A. Pola Asuh Anak-anak Hari Ini
Akhir-akhir
ini banyak bermunculan kasus-kasus kekerasan terhadap anak baik yang
ditayangkan lewat media televisi maupun media cetak. Kekerasan itu terungkap
dalam kekerasan fisik, seksual, bahkan peniadaan nyawa anak oleh orangtua
tertentu. Jenis kekerasan yang menonjol ada dua yaitu kekerasan fisik dan
ekonomi. Namun pada dasarnya kedua jenis ini saling berkaitan satu sama lain,
disamping juga bisa menjadi menjadi hubungan sebab-akibat. Kekerasan fisik yang
banyak dijumpai seperti pemukulan terhadap anak, penyiksaan lain dengan
membakar anak dan sebagainya. Hal ini tentu mengundang keprihatinan yang
mendalam. Penyebabnya terkadang sepele, ketika orangtua jengkel karena si anak
terus saja merengek meminta uang jajan, maka dari situlah si orangtua kemudian
naik pitam yang berujung pada penyiksaan fisik pada anak. Apabila dirunut lebih
jauh, krisis ekonomi yang berkepanjangan turut menyebabkan kondisi ini terjadi.
Relasi antara keluarga dan pemerintah sudah semestinya seiring-sejalan. Tak heran bila kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang ekonomi sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup keluarga-keluarga. Misalnya saja kenaikan BBM dan harga-harga kebutuhan yang terus menukik. Implikasinya, rakyat, dalam hal ini adalah keluarga-keluarga semakin menjerit ( terutama dari kalangan menengah ke bawah ). Terlebih lagi bagi masyarakat yang hidupnya pas-pasan. Sebagai orangtua mereka mungkin tidak menghendaki, tetapi dalam keterpakasaan itu, banyak orangtua yang akhirnya mengkaryakan anak-anak mereka secara paksa, mulai dari menyuruh anak mengamen, menyemir sepatu, atau bekerja sebagai pembantu. Bahkan saat ini banyak anak kecil yang masih sangat dini usianya sudah berkeliaran di perempatan jalan tepatnya di dekat traffic light, mereka menengadahkan tangan menunggu beberapa rupiah dari para pengguna jalan. Sementara si orangtua terkadang berada di pinggir trotoar jalan menunggu sampai si anak mendapatkan uang yang diinginkannya.
Anda bisa melihat betapa situasi
ekonomi ( baca: kemiskinan ) begitu berpengaruh pada pola asuh orangtua kepada
anak-anak mereka. Si anak hanya tahu bahwa ia harus selalu menuruti apa
yang diperintahkan oleh orangtuanya. Tanpa keluhan si anak terus saja mengemis
tanpa tahu bahwa ia sebenarnya mempunyai hak untuk menikmati masa kecilnya. Masa
kanak-kanaknya terampas oleh kejamnya perjuangan menghadapi hidup di bawah
bayang-bayang orangtua. Dunia anak yang semestinya diisi dengan bermain, justru
diganti dengan berpanas-panas di tengah jalan raya.
B. Orang Tua Adalah
Pengasuh Utama
Bukan terapis, bukan konselor anak,
apalagi sekolah yang pertama dan terutama bertanggung jawab dalam hal
pengasuhan anak. Orangtua, ya orangtua lah yang harus bertanggung jawab dalam
pengasuhan anak. Hal ini mengandaikan bahwa para orangtua harus memiliki pengetahuan
mengenai pola asuh anak yang tepat dan benar, mulai dari pola asuh di bidang
pendidikan, kesehatan, pergaulan dan religius. Di samping itu, para orangtua
juga harusmemiliki pengetahuan mengenai hak-hak anak sesuai dengan KHA
(Konvensi Hak Anak). Pertanyaannya adalah di mana para orangtua akan
mendapatkan pengetahuan-pengetahuan tersebut ? Lagi, bukankah tidak ada sekolah
khusus menjadi orangtua ?
Memang ada berbagai jalan keluar bila
para orangtua menghadapi tingkah anak-anak mereka, khususnya tingkah anak-anak
yang ekspresinya tergolong 'ganjil'. Misalnya dengan mengikuti berbagai
kegiatan pelatihan yang disediakan oleh lembaga-lembaga psikologi atau lembaga
lain sejenis yang secara khusus memberi perhatian kepada perkembangan
psikologis anak-anak. Dengan metode-metode atau pendekatan-pendekatan
tertentu seperti metode ceramah, brainstorming, curhat, mind
mapping, body mapping, dialog, dan lain-lain. Namun, sebagai
orangtua kita juga perlu mempehatikan satu hal bahwa lembaga-lembaga di atas plus
metode-metode atau pendekatan-pendekatan yang mereka gunakan pertama-tama
bukanlah solusi terbaik. Sekali lagi, orangtua lah yang harus membuat target
dalam pola pengasuhan mereka. Target yang dimaksud ialah keberhasilan yang
diperoleh melalui pola asuh anak dalam keluarga.
