A. Pendahuluan
Al-Fatihah adalah nama surah pertama yang ditulis di dalam Alquran dan
merupakan surah yang wajib dibaca dalam shalat. Selain kedudukannya yang
sangat penting dalam shalat, Al-Fatihah juga seringkali dibaca
menyertai doa atau permohonan, baik secara individual maupun
bersama-sama.[1]
Surah Al-Fatihah juga merupakan salah satu dari beberapa surah dalam
Alquran yang mempunyai keutamaan dan kelebihann yang sangat luar
biasa.[2] Salah satu keutamaan tersebut adalah dengan dinamakannya
Al-Fatihah sebagai Ummul kitab atau induk dari Alquran. Dinamakan
demikian karena isi dari surah Al-Fatihah meliputi tujuan-tujuan pokok
Alquran, yakni pujian kepada Allah, ibadah kepada Allah dengan
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, serta
menjelaskan janji-janji dan ancaman-ancaman-Nya.[3]
Surah Al-Fatihah juga dinamakan As-Sab’il-Masani karena surah ini berisi
tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang setiap melaksanakan shalat.
Disebut pula sebagai Surahul-Asas atau Asasul-Qur’an karena surah ini
merupakan pokok Alquran dan merupakan permulaan Alquran. Dan mendapat
sebutan Al-Fatihah karena menduduki urutan pertama atau merupakan surah
pertama yang diturunkan secara lengkap.[4]
Untuk mengetahui keutamaan dari surah Al-Fatihah yang lebih lanjut akan
dipaparkan dalam bagian pembahasan makalah ini. Selain keutamaan dari
surah Al-Fatihah, dalam makalah ini juga akan membahas mengenai tafsir,
hikmah, juga ikhtilaf al madzahib-nya.
B. Pembahasan
1. Surah Al-Fatihah Ayat 1-7 dan Terjemah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam;
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang;
4. Yang menguasai Hari Pembalasan.
5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
6. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus;
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka
yang sesat.[5]
2. Mufradat (Kata Kunci)
الرَّحْمَنِ = Yang Maha pemurah
الرَّحِيمِ = Yang Maha Penyayang
رَبِّ الْعَالَمِينَ = Tuhan semesta alam
مَالِكِ = Penguasa/ Yang Menguasai/ Raja/ Pengatur/ Pemilik[6]
يَوْمِ الدِّينِ = Hari Pembalasan
نَعْبُدُ = Kami menyembah
نَسْتَعِينُ = Kami memohon pertolongan
يَوْمِ الدِّينِ = Hari Pembalasan
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ = Jalan yang lurus
3. Sababun Nuzul
Surah Al-Fatihah diturunkan setelah surah Al-Muddatstir. Dilihat dari
kronologis turunnya, Al-Fatihah berada pada urutan ke-5. Sedangkan dalam
penulisan mushaf Utsmani menjadi surah yang pertama.[7]
Para ulama berbeda pendapat dalam mengklasifikasikan surah ini. Sebagian
besar ulama ahli tafsir berpendapat bahwa surah ini termasuk surah
Al-makkiyah yakni surah yang turun di Makkah. Sebagaimana yang dinukil
oleh Abuddin Nata mengenai pendapat Imam Abi al-Hasan Ali bin Ahmad
al-Wakhidiy al-Naysaburi dalam kitab Asbab al-Nuzul, sebagai berikut:
“… dari Ali bin Abi Thalib as, berkata bahwa Fatihah al-kitab (surah
Al-Fatihah) diturunkan di Mekkah dari perbendaharaan yang terdapat si
bawah Arasy”[8]
Sementara itu ada juga yang berpendapat bahwa surah ini termasuk surah
yang diturunkan di Madinah. Mengenai ini, al-Husain bin al-Fadhil
berpendapat bahwa pada setiap orang alim terdapat ampunan. Dan pendapat
ini termasuk pendapat yang tergesa-gesa dari mujtahid.[9]
Selanjutnya ada pula yang berpendapat bahwa surah Al-Fatihah diturunkan
dua kali, di Mekkah dan di Madinah. Hal ini bertujuan untuk memuliakan
surah tersebut. Bahkan ada pula yang berpendapat bahwa surah ini
sebagian diturunkan di Mekkah dan sebagian lagi di Madinah. Namun
pendapat yang terakhir ini termasuk pendapt yang aneh (gharib jidan).
