A. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam dalam tafsir pendidikan (menurut) Islam
adalah suatu pandangan yang didasari pengertian bahwa Islam adalah
ajaran tentang nilai- nilai dan norma-norma kehidupan yang
ideal, yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah.[1] Dalam
hal ini pendidikan menurut Islam, dapat dipahami sebagia ide-ide,
konsep-konsep , nilai-nilai dan norma-norma kependidikan, sebagaimana yang dapat
dipahami dan dianalisis serta dikembangkan dari sumber otentik
ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah.
Pendidikan
Islam dalam tafsir pendidikan (dalam ) Islam berdasarkan
sudut pandang , bahwa Islam adalah ajaran-ajaran, system budaya dan
peradaban yang tumbuh dan berkembang serta didukung oleh umat
Islam sepanjang sejarah , sejak zaman Nabi SAW,sampai masa sekarang
.Dari sini kita dapat pahami bahwa pendidikan dalam
Islam adalah “proses dan praktek penyelenggaraan pendidikan
dikalangan umat Islam yang berlangsung secara berkesinambungan dari
generasi ke generasi dalam rentangan sejarah Islam”.[2]
Pedidikan Islam
modern menurut Hasan Langgulung mengacu pada dua pola , yaitu
bersifat asimilatif dan adoftif. Pola pertama dilakukan dengan cara
mengasimilasi sisitem pendidikan Islam dengan system
pendidikan barat, sedang yang kedua adalah dengan mengadobsi system
pendidikan barat kedalam system pendidikan Islam.Perubahan seperti ini
menurut winarno Surachmad merupakan perubahan yang bersifat
meliorisme, maksudnya bahwa perubahan dibidang pendidikan belum menyentuh
perubahan yang mendasar.[3]
B.
Manusia Sebagai Subjek Pendidikan
Ada tiga kata yang digunakan
al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia.
1) Menggunakan kata yang terdiri
dari huruf alif, nun, dan sin semacam insan, ins, nas,
atau unas.
2) Menggunakan kata basyar.
3) Menggunakan kata bani
adam, dan zuriyat adam.[4]
Meskipun
ketiga kata tersebut menunjuk pada kata manusia, namun secara khusus
memiliki penekanan pengertian yang berbeda.
Kata Basyar
Kata al-basyar
dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26
surah.[5] Kata basyar terambil dari akar kata
yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah .
Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Manusia dinamakan basyar karena kulitnya
tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang yang lain.
Al-Qur’an
menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali
dalam bentuk musanna( dual) untuk menunjukkan manusia dalam bentuk
lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Karena
itu Nabi Muhammad Saw. Diperintahkan untuk menyampaikan bahwa,
10.
Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa
Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya”[6]
Dari sisi lain
diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata
basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia
sebagai basyar , melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap
kedewasaan.
20. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang
berkembang biak.[7]
Bertebaran
dapat diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau
bertebaran mencari rezeki. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh manusia
kecuali oleh orang yang yang memiliki kedewasaan dan tanggungjawab.
Karena itu pula Maryam as. Mengungkapkan keherananya
dapat memperoleh anak padahal dia belum pernah disentuh oleh basyar
( manusia dewasa yang mampu berhubungan seks).
47.
Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin Aku mempunyai anak, padahal Aku
belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun.” Allah berfirman (dengan
perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.
apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah Hanya cukup Berkata
kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah Dia.
Dengan demikian
tampak bahwa kata basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam
kehidupan manusia , yang menjadikan mampu memikul tanggung jawab . Dan
karena itu pula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada basyar.
Dengan
pemaknaan yang diperkut ayat diatas, dapat dipahami bahwa seluruh manusia
( bani Adam a.s) akan mengalami proses reporoduksi seksual dan senantiasa
berupaya untuk memnuhi semua kebutuhan biologisnya , memerlukan ruang dan
waktu, serta tunduk terhadap hokum alamiahnya , baik yang berupa
sunnatullah ( social kemasyrakatan ), maupun taqdir Allah ( hokum alam ).
Semuanya itu merupakan konsekwensi logis dari proses pemenuhan kebutuhan
tersebut. Untuk itu Allah memberikan kebebasan dan kekuatan kepada
manusia sesuai dengan batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untuk
mengelola dan memanfaatkan alam semesta , sebagai salah satu tugas
kekhalifahannya dimuka bumi.
Kata al-Insan
Kata
al-Insan berasal dari kata al-Uns, dinyataka dalam al-Qur’an
sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat.[8]
Secara etimologi , al-Insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut,
tampak atau pelupa. Kata al-insan digunakan al-Qur’an untuk
menunjukan totalitas manusia sebagai makhluk jasmani dan rohani.
Harmonisasi kedua aspek tersebut- dengan berbagai potensi yang
dimilikinya-mengantarkan manusia sebagai mahluk Allah yang unik dan istimewa,
sempurna, dan memiliki diferensiasi individual antara satu dengan yang
lain, dan sebagai mahluk dinamis , sehingga mampu menyandang predikaet
khalifah Allah di muka bumi.
Perpaduan
antara aspek fisik dan psikis telah mambantu manusia untuk
mengekspresikan dimensi al-Insan al-Bayan, yaitu sebagai mahluk
berbudaya yang mampu berbicara, mengetahui baik dan buruk, mengembangkan ilmu
pengetahuan dan peradaban , dan lain sebagainya.
