BAB II
PEMBAHASAN
1.
A. Pengertian Fiqh dan Ushul fiqh
1. Pengertian Fiqh
dan Ushul Fiqh secara etimologi
2. Pengertian Fiqh
Fiqih (الفقه) secara bahasa
berasal dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan yang berarti mengerti atau paham. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَاحْلُلْ
عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
Artinya : “dan
lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku”.
(QS. Thaha [20] : 27-28)
Disini
ditarik perkataan fiqh, yang memberikan pengertian pemahaman yang mendalam terhadap
hukum syariat.
1. Pengertian Ushul
Fiqh
Ushul fiqih (أصول الفقه) tersusun dari dua
kata, yaitu ushul (أصول) dan fiqh (الفقه).
Ushul (أصول) merupakan jamak (bentuk plural /
majemuk) dari kata ashl (أصل) yang berarti dasar,
pondasi atau akar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ تَرَ
كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا
ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Artinya : “Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”.
(QS. Ibrahim [14] : 24)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah di kitab beliau, asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz 3, menyatakan
bahwa arti ashl (أصل) secara bahasa adalah
perkara yang menjadi dasar bagi yang lain, baik pada sesuatu yang bersifat
indrawi seperti membangun dinding di atas pondasi, atau bersifat ‘aqli, seperti membangun ma’lul diatas ‘illah danmadlul diatas dalil.
Sehingga
pengertian Ushul Fiqh secara etimologi ialah dasar atau pondasi (kaidah) dari
suatu pemahaman.
1. Pengertian Fiqh
dan Ushul Fiqh secara Terminologi
1. Pengertian Fiqh
1) Menurut Tajuddin Ibnu as-Subky,
Fiqh adalah ilmu tentang hukum syara’ mengenai perbuatan (manusia) yang amali
(praktikal) yang diperoleh melalui dalil-dalilnya yang rinci[1].
2)
Menurut Zakariya al-Bari, Fiqh adalah hukum syara’ yang amali diperoleh dengan
cara istinbath (penetapan hukum) oleh para mujtahid dari dalil syara’ yang
rinci.
3) Menurut Muhammad Abu Zahrah,
Fiqh adalah kumpulan hukum-hukum syara’ yang bersifat amali yang diambil dari
dalil-dalil yang tafsili (rinci)[2].
4) Menurut Prof. Dr. TM. Hasbi Ash
Shiddieqy, Ilmu Fiqh adalah suatu kumpulan ilmu yang sangat besar
pembahasannya, yang mengumpulkan berbagai ragam jenis hukum islam dan bermacam
aturan hidup, untuk keperluan seseorang, golongan dan masyarakat umum manusia[3].
Sehingga
pengertian Fiqh secara terminologi adalah ilmu tentang hukum syara’, mengenai
perbuatan manusia yang amaliah yang rujukannya berasal dari dalil yang
terperinci.
1. Pengertian Ushul
Fiqh
1)
Menurut Al-Baidhawi dari kalangan ulama Syafi’iyah, yang dimaksud ushul fiqh
ialah Ilmu pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh secara global, metode
penggunaan dalil tersebut dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakannya.
2) Jumhur ulama ushul fiqh
mendefinisikan ushul fiqh sebagai himpunan kaidah yang berfungsi sebagai alat
penggalian hukum-hukum syara’ (istimbath
hukum) dari dalil-dalilnya atau pengetahuan tentang kaedah-kaedah
yang dapat menghantarkan seseorang kepada penggalian hukum (istimbathul ahkam)
3) Menurut Abd. Wahhab Khallaf,
Ushul Fiqh ialah Ilmu pengetahuan tentang kaedah-kaedah dan metode penggalian
hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang terperinci atau kumpulan
kaedah-kaedah atau metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatan manusia (amaliyah) dari dalil-dalil yang
terperinci.
4) Menurut Prof. Dr. TM. Hasbi Ash
Shiddieqy, Ushul Fiqh adalah kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengeluarkan
hukum dari dalil-dalilnya, dan dalil-dalil hukum (kaidah-kaidah yang menetapkan
dalil-dalil hukum)[4].