C. Pengertian Pola Asuh
Dalam mengasuh anak-anaknya, para
orangtua selalu menerapkan pola asuh yang berbeda. Ada yang menerapkan pola
permisif, otoriter dan demokratis. Sebagian besar dari mereka menerapkan pola
otoriter pada berbagai bidang. Pola asuh dalam keluarga berarti usaha
orangtua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak
lahir sampai dewasa (18 tahun).[1]
Pola asuh ini dapat diklasifikasikan ke
dalam 3 (tiga) kategori besar, yakni :
a) Pola Asuh OTORITER, di mana setiap orangtua dalam
mendidik anak mengharuskan setiap anak patuh tunduk terhadap setiap kehendak
orangtua. Anak tidak diberi kesempatan untuk menanyakan segala sesuatu yang
menyangkut tentang tugas, kewajiban dan hak yang diberikan kepada dirinya.
b) Pola Asuh DEMOKRATIS, yakni sikap orangtua yang mau mendengarkan pendapat anaknya, kemudian dilakukan musyawarah antara pendapat orangtua dan pendapat anak lalu diambil suatu kesimpulan secara bersama, tanpa ada yang merasa terpaksa.
c) Pola Asuh PERMISIF yang tampil dalam sikap orangtua dalam mendidik anak memberikan kebebasan secara mutlak kepada anak dalam bertindak tanpa ada pengarahan sehingga bagi anak yang perilakunya menyimpang akan menjadi anak yang tidak diterima di masyarakat karena dia tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan.
b) Pola Asuh DEMOKRATIS, yakni sikap orangtua yang mau mendengarkan pendapat anaknya, kemudian dilakukan musyawarah antara pendapat orangtua dan pendapat anak lalu diambil suatu kesimpulan secara bersama, tanpa ada yang merasa terpaksa.
c) Pola Asuh PERMISIF yang tampil dalam sikap orangtua dalam mendidik anak memberikan kebebasan secara mutlak kepada anak dalam bertindak tanpa ada pengarahan sehingga bagi anak yang perilakunya menyimpang akan menjadi anak yang tidak diterima di masyarakat karena dia tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Secara sosiologis, pola asuh keluarga
di atas menuntut peran dan fungsi keluarga dalam mencapai suatu masyarakat
sejahtera yang dihuni oleh individu (anggota keluarga) yang bahagia dan
sejahtera. Fungsi keluarga perlu diamati sebagai tugas yang harus diperankan
oleh keluarga sebagai lembaga sosial terkecil.
D. Fungsi Keluarga
Pola asuh di atas harus disesuaikan
dengan determinasi yang jelas antara hak dan kewajiban anak; tetapi terutama
hak anak. Hak anak yang dimaksud ialah bermain, belajar, kasih sayang, nama
baik, perlindungan, dan perhatian.
Berdasarkan pendekatansosio-kultural,
dalam konteks bermasyarakat, keluarga memiliki fungsi berikut :
1. Fungsi
Biologis. Tempat
keluarga memenuhi kebutuhan seksual ( suami - istri ) dan mendapatkan keturunan
(anak); dan selanjutnya menjadi wahana di mana keluarga menjamin kesempatan
hidup bagi setiap anggotanya. Secara biologis, keluarga menjadi tempat untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan dengan
syarat-syarat tertentu. Berkaitan dengan fungsi ini, pola asuh anak di
bidang kesehatan juga harus mendapat perhatian para orangtua. Pola hidup sehat
perlu diterapkan di dalam keluarga yang bisa dilakukan dengan cara :
·
Memberitahukan pada anak untuk
mengurangi konsumsi makanan instan atau cepat saji. mengapa hal ini penting ?
Kita tahu, bahwa di dalam makanan instan terdapat zat pengawet yang jika
dikonsumsi secara berlebihan akan membahayakan bagi kesehatan,
·
Memberitahukan pada anak untuk berolah
raga secara rutin.
·
Menyediakan sayuran dan buah bagi anak
untuk dikonsumsi.
·
Memberitahukan pada anak untuk
memperbanyak minum air putih.
2. Fungsi
Pendidikan. Keluarga
diajak untuk mengkondisikan kehidupan keluarga sebagai “institusi” pendidikan,
sehingga terdapat proses saling belajar di antara anggota keluarga. Dalam
situasi ini orangtua menjadi pemegang peran utama dalam proses pembelajaran
anak-anaknya, terutama di kala mereka belum dewasa. Kegiatannya antara lain
melalui asuhan, bimbingan dan pendampingan, dan teladan nyata. Dalam bidang
pergaulan pun, anak tetap dikontrol. Sebagian peserta mengungkapkan bahwa
mereka biasa mengontrol melalui teman si anak, serta menghubungi ibu/bapak guru
melalui HP. Di samping itu, setalah anak pulang sekolah, para peserta juga
memeriksa tas sekolah anak, kalau-kalau si anak membawa sesuatu yang tidak
wajar. Adapun suka-duka para peserta dalam mendidik anak sangat bervariasi.
