif Islam melepaskan Timor Timur untuk dikuasai
orang-orang kafir.
Suatu negeri yang telah menjadi negeri Islam, tetap
hukumnya sebagai negeri Islam selamanya meskipun telah dikuasai oleh
orang-orang kafir. Demikian pula wajib hukumnya bagi kaum muslimin untuk
mengembalikan negeri tersebut ke pangkuan kekuasaan kaum muslimin.
Timor Timur adalah negeri yang telah bergabung dengan
Indonesia pada tahun 1976 setelah lepas dari penjajahan Portugis yang
menyengsarakan mereka selama ratusan tahun.
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu
dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan
negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung"]00[1]
9. Hukum Islam di Vietnam
Negara
yang kini beribukotakan hanoi ini sebenarnya bukanlah negara Islam,
karena mayoritas penduduknya beragama Hindu, Kristen lalu di susul
kemudian dengan Islam, namun dalam perkembanganya sekarang, kini negara
yang termasuk anggota ASEAN ini memiliki kebebasan beribdah dam memeluk
agama Islam, Vietnam juga sangat mendukun sebuah lebel Halal pada setiap
makan dan benda konsumsi karena mereka berfokus pada pasar muslim
dunia. Salah satunya yaitu Restoran halal di kota Ho Chi Minh yaitu
sebuah rumah makan milik seorang pelancong dari Malaisyayang bernama
Shamsudin serta sebuah rumah makan Saigon lokasi berhadapan dengan
masjid Musulman, di kota ini terdapat kurang lebih 16 Masjid. Awalnya
negara Vietnam Dikuasai oleh kerajaan melayu Champa, Cham merupakan
penyebar awal islam di Vetnam. Islam minorias di Vietnam di pecah atas
dua golongan yaitu :
1. Islam Sunni
2. Islam Bashi
10. Hukum Islam di Laos
Masyarakat Muslim adalah penduduk kecil dalam negara yang kebanyakannya menganut Buddha ini. Orang Islam dapat dilihat di ibu negaranya iaiatu Vientiane, yang juga terdapat Masjid Jamek.
Penduduk Muslim di sini terlibat dengan perniagaan dan berniaga kedai0kedai daging. Komuniti kecil Orang Islam Cham dari Kemboja yang juga pelarian dari tentera Rejim Khmer juga boleh dijumpai di sini. Masyarakat Muslim sini kebanyakannya penduduk bandar.
Adherents.com menganggarkan yang masyarakat Muslim adalah lebih kurang 1% daripada bilangan penduduk.
11. Hukum Islam di Kamboja
Sudah diketahui bahwasannya agama Islam
di Kamboja merupakan minoritas dan mayoritas beragama Budha. Menurut
estimasi, terdapat sekitar 700.000 Muslim di Kamboja. Sekitar 80% dari
Muslim Kamboja adalah keturunan etnis Cham.
Umat Islam di Kamboja khususnya keturunan etnis Cham
mengikuti mazhab Syafi’I dalam bidang Fiqih, sedangkan dalam bidang
Tauhid mereka mengikuti mazhab Imam Abu Hasan Al-As’ari. Dalam bidang
amalih atau peribatan, mereka mengikuti faham Ahlusunnah wal Jama’ah.
Karena itu mereka sangat toleran dan bisa hidup berdampingan dengan
komunitas Budha sebagai agama mayoritas Kamboja.
Mengenai hukum di Kamboja, bisa dibilang lemah.
Terutama yang berkaitan dengan situasi hak-hak Manusia (HAM). Hal ini
karena peradilan tidak berjalan secara independen sebagaimana semestinya
dan dasar kebebasan berekspresi dan berkumpul sedang dibatasi.