5) Drs. Muhammad Thalib, Ushul
Fiqh adalah kaidah-kaidah yang merupakan sarana untuk mendapatkan hukumnya,
perbuatan yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan dalil secara terperinci[5].
Sehingga
pengertian Ushul Fiqh secara terminologi ialah ilmu pengetahuan tentang
kaidah-kaidah yang berfungsi sebagai alat penggalian hukum-hukum syara’ dari
dalil-dalil yang terperinci.
1.
B. Objek
Pembahasan
Dari
penjelasan tentang hubungan antara ushul fiqh dengan fiqh serta perbedaan
masing-masing, maka jelas pula bahwa objek ushul fiqh berbeda dengan
objek fiqh.
1. Objek Pembahasan
Fiqh
Objek fiqh adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan
manusia beserta dalil-dalilnya yang terinci. Adapun pendapat lain tentang objek
fiqh ialah hukum perbuatan mukallaf, yakni halal, haram, ajib, mandub, makruh,
dan mubah baserta dalil- dalil yang mendasari ketentuan hukun tersebut.[6] Fiqh membahas
dalil-dalil tersebut untuk menetapkan hukum-hukum cabang yang berhubungan
dengan perbuatan manusia. Sedangkan ushul fiqh meninjau dari segi penetapan
hukum, klasifikasi argumentasi serta situasi dan kondisi yang melatarbelakangi
dalil-dalil tersebut.
1. Objek Pembahasan
Ushul Fiqh
Dari
berbagai definisi, terlihat jelas bahwa yang menjadi objek kajian Ushul Fiqh secara
garis besarnya ada tiga :
1. Sumber hukum
dengan segala seluk beluknya.
2. Metode
pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
Selain
itu ada objek pembahasan lain dalam ushul fiqh meliputi :
1. Pembahasan
tentang dalil.
Pembahasan
tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di sini dibahas
tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing dari macam-macam dalil
itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak
dibahas satu persatu dalil bagi setiap perbuatan.
1. Pembahasan
tentang hukum
Pembahasan
tentang hukum dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah secara umum, tidak dibahas secara
terperinci hukum bagi setiap perbuatan. Pembahasan tentang hukum ini, meliputi
pembahasan tentang macam-macam hukum dan syarat-syaratnya. Yang menetapkan
hukum (al-hakim), orang yang dibebani hukum (al-mahkum ‘alaih) dan
syarat-syaratnya, ketetapan hukum (al-mahkum bih) dan macam-macamnya dan
perbuatan-perbuatan yang ditetapi hukum (al-mahkum fih) serta syarat-syaratnya.
1. Pembahasan
tentang kaidah
Pembahasan
tentang kaidah yang digunakan sebagai jalan untuk memperoleh hukum dari
dalil-dalilnya antara lain mengenai macam-macamnya, kehujjahannya dan
hukum-hukum dalam mengamalkannya.
1. Pembahasan
tentang ijtihad
Dalam
pembahasan ini, dibicarakan tentang macam-macamnya, syarat-syarat bagi orang
yang boleh melakukan ijtihad, tingkatan-tingkatan orang dilihat dari kaca mata
ijtihad dan hukum melakukan ijtihad.
Jadi objek pembahasan ushul fiqh ini bermuara pada hukum syara’
ditinjau dari segi hakikatnya, kriterianya, dan macam-macamnya. Hakim (Allah) dari segi
dalil-dalil yang menetapkan hukum, mahkum
‘alaih (orang yang dibebani hukum) dan cara untuk menggali
hukum yakni dengan berijtihad.
1.
C. Kegunaan
Fiqh dan ushul Fiqh
Setelah
mengetahui definisi ushul fiqh beserta pembahasannya, maka sangatlah penting
untuk mengetahui tujuan dan kegunaan ushul fiqh. Tujuan yang ingin dicapai dari
ushul fiqh yaitu untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dali
syara’ yang terperinci agar sampai pada hukum-hukum syara’ yang bersifat amali.