Dari berbagai pendapat mengenai tempat diturunkannya surah Al-Fatihah,
tidak terdapat keterangan menganai sebab-sebab atau peristiwa yang
menyertai turunnya surah tersebut. Tidak pula ditemukan dalam situasi
dan kondsi seperti apa surah ini turun, serta pada tahun berapa tepatnya
surah ini turun.[10]
4. Tafsir (Penjelasan)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1)
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Menurut kaidah bahasa Arab, setiap huruf jar mempunyai muta’allq (tempat
bergantungnya makna). Ayat ini dimulai dengan huruf jar ب. Hal ini
menunjukkan ada fi’il (kata kerja) yang dibuang sebelum huruf tersebut.
Ada dua kemungkinan fi’il yang dibuang sebelum huruf jar tersebut, yaitu
bermakna khabariyah (berita) dan bermakna insya’iyyah (perinyah). Jika
mu’allaq-nya dalam bentuk khabariyah, maka berarti orang yang membaca
basmalah menginformasikan bahwa dia memulai pekerjaannya dengan menyebut
nama Allah. Dan jika dalam bentuk insya’iyyah, maka berarti Allah
menyuruh hamba-Nya agar pekerjaan itu dimulai dengan menyebut
nama-Nya.[11]
Seruan “dengan menyebut nama Allah,” merupakan cermin pengapdian kepada
Allah. Dalam bahasa Arab, kalimat itu juga merupakan ungkapan dari pihak
yang membaca bahwa dia mengawali tindakannya dengan menyebut nama
Allah, agar tindakan itu berawal dari dan dilindungi oleh-Nya.[12]
Bisa juga diartikan kekuatan pada diri pembacanya untuk melakukan suatu
pekerjaan adalah dari Allah. Jika tidak ada Allah, maka tidak ada
kekuatan pada dirinya. Jika tidak ada pertolongan dari Allah maka
mustahil dia melakukan perbuatan tersebut.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2)
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
Ayat ini merupakan pujian kepada Allah karena Dia memiliki semua sifat
kesempurnaan dan karena telah memberikan berbagai kenikmatan, baik lahir
maupun batin. baik bersifat keagamaan maupun keduniawian. Di dalam ayat
itu pula, terkandung perintah Allah kepada para hamba untuk memuji-Nya.
Karena hanya Dialah satu-satunya yang berhak atas pujian. Dialah yang
menciptakan seluruh makhluk di alam semesta. Dialah yang mengurus segala
persoalan makhluk. Dialah yang memelihara semua makhluk dengan berbagai
kenikmatan yang Dia berikan. Kepada makhluk tertentu yang terpilih, Dia
berikan kenikmatan berupa iman dan amal saleh.
Seiap pujian yang baik itu hanyalah bagi Allah. Sebab, Dialah sumber
terciptanya semua makhluk. Dialah pengatur dan piñata semesta. Dan Allah
pula yang memberikan ilham kepada manusia mengenai hal-al yang baik dan
maslahat untuk kepentingan mereka. Karenanya, segala puji dan syukur
harus dipanjatkan kepada Allah atas nikmat-nikmat yang telah Dia
berikan.[13]
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3)
“Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Kedua kata tersebut menggambarkan sifat Allah. Allah menuturkan dua
sifat ini adalah untuk menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya bahwa
pemeliharaan Allah itu berdasarkan kasih sayang dan budi baik. Hal itu
terbukti pada nikmat yang banyak dianugrahkan kepada seluruh mahluk.
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)
“Yang menguasai di hari Pembalasan”
Dalam ayat ini, terdapat dua macam qiraat. Ashim, al-Kisa’i, dan Ya’qub
membacanya dengan huruf mim dibaca panjang (mad). Sedangkan para qari
yang lain membacanya dengan huruf mim tidak dibaca panjang (mad). Meski
bisa dibaca dengan dua cara, kata tersebut memiliki makna yang sama.
Sebagian ulama menyatakan bahwa kata al-Maalik atau al-Malik bermakna
Yang Maha Kuasa untuk menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada.
Tidak ada yang mampu melakukan hal itu kecuali Allah SWT.
