BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Seperti diketahui bahwa United Nation’s
Development Program { UNDP } pada Tahun 2004 menempatkan Human Development
Index { HDI } Indonesia pada urutan 111 dari 175 Negara. Bahkan dibandigkan
dengan Negara tetangga seperti Malasyia, Thailand dan Philipina, Indonesia berada
di bawah mereka. 3 komponen peningkatan HDI yaitu indeks kesehatan,
perekonomian dan pendidikan.
Kondisi diatas terkait dengan adanya tuntutan
pengembangan SDM manusia yang terus meningkat dari waktu ke waktu, baik dari
karya, kualitas jasa dan produk serta layanan mengalami dinamisasi kualitas
untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasan hidup manusia yang terus meningkat pula.
Begitu pula dengan tanggungjawab pengembangan pendidikan anak atau generasi gbangsa
yaitu berada pada orang tua dan kelompok-kelompok mayarakat lainnya diluar
sekolah atau lembaga pendidikan.
Peran dominan orang tua terutama pada saat
anak-anak mereka berada dalam masa pertumbuhan hingga menjadi orang dewasa.
Pada masa pertumbuhan orang tua harus memenuhi kebutuhan pokok demi menjamin
perkembangan yang sehat dan baik. Peran dari kelompok- kelompok masyarakat
lainnya adalah membantu proses pendewasaan dan kematangan individu sebagai
anggota kelompok dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu diperlukan aktualisasi
masyarakat dalam pengembangan pendidikan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
Apa pengertian partisipasi masyarakat ?
Bagaimana pengembangan pendidikan
di Indonesia ?
Bagaimana aktualisasi masyarakat dalam
pengembangan pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi dalam Kamus Bahasa Indonesia
adalah ikut serta dalam suatu kegiatan. Sedangkan masyarakat adalah eksistensi
yang hidup, dinamis dan selalu berkembang. {Hery Noer Aly dan Munzier Suparta,
2003 : 191 }. Kata partisipasi masyarakat dalam pembangunan menunjukkan
pengertian pada keikutsertaan mereka dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemanfaatan hasil dan evaluasi program pembangunan { United Nation : 175 }.
Dalam kebijakan nasional kenegaraan ini, meelibatkan masyarakat dalam kegiatan
pembangunan adalah merupakan konsekuensi logis dari implementasi Undang-Undang
No 22 Tahun 1990 Tentang Pemerintahan Daerah.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada
umumnya dimulai dari tahap pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan
hasil dan evaluasi kegiatan {Cohen dan Uphoff : 1980 }. Secara lebih rinci,
partisipasi dalam pembangunan berarti mengambil bagian atau peran dalam pembangunan,
baik dalam bentuk pernyataan mengikuti kegiatan, memberi masukan berupa
pemikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dana atau materi serta ikut
memanfaatkan dan menikmati hasilnya { Sahidu : 1998 }.
Selama ini, penyelenggaraan partisipasi
masyarakat di Indonesia dalam kenyataannya masih terbatas pada
keikutsertaan anggota masyarakat dalam implementasi atau penerapan
program-program pembangunan saja. Kegiatan partisipasi masyarakat masih lebih
dipahamiu sebagai mobilisasi untuk kepentingan pemerintah atau Negara.
Dalam implementasi partisipasi masyarakat,
seharusnya anggota masyarakat merasa bahwa tidak hanya menjadi objek kebijakan
dari pemerintah, tetapi harus dapat mewakili masyarakat itu sendiri sesuai
dengan kepentingan mereka. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan,
baik secara individu atau kelompok, bersifat spontan atau terorganisasi, secara
berkelanjutan atau sesaat, serta dengan cara-cara tertentu yang dapat
dilakukan.
Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif
yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata
apabila terpenuhi oleh 3 faktor pendukungnya yaitu : adanya kemauan , kemampuan
dan kesempatan untuk berpartisipasi { Slamet : 1992 }.