Dengan ushul fiqh pula dapat dikeluarkan suatu hukum yang tidak memiliki aturan
yang jelas atau bahkan tidak memiliki nash dengan cara qiyas, istihsan,
istishhab dan berbagai metode pengambilan hukum yang lain. Selain itu dapat
juga dijadikan sebagai pertimbangan tentang sebab terjadinya perbedaan madzhab
diantara para Imam mujathid. Karena tidak mungkin kita hanya memahami tentang
suatu hukum dari satu sudut pandang saja kecuali dengan mengetahui dalil hukum
dan cara penjabaran hukum dari dalilnya. Para ulama terdahulu telah berhasil
merumuskan hukum syara’ dengan menggunakan metode-metode yang sudah ada dan
terjabar secara terperinci dalam kitab-kitab fiqh. Kemudian apa kegunaan ilmu
ushul fiqh bagi masyarakat yang datang kemudian? Dalam hal ini ada dua maksud
kegunaan, yaitu:
Pertama,
apabila sudah mengetahui metode-metode ushul fiqh yang dirumuskan oleh ulama
terdahulu, dan ternyata suatu ketika terdapat masalah-masalah baru yang tidak
ditemukan dalam kitab terdahulu, maka dapat dicari jawaban hukum terhadap masalah
baru itu dengan cara menerapkan kaidah-kaidah hasil rumusan ulama terdahulu.
Kedua,
apabila menghadapi masalah hukum fiqh yang terurai dalam kitab fiqh, akan
tetapi mengalami kesulitan dalam penerapannya karena ada perubahan yang terjadi
dan ingin merumuskan hukum sesuai dengan tuntutan keadaan yang terjadi, maka
usaha yang harus ditempuh adalah merumuskan kaidah yang baru yang memungkinkan
timbulnya rumusan baru dalam fiqh. Kemudian untuk merumuskan kaidah baru
tersebut haruslah diketahui secara baik cara-cara dan usaha ulama terdahulu
dalam merumuskan kaidahnya yang semuanya dibahas dalam ilmu ushul fiqh.
Adapun
kegunaan lain dari ilmu-ilmu ushul fiqih diantaranya :
1. Dengan
mengetahui ushul fiqh, kita akan mengetahui dasar-dasar dalam berdalil, dapat
menjelaskan mana saja dalil yang benar dan mana saja dalil yang palsu. Dalil
yang benar adalah apa yang ada di dalam al-qur’an, hadist rosulullah serta
perkataan para sahabat, sedangkan dalil-dalil yang palsu adalah seperti apa
yang didakwahkan oleh kaum syiah, dimana mereka mengatakan bahwa mimpi dari
seorang yang mereka agungkan adalah dalil. Atau juga kelompok lain yang
mengatakan bahwa perkataan para tabi’in adalah dalil, ini merupakan dalil yang
palsu yang dapat merusak syariat islam yang mulia ini
2. Dengan ushul
fiqh, kita dapat mengetahui cara berdalil yang benar, dimana banyak kaum
muslimin sekarang yang berdalil namun dengan cara yang salah. Mereka berdalil
namun dalil yang mereka gunakan tidaklah cocok atau sesuai dengan pembahasan
yang dimaksudkan, sehingga pemaknaan salah dan hukum yang diambil menjadi
keliru. Seperti halnya mereka menghalalkan maulid nabi dengan dalil sunnahnya
puasa senin, yang mana ini sesuatu yang tidak berhubungan sama sekali.
Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa itu adalah salah?? Yakni dengan
mempelajari ushul fiqh.
3. Ketika pada
jaman sekarang timbul perkara-perkara yang tidak ada dalam masa nabi, terkadang
kita bingung, apa hukum melaksanakan demikian dan demikian, namun ketika kita
mempelajari ushul fiqih,kita akan tahu dan dapat berijtihad terhadap suatu
hukum yang belum disebutkan di dalam al-qur’an dan hadits. Seperti halnya
penggunaan komputer, microphone dll.
4. Dalam ushul fiqh
akan dipelajari mengenai kaidah-kaidah dalam berfatwa, syarat-syaratnya serta
adab-adabnya. Sehingga fatwa yang diberikan sesuai dengan keadaan dari yang
ditanyakan.