Sebagian peserta menyatakan sangat senang bila anak-anak mereka menurut
terhadap apa yang mereka sarankan. Namun di sisi lain, peserta merasa sedih
bila si anak terkadang membantah perkataan mereka, ngambek tidak mau belajar,
salah pergaulan dan sebagainya. 3. Fungsi ReligiusPara orangtua dituntut
untuk mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan anak serta
anggota keluarga lainnya mengenal kaidah-kaidah agama dan perilaku keagamaan.
Di sini para orangtua diharuskan menjadi tokoh inti dan panutan dalam keluarga,
untuk menciptakan iklim keagamaan dalam kehidupan keluarganya. Berkatian
dengan pola asuh anak di bidang agama, banyak orangtua sepakat bahwa agama
adalah solusi terakhir dan tertinggi bagi setiap persoalan hidup anak-anak
mereka. Masalahnya justru terletak pada tantangan yang mereka hadapi dalam
mensosialisasikan ajaran agama dimaksud. Hari-hari ini ada fenomena bahwa agama
seakan-akan tidak lagi menarik perhatian anak-anak. Pesan moral dari
kisah-kisah yang mempesona dari kitab-kitab suci tidak lagi sampai kepada
anak-anak di jaman ini. Memang sih hal ini erat terkait dengan mandegnya
progressivitas pihak agama dalam mencari pola-pola pengajaran terkini. Maka
tidak mengherankan bila sebagian besar orangtua sangat sulit mengajak
anak-anaknya untuk beribadah. Banyak anak justru tidak merasa nyaman di gereja
atau tempat ibadah agamanya. Di titik ini para orangtua harus menyadari
fungsi mereka sebagai teladan atau pemberi contoh terlebih dahulu.
Bagaimana anak akan menurut pada ajakan orangtua bila si orangtua sendiri tidak
menjalankannya.
4. Fungsi Perlindungan. Fungsi
perlindungan dalam keluarga ialah untuk menjaga dan memelihara anak dan anggota
keluarga lainnya dari tindakan negatif yang mungkin timbul. Baik dari dalam
maupun dari luar kehidupan keluarga. Selama ini dalam mendidik anak,
banyak orangtua mendidik anak-anak mereka dengan sabar dan telaten, agar anak
menurut sesuai dengan yang diinginkan. Namun tidak jarang pula mereka
menggunakan cara-cara yang sedikit otoriter, agar anak tidak bandel dan menurut
apa yang kita perintah. Fungsi perlindungan juga menyangkut pola asuh
orangtua di bidang kesehatan. Pola ini bisa dicermati dari kegiatan keseharian
anak, antara lain :
1. Selama ini ketika
anak pulang dari sekolah langsung pulang ke rumah atau bermain dulu di tempat
temannya. Dalam hal ini juga harus diperhatikan apakah anak tersebut sudah
makan siang atau belum. Artinya kontrol terhadap pola makan anak dijalankan
dengan baik. Apabila anak pulang sampai sore atau malam hari maka orangtua
perlu menanyakan kemana saja seharian anak tersebut.
2. Selama ini ketika
anak pulang dari sekolah, apakah langsung membantu orangtua atau bermain. Hal
ini ditinjau dari pandangan orangtua jelas tentunya lebih senang ketika anak
langsung membantu orangtua dalam hal pekerjaan di dalam rumah. Lalu bagaimana
bila ternyata anak membantu orangtua dalam arti ikut bekerja mencari uang ?
Tentunya hal ini sebaiknya belum boleh dilakukan oleh anak, mengingat anak
masih tumbuh dan berkembang dan mempunyai hak untuk menikmati dunia bermainnya.
Bisa dibayangkan betapa anak nantinya akan terbebani ketika harus memikirkan
pelajaran di sekolah, namun di sisi yang lain masih harus bekerja mencari uang.
Sudah menjadi kewajiban orangtualah untuk membiayai segala macam keperluan anak
sehari-hari termasuk pula dalam hal biaya sekolah.
3. Anak dipastikan mandi
sehari dua kali. Dalam hal ini orangtua senantiasa mengontrol apakah anak sudah
mandi atau belum.