Kalimat Maliki yaumid-din disebut setelah Ar-rahmanir-rahim, seolah-olah
menunjukkan adanya nacaman setelah anjuran. Disamping itu juga untuk
menunjukkan kepada kita bahwa Allah mendidik hamba-Nya dengan kedua
metode tersebut. Allah bersifat Pemurah dan Penyayang sekaligus berkuasa
untuk memberikan pembalasan atas setiap apa yang dilakukan oleh
manusia.[14]
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5)
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah membatasi penyembahan atau ibadah hanya
kepada Diri-Nya semata. Dengan ayat tersebut, kita pun harus memutuskan
bahwa ibadah hanyalah satu-satunya kepada Allah. Tidak boleh ibadah
tersebut dikait-kaitkan dengan selain Allah. Ibadah juga merupakan
bentuk ketundukan manusia kepada Allah untuk mengikuti berbagai perintah
dan larangan-Nya.
Dengan ditempatkannya kalimat “permintaan tolong” (نَسْتَعِينُ) setelah
kalimat “penyembahan” (نَعْبُدُ) juga merupakan bentuk pengajaran Allah
kepada manusia tentang sopan santun. Allah memerintahkan kita untuk
beribadah kepada-Nya terlebih dahulu. Setelah kita beribadah kepada-Nya,
barulah kita pantas untuk meminta pertolongan kepada-Nya. Dengan kata
lain, sudah selayaknya, orang meminta sesuatu setelah ia terlebih dahulu
mengerjakan apa yang diperintahkan. Sangat tidak pantas jika seseorang
meminta segala sesuatu terlebih dahulu padahal ia belum melaksanakan apa
yang diperintahkan.[15]
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)
“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus,”
Allah telah mengajarkan kepada kita untuk memohon hidayah kepada-Nya,
untuk dijadikan sebagi penolong didalam mengalahkan hawa nafsu, setelah
kita melakukan upaya optimal atas apa yang kita kerjakan dengan
mengikuti garis-garis syari’at Allah.
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat.”
Ayat ini merupakan penjelasan dan tafsir dari ayat sebelumnya tentang
apa yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” (الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
). Jadi, yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”. Sedangkan yang
dimaksud dengan “jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka”adalah jalan orang-orang yang telah Allah beri anugerah kepada
mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam Islam, sehingga mereka
mati tetap dalam keadaan Islam.
5. Hukum Membaca Al-Fatihah dalam Shalat
Surah Al-Fatihah mengandung pokok-pokok tujuan Alquran secara ijmal
(global) yang kemudian diperinci dengan berbagai keterangan dalam
ayat-ayat yang terdapat pada surah-surah berikutnya.
Di dalam Al-Fatihah terkandung masalah-masalah tauhid dan janji Allah
bagi orang-orang yang memegang teguh prinsip tauhid berupa pahala yang
baik, serta ancaman Allah bagi orang-orang yang ingkar dan tidak
memedulikan ajaran tauhid dengan azab dan siksa yang pedih. Al-Fatihah
juga mencakup berbagai penjelasan jalan kebahagiaan yang dapat pengantar
hamba-hamba Allah menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Surah Al-Fatihah juga mengandung berbagai kisah yang menceritakan
orang-orang yang mendapat petunjuk dan berjalan di atas garis-garis
Allah, yakni orang-orang yang hidup bahagia di dunia dan akhirat. Juga
memeberitahukan orang-orang yang tersesat atau melanggar batas-batas
yang telah ditentukan Allah dan mengesampingkan syariat Allah tanpa
perhatian sama sekali.[16]
Al-Fatihah merangkum esensi Alquran, dan esensi Islam. Itulah mengapa
Al-Fatihah menjadi surah yang paling tepat untuk menjadi rukun shalat.
Dan karena shalatlah surah Al-Fatihah mendapat peran yang sangat penting
dalam peribadatan dan kehidupan Islam. Al-Fatihah menjadi rukun shalat
berdasarkan pada sabda Nabi:
“Shalat seseorang yang di dalamnya tidak dibaca ummul kitab, tidak sah,
(dan beliau mengulangi kata ini tiga kali) tidak sah, tidak sah.”[17]
Pendapat bahwa Al-Fatihah merupakan salah satu dari rukun shalat telah
disepakati oleh jumhur ulama yang mencakup Maliki, Asy-Syafi’i, dan
Hanbali, membaca Al-Fatihah dalam shalat hukumnya wajib. Berbeda dengan
Mazhab Hanafi yang tidak mewajibkan membaca surah Al-Fatihah dalam
shalat, yang berarti boleh diganti dengan surah lain. Yang mereka
jadikan hujjah adalah QS. Al-Muzzammil ayat 20, yang artinya:
“Maka bacalah apa-apa yang mudah dari Alquran.”