5. Dengan
mempelajari ushul fiqh, kita dapat mengetahui sebab-sebab yang menjadikan
adanya perselisihan diantara para ulama dan juga apa alasan mereka berselisih,
sehingga dari hal ini kita akan lebih paham dan mengerti maksud dari perbedaan
pendapat tersebut, yang akhirnya kita bisa berlapang dada terhadap perbedaan
pendapat yang terjadi, bukannya saling mengejek dan menjatuhkan satu sama
lainnya.
6. Ushul fiqh dapat
menjauhkan seseorang dari fanatik buta terhadap para kiayi, ustadz atau
guru-gurunya. Begitu pula dengan ushul fiqh seseorang tidak menjadi taklid dan
ikut-ikutan tanpa mengetahui dalil-dalilnya.
7. Ushul fiqh dapat
menjaga aqidah islam dengan membantah syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh
orang-orang yang menyimpang. Sehingga ushul fiqh merupakan alat yang bermanfaat
untuk membendung dan menangkal segala bentuk kesesatan.
8. Ushul fiqh
menjaga dari kebekuan agama islam. Karena banyak hal-hal baru yang belum ada
hukumnya pada jaman nabi, dengan ushul fiqh, hukum tersebut dapat diketahui.
9. Dalam ushul
fiqh, diatur mengenai cara berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil
yang benar dan diakui, tidak semata-mata pendapatnya masing-masing. Sehingga
dengan hal ini, debat kusir akan terhindari dan jalannya diskusi dihiasi oleh
ilmu dan manfaat bukannya dengan adu mulut.
10.
Dengan ushul fiqh, kita akan mengetahui kemudahan, kelapangan
dan sisi-sisi keindahan dari agama islam.
1.
D. Ilmu-ilmu
Pembantu Ushul Fiqh
1. Ilmu Ushuludin,
yaitu ilmu-ilmu yang membahas masalah keyakinan. Ilmu ushul fiqh bersumber dari
ilmu ushuludin, karena dalil yang dibahas di dalam ushul fiqh adalah dalil yang
terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunnah , dan keduanya diturunkan oleh Allah
swt. Kalau tidak ada keyakinan seperti ini , niscaya ilmu ushul
fiqh ini tidak akan pernah muncul ke permukaan, karena salah satu tujuan ilmu
ini adalah meletakkan kaidah-kaidah di dalam proses pengambilan hukum
dari kedua sumber tadi.
2. Ilmu Bahasa
Arab, yaitu ilmu-ilmu yang membahas tentang Bahasa Arab dengan segala
cabangnya. Ilmu Ushul Fiqh bersumber dari Bahasa Arab, karena ilmu
ini mempelajari teks-teks yang ada di dalam Al Qur’an dan Al Hadits yang
keduanya menggunakan bahasa Arab. Ilmu bahasa Arab ini mempunyai hubungan yang
paling erat dengan ilmu ushul fiqh, karena mayoritas kajiannya adalah
berkisar tentang metodologi penggunaan dalil-dalil syar’I, baik yang
bersifat al-lafdhi ( tekstual ) maupun yang bersifat al ma’nawi ( substansial )
– sebagaimana yang pernah diterangkan - yang pada hakekatnya adalah
pembahasan tentang bahasa Arab.
3. Ilmu Al Qur’an
4. Hadist
1.
E. Kronologis
timbulnya Fiqh dan Ushul Fiqh
Ushul
fiqih ada sejak fiqh ada. Dimana ada fiqh, maka disana wajib ada ushul fiqh,
ketentuan dan kaidahoya. Karena, fiqh adalah hakikat yg dicari ushul fiqh.
Sekalipun fiqh dan ushul fiqh saling berkaitan, akan tetapi fiqh lebih awal dibukukan. Hal ini bukan berarti ushul fiqh tdak ada sebelum adanya fiqh atau dg kata lain para ulama pada saat itu tdk menggunakan kaidah ushul fiqh dalam mencetuskan suatu hukum. Akan tetapi, para mujtahid dan ulama fiqih pd saat itu, sudah menggunakan metode yang telah ditetapkan sekalipun tdk disebut sbg ushul fiqih.