4. Asupan gizi yang
dikonsumsi anak juga harus diperhatikan. Apabila anak setiap hari diberi lauk
daging, tentunya tidak bagus. Akan lebih baik bila diimbangi dengan sayur, buah
dan susu. Dalam arti makanan yang dikonsumsi sehari-hari memenuhi 4 sehat 5
sempurna. Sesekali anak diberi lauk ikan, telur, tempe, tahu dan lainnya. Hal
ini dimaksudkan agar terdapat variasi menu makanan anak agar anak tidak bosan.
5. Fungsi
Sosialisasi. Para orangtua dituntut untuk
mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang baik, kalau tidak mau
disebut warga negara kelas satu. Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga
berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan
norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh
anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan
terhadap lingkungannya.
6. Fungsi Kasih
Sayang. Keluarga
harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin
yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial
masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam dan kuat
ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih
sayang. Dalam suasana yang penuh kerukunan, keakraban, kerjasama dalam
menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.
7. Fungsi
Ekonomis. Fungsi ini
menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis. Aktivitas dalam fungsi
ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan
anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.
8. Fungsi
Rekreatif. Suasana
Rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya apabila dalam
kehidupan keluarga itu terdapat perasaan damai, jauh dari ketegangan batin, dan
pada saat-saat tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari-hari.
9. Fungsi Status Keluarga. Fungsi ini dapat
dicapai apabila keluarga telah menjalankan fungsinya yang lain. Fungsi keluarga
ini menunjuk pada kadar kedudukan (status) keluarga dibandingkan dengan
keluarga lainnya. Dalam mengembangkan anak untuk menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas diperlukan persiapan dan perlakuan terhadap anak
secara tepat sesuai dengan kondisi anak. Sebagai manusia, setiap anak mempunyai
ciri individual yang berbeda satu dengan yang lain. Di samping itu setiap anak
yang lahir di dunia ini berhak hidup dan berkembang semaksimal mungkin sesuai
dengan kondisi yang dimilikinya. Untuk dapat memberi kesempatan berkembang bagi
setiap anak diperlukan pola asuh yang tepat dari orangtuanya, hal ini mengingat
anak adalah menjadi tanggung jawab orangtuanya baik secara fisik, psikis maupun
sosial[2]
E.
Refleksi
dan Saran
Pertanyaan berikut menjadi bahan
refleksi bagi kita, para orangtua : Bagaimana cara orangtua mendidik anak
? Bagaimana orangtua mengawasi atau mengontrol anak-anak mereka dalam
pergaulan: apa saja suka-dukanya ? Kenyataannya ada banyak orangtua
melaksanakan kewajiban mereka dalam mendidik anak-anaknya, tetapi dengan
pendekatan pola asuh yang terbatas. Sadar maupun tidak sadar dalam melaksanakan
tugas mulia itu diwarnai oleh kemampuan yang dimiliki oleh orangtua itu sendiri
yang pernah didapatkan dari keluarga asalnya maupun pengetahuan dan pengalaman
yang dimilikinya. Besar kemungkinan ada ketidaktepatan pola asuh dari
orangtua tersebut terhadap anak-anak mereka karena anak-anak tersebut mempunyai
sifat pribadi dan karakter yang berbeda-beda. Anak yang satu bisa tepat / cocok
dengan model yang dilakukan oleh orangtua, tetapi ada kemungkinan anak yang
satunya atau yang lainnya lagi tidak cocok dengan model tersebut. Oleh karena
itu, model pola asuh yang tepat bagi anak perlu digali lebih dalam lagi.
Setiap orangtua berbeda dalam hal
penerapan pola asuh bagi anak-anak mereka. Ada yang menerapkan pola permisif,
otoriter dan demokratis. Satu hal yang cukup mencengangkan kita ialah adanya
fakta sebagian besar dari para orangtua menerapkan pola otoriter pada berbagai
bidang. Pola asuh dari (terkesan) otoriter yang telah mereka terapkan selama
ini harus dibuah dengan fokus pada pertumbuhkembangan anak serta kemajuan anak
di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para orangtua
untuk membiarkan anak-anak mereka menikmati masa bermainnya, karena dengan
memaksakan kehendak orangtua pada anak seperti mengharuskan anak mengamen di
jalan dengan sendirinya telah merampas dunia kanak-kanak mereka. Hal penting
selanjutnya yang harus diperhatikan oleh para orangtua adalah agar tidak
terus-menerus mengkaryakan anaknya untuk mendapatkan uang dengan tanpa susah
payah bekerja keras. Lambat laun para orangtua ini akan menghargai sebuah
proses menuju kesuksesan dibandingkan budaya malas yang menghinggapi selama
ini. Dan akhirnya para orangtua perlu meninjau ulang pola asuh yang telah
mereka terapkan selama ini. Semoga para orangtua bisa menerapkan pola asuh
yang sesuai bagi anak dan mendukung tumbuh-kembang anak serta kemajuan anak di
masa yang akan datang. Misericordia of Indonesian Children Foundation
siap membantu Anda.