Ayat ini jelas menunjukkan, boleh menggantiAl-Fatihah dengan surah yang
lainnya, yang mudah dibaca waktu shalat. Namun tetap lebih afdhal
membaca Al-fatihah.[18]
6. Ikhtilaf Al Madzahib Terkait Basmalah
Surah Al-Fatihah berfungsi sebagai prolog atau pembuka yang berisi
rangkuman dan ringkasan yang padat mengenai keseluruhan isi Alquran.[19]
Terdapat beberapa perbedaan pendapat di kalangan para ulama terkait
bacaaan basmalah. Sebagian sahabat seperti Abu Hurairah, Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan para tabi’in seperti Said Ibnu Jubair,
‘Atha’, Az-Zuhri dan Ibnu Mubarak serta ulama Mekah dan ahli Alquran
seperti Ibnu Katsir, juga sebagian ahli Qira’at Kufah dan ahli fiqhnya
seperti ‘Asim Al-Kisa’iy, Imam Asy-Syafi’I dan Imam Hambali berpendapat
bahwa basmalah itu termasuk salah satu ayat dari surah Al-Fatihah.[20]
Mereka berpendapat demikian dengan alasan:
a. Ijma’ para sahabat dan orang-orang sesudahnya. Mereka sepakat
untuk meletakkan basmalah di awal setiap surah, kecuali surah
At-Taubah.
b. Terdapat hadis-hadis yang menyebutkan masalah tersebut. Seperti
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang diterima dari Anas Ibnu
Malik. Anas ra. Mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw. pernah bersabda,
“Tadi telah diturunkan kepada saya sebuah surah.” Kemudian Rasulullah
saw. membacakan Bismillahir-rahmanir-rahim.
Juga pada hadis yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Abu Hurairah,
bahwa Rasululah saw. pernah bersabda, “JIka kalian membaca Al-hamdu
lillah (surah Al-Fatihah), maka bacalah (Bismillahir-rahmanir-rahim)
lebih dahulu, karena surah ini adalah ummul Quran dan sab’ul masani,
sedangkan Bismillahir-rahmanir-rahim adalah salah satu dari ayat-ayat
surah Al-Fatihah.
c. Seluruh kaum muslim telah ijma’ bahwa apa yang telah terdapat
di dalam mushaf adalah kalamullah. Sedang basmalah ada di antaranya.
Karenanya, wajib menjadikannya sebagai salah satu bagian darinya.
Berbeda dengan ulama di atas, ulama berikut berpendapat bahwa basmalah
bukan merupakan bagian dari surah Al-Fatihah. Ulama yang berpendapat
demikian adalah Imam Malik dan para ulama Madinah, kabilah Auza’iy,
sebagian ulama Syam, Abu Umar dan Ya’qub (meduanya termasuk ahli Qurra’
Basrah), yang pendapat mereka ini dianggap paling sahih menurut mazhab
Abu Hanifah. Menurut mereka, basmalah merupakan ayat yang terlepas
(sendiri) dan diturunkan untuk menjelaskan awal surah serta memisahkan
antara surah satu dengan surah yang lain.
Ada juga sahabat yang berpendapat bahwa basmalah asalnya
bukan bagian dari Alquran. Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama
mazhab Hanafi. Dalil yang mereka gunakan untuk memperkuat pendapat
tersebut adalah hadis riwayat dari Anas bin Malik yang mengatakan bahwa
ia telah melakukan shalat di belakang Nabi Muhammad saw., Abu Bakar,
Umar dan Utsman. Mereka membuka bacaan surah Al-Fatihahdengan kalimat
Al-hamdu lillahi rabbil-‘alamin. Mereka tidak mengawali dengan bacaan
Bismillahir-rahmanir-rahim, baik di awal surah Al-Fatihah maupun awal
surah lainnya.
C. Kesimpulan
Surah Al-Fatihah memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan
umat Islam. Selain menjadi surah pembuka dalam Alquran, surah ini juga
menggambarkan isi keseluruhan Alquran.
Surah Al-Fatihah mengandung pokok-pokok tujuan Alquran secara ijmal
(global) yang kemudian diperinci dengan berbagai keterangan dalam
ayat-ayat yang terdapat pada surah-surah berikutnya. Pokok-pokok
tersebut meliputi aspek aqidah, akhlak, hukum atau syari’at dan sejarah.
Dalam ayat pertama sampai keempat mengandung ajaran mengenai aqidah dan
akhlak. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan, hanya Allah yang mengatur
alam semesta ini dan kemestian manusia meyakini bahwa Allah akan
menghukum manusia dengan seadil-adilnya kelak di hari pembalasan.