Sekalipun fiqh dan ushul fiqh saling berkaitan, akan tetapi fiqh lebih awal dibukukan. Hal ini bukan berarti ushul fiqh tdak ada sebelum adanya fiqh atau dg kata lain para ulama pada saat itu tdk menggunakan kaidah ushul fiqh dalam mencetuskan suatu hukum. Akan tetapi, para mujtahid dan ulama fiqih pd saat itu, sudah menggunakan metode yang telah ditetapkan sekalipun tdk disebut sbg ushul fiqih.
Pada
masa Nabi saw, tdk perlu membahas ushul fiqh, apalagi membukukannya. Karena
pada saat itu, segala permasalahan dapat diselesaikan dg cara menanyakannya
kepada Nabi. Shg tidak ada satu faktor pun yg mengharuskao para shbt untuk
berijtihad. Setelah Nabi Saw wafat, muncul banyak permasalahan baru. Namun,
bisa terselesaikan dg ijtihad dan dicetuskan hukumnya dr Al Qur’ an dan Sunnah.
Namun, ulama fiqh dari kalangan sahabat belum merasa perlu untuk berbicara
kaidah atau metode dlm pengambilan dalil dan pencetusan hukum, karena mereka
memahami bahasa arab dan seluk-beluknya serta segi penunjukan kata dan kalimat
pada makna yang dikandungnya. Mereka mengetahui rahasia dan hikmah
pensyariatan, sebab turunnya Al Quran dan datangnya sunnah. Cara sahabat dalam
mencetuskan hukum: ketika muncul sebuah permasalahan baru, mereka mencari hikmahnya
dalam Kitab, jika belum menemukan mereka mencarinya ke sunnah, jika belum
menemukan juga, mereka berijtihad dengan cahaya pengetahuan mereka tentang
maqashid as-syariah (tujuan pensyariatan) dan apa yang diisyaratkan oleh nash.
Mereka tidak menemui kesulitan dalam berijtihad dan tidak perlu membukukan
kaidah-kaidahnya. Mereka benar-benar dibantu oleh jiwa ke-faqihan yang mereka
dapatkan setelah menemani dan menyertai Nabi SAW sekian lama. Para sahabat
memiliki keistimewaan berupa ingatan yang tajam, jiwa yang bersih dan daya
tangkap yang cepat. Sampai masa sahabat lewat, kaidah ushul fiqh belum
dibukukan, demikian pula pada masa tabi’in, mereka mengikuti cara sahabat dalam
mencetuskan hukum. Tabi’in tidak merasa perlu membukukan kaidah pencetusan hukum,
karena mereka hidup dekat dengan masa Nabi dan telah belajar banyak dari
sahabat.
Setelah
lewat masa tabi’in, kekuasaan Islam semakin meluas, permasalahan dan hal-hal
baru muncul, orang arab dan non arab bercampur sehingga bahasa arab tidak murni
lagi, muncul banyak ijtihad, mujtahid dan cara mereka dalam mencetuskan hukum,
diskusi dan perdebatan meluas, keraguan dan kebimbangan menjamur. Karena itulah
ulama fiqh kemudian menganggap perlu untuk meletakkan kaidah dan metode
berijtihad, agar para mujtahid dapat menjadikannya rujukan dan ukuran kebenaran
saat terjadi perselisihan. Kaidah-kaidah yang mereka letakkan adalah
berlandaskan pada tata bahasa arab, tujuan dan rahasia pensyariatan, maslahat
(kebaikan), dan cara sahabat dalam pengambilan dalil. Dari semua kaidah dan
pembahasan itulah ilmu Ushul Fiqh muncul. Ilmu ushul fiqh muncul –dalam bentuk
pembukuan- adalah sebagai konsekuensi dari banyaknya kaidah yang muncul dalam
perdebatan ulama ketika menjelaskan hukum, mereka menyebutkan hukum, dalil dan
segi penunjukan dalil. Perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqh didukung oleh
kaidah ushul fiqh, masing-masing mereka mendasarkan pendapatnya pada kaidah
ushul untuk memperkuat analisis, meningkatkan pamor madzhab (aliran), dan
menjelaskan rujukan dalam ijtihad mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
ulama yang pertama kali menulis tentang ushul fiqh adalah Abu Yusuf, ulama
pengikut madzhab Hanafiyah, akan tetapi kitab-kitabnya tidak pernah kita
temukan. Sedangkan pendapat yang umum di kalangan ulama, bahwa ulama yang
pertama kali membukukan ilmu ushul fiqh adalah Imam Muhammad bin Idris
As-Syafi’i (w. 204 H). Imam Syafi’i menulis kitab Ar Risalah yang terkenal. Di
dalamnya Syafi’i berbicara tentang Al Quran, bagaimana Al Quran menjelaskan
hukum, sunah menjelaskan Al Quran, Ijma’ dan Qiyas, Nasikh dan Mansukh, Amar
dan Nahi, berhujjah (berargumentasi) dengan hadits ahad, dan bahasan ushul fiqh
yang lain.