Sedangkan mengenai hukum Islam di Kamboja belum terlembagakan. Secara
umum, umat Islam di Kamboja menjalankan syari’at Islam sebagaimana umat
Islam di Indonesia terutama hukum keluarga yang meliputi perkawinan,
ruju’, talaq dan warisan. http://nalar-langit.blogspot.co.id/
Dalam hal perkawinan, orang-orang Campa di Kamboja
tidak mengijinkan perkawinan antar agama kecuali dengan syarat bahwa
pihak yang bukan Islam masuk Islam. Oleh karena itu, orang-orang Khmer
dikatakan tak pernah akan meninggalkan agama Budha karena tidak mungkin
kedua Bangsa akan terpadu. Sedangkan orang Campa dengan orang Melayu
sering terjadi perkawinan.
Dalam hal sosio-ekonomi, umat Islam di Kamboja dapat
bantuan dari Malaysia yang akan didirikan beberapa institusi khusus bagi
sarana pembangunan insan di negara Indochina yang pernah hancur di
bawah kekuasaan Khmer Merah. Lembaga ini adalah Majelis Mufakat Dakwah
Malaysia-Kamboja (MMDMK). Lembaga ini adalah sebuah organisasi yang
mirip seperti Lembaga Tabung Haji dan akan dibentuk segera dalam usaha
membantu umat Islam negara itu menabung dan menunaikan haji ke tanah
Suci Makkah.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Di
Asia Tenggara, Islam merupakan kekuatan sosial yang patut
diperhitungkan, karena hampir seluruh negara yang ada di Asia Tenggara
penduduknya, baik mayoritas ataupun minoritas memeluk agama Islam. Dari
segi jumlah, hampir terdapat 300 juta orang di seluruh Asia Tenggara
yang mengaku sebagai Muslim. Berdasar kenyataan ini, Asia Tenggara
merupakan satu-satunya wilayah Islam yang terbentang dari Afrika Barat
Daya hingga Asia Selatan, yang mempunyai penduduk Muslim terbesar.
Perkembangan
hukum islam di asia tenggara meliputi berbagai aspek dari hukum pidana,
perdata, yaitu: fiqih Ahwalusaskia, muamalah, dan fiqih ibadah dari
hukuman orang yang minum-minuman keras, hukuman criminal dan
keluarga. Didalam perkembanganya peran kerajaan Islam dalam menanamkan
semangat untuk menerapkan hukum Islam sangat tinggi hal ini dipengaruhi
faktor penghambat yang kecil dan belum masuknya ide-ide kaum barat untuk
itu pengaruh kerajaan Islam dalam perkembangan dan penerapan hukum
Islam sangatlah memainkan peranan penting.
2. Saran
Seharusnya,
setelah negara Islam bebas daripada kuasa penjajah, langkah-langkah
positif perlu diambil bagi mengembalikan Undang-undang Islam ke pangkuan
umat. Untuk itu perlulah kepada penyediaan dan penggubalan
undang-undang yang lengkap untuk mengambil alih undang-undang penjajah,
dan membina pemahaman umat terhadap kepentingan Undang-undang Islam
untuk kekuatan negara dan perpaduan umat, serta menyusun sistem
pentakbiran kehakiman yang sesuai dengan keperluan undang-undang
syariah. http://nalar-langit.blogspot.co.id/
Dan untuk pembaca, pemakah sarankan juga untuk merujuk kembali kepada
referensi-referensi yang berkenaan tentang Hukum Islam di Asia Tenggara
dari sejarah sampai perkembangannya hingga sekarang, karena ini sangat
penting untuk kita ketahui sebagai mahasiswa juga sebagai umat Islam
tentunya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.wikipwdia.com.html
Muchsin, A.Misri. 2004. studi islam kawasan. Banda Aceh: Ar-Raniry Press
Abdullah, Fahmi. 1991. Mahkamah Syari’ah Islam dan Permasalahannya dalam Mimbar Hukum no.38 Tahun IX. Jakarta: Al-Hikmah
Othman, Haji Mahmud Saedon Awang, Mahkamah Syari’ah di Negara Brunei Darussalam dan Permasalahannya, dalam Mimbar hukum No. 23 Tahun VI, 1995, p. 41-42
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Putsuan, Surin. 1989. Islam di Muangthai, Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani. Jakarta: LP3ES
http://baharcool89.blogspot.com/2009/06/review-buku-perkembangan kontemporer. html