Kata al-Nas
Kata
al-Nas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dan
tersebar dalam 53 surat. Kata al-nas menunjukkan pada eksisitensi
manusia sebagai mahluk social secara keseluruhan, tanpa melihat
status keimanan atau kekafirannya.
Kata Bani Adam
Kata bani
adam dijumpai dalam al-Qur’an sebanyak 7 kali
dan tersebar dalam 3 surah . secara etimologi ,
kata bani adam menunjukan arti pada keturunan Nabi Adam a.s.
Menurut
al-Thabathaba’I, penggunaan kata bani adam menunjuk pada arti manusia
secara umum. Dalam hal ini ada tiga aspek yang dikaji, yaitu:
1) Anjuran untuk berbudaya
sesuai dengan ketentuan Allah, diantaranya adalah dengan berpakain
guna menutup auratnya.
2) Mengingatkan kepada
keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu syetan yang
mengajak kepada keingkaran.
3) Memanfaatkan semua yang
ada dialam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkan-Nya.[9] Kesemua
itu merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah, dalam rangka
memuliakan keturunan Adam dibanding mahluknya yang
lain.
C.
Ruang
lingkup Pendidikan Islam
Merujuk pada
hakekat pendidikan Islam yang tidal lain adalah realisasi fungsi
rububiyah Allah terhadap manusia dalam rangka menyiapkan dan
membimbing serta mengarahkanya, agara nantinya mampu melaksanakan tugas
kekhalifahan sekaligus abd dimuka bumi dengan sebaik-baiknya, maka
sudah menjadi tugas dan tanggung jawab manusia ( orang tua dan generasi
tua pada umumnya) untuk melaksanakan tugas tersebut yang
meliputi empat cakupan yang menjadi ruang lingkup pendidikan Islam.[10]
- Tahap Takhliq ( tahap konsepsi ), yaitu tahap atau proses terbentuknya struktur dan kerangka serta kelengkapan-kelengkapan dasar ciptaan maupun potensi-potensi pembawaan manusia (anak) , atau potensi fitrah , sehingga tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap pembentukan potensi fitrah.
- Tahap Taswiyah ( tahap penyempurnaan ), yaitu proses tumbuh kembangnya potensi fitrah anak secara bertahap dan berangsur-angsur sampai sempurna. Dalam tahap ini , secara umum fungsi kependidikan Islam adalah mempersiapkan kondisi dan situasi serta memberikan perlakuan dan tindakan yang diperlukan agar seluruh potensi fitrah anak dapat tumbuh kembang dan actual secara fungsional, sehingga anak mampu hidup dalam dan meneyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya .
- Tahap Taqdir( tahap penentuan), yaitu tahap /proses tumbuh kembang potensi individual yang akan menentukan kapasitas dan kapabilitas serta kualitas masing-masing , yang sekaligus menunjukkan dan menentukan pembagian bidang tugas , kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dalam kehidupan masyarakat.
- Tahap Hidayah, yaitu proses pengarahan dan bimbingan agar setiap orang mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya sesuai dengan bidang tugas masing-masing secara efektif dan untuk merealisasikan fungsi kekhalifahan .
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baqi,al-Mu’jam
al-Mufahras, h. 119-20; dikutip dalam Al-Rasyidin dan Samsul Nizar,Filsafat
Pendidikan Islam ,Jakarta:Ciputat Press,2005.
al-Qurtuby,
ibnu Abdullah Muhammad bin ahmad al-Ansary, Tafsir al-Qurtuby,
Juz I, kairo: Dar al-Sya’biy,tt; dikutip dalam Al-Rasyidin dan Samsul
Nizar,Filsafat Pendidikan Islam Jakarta:Ciputat Press,2005.
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar,Filsafat
Pendidikan Islam ,Jakarta:Ciputat Press,2005.
Azra
,Azyumardi, Pendidikan Islam;Tradisi dan modernisasi menuju milennium baru
,Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 2002.
Departemen
Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjamahnya,Medinah Munawwarah:komplek
percetakan Al-Qur’an Khadim al-Haramain al-Syarifain Raja Fahd,1991.
Jalaluddin,Teologi Pendidikan, Jakarta:Raja
Grafindo Perkasa,2002.
Mujib ,Abdul
dan Jusuf Mudzakir,Nuansa-nuansa psikologi Islam, Jakarta:Raja Grafindo
Persada,2001.
Shihab
,Quraish, Wawasan al-Qur’an,Cet. VI;Bandung: Mizan,1997.
Surajiyo, filsafat ilmu,Cet. IV: Jakarta:Bumi
Aksara, 2009.
Tadjab, et al,Dasar-dasar Kependidikan Islam
,Surabaya:Karya Aditama,1996.
[5] Ibnu
Abdullah Muhammad bin ahmad al-Ansary al-Qurtuby, Tafsir al-Qurtuby,
Juz I( kairo: Dar al-Sya’biy,tt), h. 120; dikutip dalam Al-Rasyidin dan
Samsul Nizar,Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:Ciputat Press,2005), h.
23
[6] Departemen
Agama R.I., Al-Qur’an dan Terjamahnya(Medinah Munawwarah:komplek
percetakan Al-Qur’an Khadim al-Haramain al-Syarifain Raja Fahd,1991),h.
[8] Al-Baqi,al-Mu’jam
al-Mufahras, h. 119-20; dikutip dalam Al-Rasyidin dan Samsul Nizar,Filsafat Pendidikan
Islam (Jakarta:Ciputat Press,2005), h. 5.