Syafi’i
menulis Ar-Risalah dengan teliti, mendalam, setiap pendapatnya didasarkan
dalil, dan mendiskusikan pendapat yang berbeda secara ilmiah, sempurna dan
mengagumkan.
Setelah
Syafi’i, Ahmad bin Hanbal menulis kitab tentang taat kepada Rasulullah SAW,
kedua tentang nasikh dan mansukh dan ketiga tentang ‘ilat. Setelah itu, para
ulama berbondong-bondong menulis, menyusun, memperluas dan menambah bahasan.
BAB III
SIMPULAN
1.
A. Simpulan
1. Pengertian Fiqh
dan Ushul Fiqh
Pengertian
Fiqh secara etimologi adalah pemahaman yang mendalam dan membutuhkan pengerahan
potensi akal.
Pengertian
Ushul Fiqh secara etimologi ialah dasar atau pondasi (kaidah) dari suatu
pemahaman yaitu pemahaman tentang dalil-dalil Ilmu fiqh.
1. Objek Pembahasan
Fiqh dan Ushul Fiqh
Objek
Fiqh ialah hukum perbuatan mukallaf, yakni halal, haram, ajib, mandub, makruh,
dan mubah baserta dalil- dalil yang mendasari ketentuan hukun tersebut.
Objek
Ushul fiqh :
1. Sumber hukum
dengan segala seluk beluknya.
2. Metode
pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum dari sumbernya.
3. Persyaratan
orang yang berwenang melakukan istinbath dengan semua permasalahaanya.
4. Kegunaan Fiqh
dan Ushul Fiqh
1. Mengetahui
dasar-dasar dalam berdalil,
2. Dapat mengetahui
cara berdalil yang benar,
3. Akan tahu dan
dapat berijtihad terhadap suatu hukum yang belum disebutkan didalam al-qur’an
dan hadits
4. Dipelajari
mengenai kaidah-kaidah dalam berfatwa, syarat-syaratnya serta adab-adabnya
5. Mengetahui
sebab-sebab yang menjadikan adanya perselisihan diantara para ulama dan juga
apa alasan mereka berselisih, sehingga dari hal ini kita akan lebih paham dan mengerti
maksud dari perbedaan pendapat tersebut
6. Menjauhkan
seseorang dari fanatik buta terhadap para kiayi, ustadz atau guru-gurunya
7. Menjaga aqidah
islam dengan membantah syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh orang-orang yang
menyimpang
8. Menjaga dari
kebekuan agama islam
9. Diatur mengenai
cara berdialog dan berdiskusi yang merujuk kepada dalil yang benar dan diakui,
tidak semata-mata pendapatnya masing-masing
10.
Akan mengetahui kemudahan, kelapangan dan sisi-sisi keindahan
dari agama islam
11. Ilmu-ilmu
pembantu Fiqh dan Ushul Fiqh
1. Ilmu Ushuludin
2. Ilmu Bahasa Arab
3. Ilmu Al Qur’an
4. Hadist
5. Kronologis
timbulnya Fiqh dan Ushul