Oleh karena itu, manusia diperintahkan agar bersyukur dan memujinya
serta secara tidak langsung diajarkan pula agar manusia tidak
membanggakan diri atau takabur, sebagaimana Allah menyebutkan kekuatan
dan kekuasaan-Nya.
Ayat lima sampai tujuh menggambarkan syari’at atau hukum dan sejarah
masa silam. Dalam ayat enam dan tujuh tergambar ajaran tentang keharusan
beribadah kepada Allah. Ibadah tersebut mencakup segala aspek hukum dan
aktivitas manusia di dunia. Sedangkan ayat tujuh menunjukkan sejarah
umat dan nabi-nabi terdahulu.
DAFTAR PUSTAKA
, Alquran dan Terjemanya Mushaf Aminah, (Jakarta: Al Fatih, 2012)
Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terjemah: Anwar Rasyidi, dkk., (Semarang: Karya Toha Putra, 2012)
Chaer, Abdul, Perkenalan Awal dengan Al-Quran, (Jakarta: Runeka Cita, 2014)
Glasse, Cyril, Ensiklopedi Islam, Penerjemah: Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002)
Halim, Muhammad Abdul, Memahami Al-Quran; Pendekatan Gaya dan Tema, Terjemah: Rofik Suhud, (Bandung: Marta’, 2002)
Halim, Muhammad Abdul, Memahami Al-Quran; Pendekatan Gaya dan Tema, Terjemah: Rofik Suhud, (Bandung: Marta’, 2002)
Islam, Mujaddidul dan Jalaluddin al-Akbar, Keajaiban Kitab Suci Alquran, (tnp kota: Delta Prima Press, 2010)
Lawrence, Bruce, Biografi Al-Quran, Terjemah: Ahmad Asnawi, (Jogjakarta: Diglossia Media, 2008)
Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010)
Shihab, Umar, Kontekstualitas Al-Qur’an; Kajian Tematik Atas Ayat-ayat HUkum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Penamedia, 2005), Cet. 3
Yusuf, Kadar M., Tafsir Ayat Ahkam; Tafsir Tematik Ayat-ayat Hukum, (Jakarta: Azam, 2011)
http://nalar-langit.blogspot.co.id/
http://nalar-langit.blogspot.co.id/
[1] Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, Penerjemah: Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), cet. 3, hlm. 96
[2] Mujaddidul Islam dan Jalaluddin al-Akbar, Keajaiban Kitab Suci Alquran, (tnp kota: Delta Prima Press, 2010), hlm. 185
[3] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi, Terjemah: Anwar
Rasyidi, dkk., (Semarang: Karya Toha Putra, 2012), hlm. 1
[4] Ibid.
[5] , Alquran dan Terjemanya Mushaf Aminah, (Jakarta: Al Fatih, 2012), hlm. 1
[6] Muhammad Abdul Halim, Memahami Al-Quran; Pendekatan Gaya dan Tema, Terjemah: Rofik Suhud, (Bandung: Marta’, 2002), hlm.35
[7] Kadar M. Yusuf, Tafsir Ayat Ahkam; Tafsir Tematik Ayat-ayat Hukum, (Jakarta: Azam, 2011), hlm. 1
[8] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), cet. 4, hlm. 17-18
[9] Ibid., hlm. 19
[10] Ibid., hlm. 19
[11] Kadar M. Yusuf, Op.Cit., hlm. 4
[12] Muhammad Abdul Halim, Op.Cit., hlm.32
[13] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 12
[14] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Ibid., hlm. 14
[15] Kadar M. Yusuf, Op.Cit., hlm. 8-9
[16] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 2
[17] Muhammad Abdul Halim, Op.Cit., hlm.39
[18] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 15
[19] Abdul Chaer, Perkenalan Awal dengan Al-Quran, (Jakarta: Runeka Cita, 2014), hlm. 34
[20] Ahmad Mustafa Al-Maragi, Op.Cit., hlm. 5-6
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang, dan (telah memeliharanya) sebenar-benarnya dari setiap setan yang sangat durhaka. Setan-setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru, untuk mengusir mereka, dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan tetapi, barang siapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan), maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang. (Ash-Shaffat: 6-10) Download Wallpaper Islamic HD harga kardus bekas di pengepul harga jual kardus bekas ke pabrik pabrik daur ulang kardus bekas
ReplyDeleteihdinas siratal mustaqim jasa percetakan sampul raport K13 percetakan lamongan cetak poster terdekat