Kemauan dan kemampuan berpartisipasi berasal
dari yang bersangkutan { warga atau kelompok masyarakat }, sedangkan kesempatan
berpartisipasi dating dari pihak luar yang memberikan peluang. Apabila ada
kemauan tetapi tidak ada kemampuan dari warga atu kelompok masyarakat, meskipun
pemerintah juga telah memberikan peluang, maka partisipasipun juga tidak akan
terjadi. Demikian juga, jika ada kemauan dan kemampuan tetapi tidak adanya
ruang atau kesempatan yang diberikan oleh pemerintah untuk wrga atau kelompok
masyarakat, maka partisipasipun juga tidak akan terjadi.
Demikian halnya dengan partisipasi masyarakat
dalam pengembangan pendidikanIndonesia, perlu ditumbuhkan adanya kemauan dan
kemampuan warga atau kelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan . Sebaliknya pihak pemerintah atau Negara juga memberikan
ruang atau kesempatan kepada warga atau kelompok masyarakat untuk berpartispasi
seluas mungkin sehingga kita bisa mencetuskan sebuah ide yang kreatif dan
imajinatif dalam pengembangan pendidikan, seperti pepatah orang jawa ‘’
Rawe-rawe rantas , malang-malang putung’’ atau dalam Bahasa indonesianya
‘’Bercerai kita runtuh, Bersatu kita teguh’’.
Agar kemampuan untuk berpartisipasi
masyarakat dimiliki oleh masyarakat, maka perlu peningkatan SDM manusia dengan
cara memperbaharui 3 jenis pendidikan masyarakat baik formal , nonformal maupun
informal. Akses yang luas terhadap 3 jenis pendidikan tewrsebut akan
mempercepat laju tingginya tingkat pendidikan dan pada gilirannya akan membuat
masyarakat mampu untuk ikut serta dalam pengembangan pendidikan.
B. Pengembangan
Pendidikan di Indonesia
Secara singkat pendidikan merupakan produk
dari masyarakat. Pendidikan tidak lain merupakan proses tranmisi pengetahuan ,
sikap, kepercayaan, ketrampilan dan aspek perilaku-perilaku lainnya kepada
generasi kegenerasi. Dengan pengertian tersebut, sebenarnya upaya diatas sudah
dilakukan sepenuhnya oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu
yang kita pelajari adalah hasil dari hubungan kita dengan orang lain, baik
dirumah, sekolah, tempat bermain, pekerjaan dan lainnya. Dengan kata lain
dimanapun kita berada kita pasti akan belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan.
Bagi suatu masyarakat, hakikat pendidikan
diharapkan mampu berfungsi menunjang kelangsungan kemajuan hidupnya, agar
masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan nilai-nilai,
pengetahuan, ketrampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi generasi muda.
Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses adaptasi
tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada generasi muda
melalui pendidikan atau secara khusu melalui interaksi social. Dengan demikian
fungsi pendidikan tidak lain adalah sebagai proses sosialisai {Nasution :
1999}.
Dalam pengertian sosialisasi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa aktifitas pendidikan sebenarnya sudah dimulai sejak ia
dilahirkan kedunia yaitu keluarga. Didalam keluargalah anak pertama menerima
pendidikan dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan
pendidikan utama atau terpenting terhadap perkembangan pribadi anak. Pada
didalam kehidupan keluarga memberi corak pola kepribadian anak yang hidup di
dalam keluarga. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama sejak
timbulnya adapt kemanusiaan hingga sekarang, hidup keluarga itu selalu
mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia { Dewantara dalam
Suwarno, 1972 : 72}.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula
ternyata masyarakat dunia secara global telah ikut mempengaruhi iklim
pendidikan. Pengaruh modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan
karakter pendidikan yang hampir sama di seluruh dunia, memiliki mempunyai ciri
khas tertentu di tiap- tiap Negara. Dalam masyarakat yang sudah maju, proses
pendidikan sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah
dan pendidikan dalam lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih
teratur dan terdeferensiasi. Inilah pendidikan formal yang biasa dikenal oleh
masyarakat sebagai’’Schooling ‘’{ Tilaar : 2003 }.
Perkembangan teknologi dan informasi
menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai tergeser.
Sekolah tidak lagi menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas
belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru tidak akan
menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan informasi
yang mampu memfasilitasi orang untuk belajar. Oleh karena itu aktualisasi
partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan sangat diperlukan.
C. Aktualisasi
Masyarakat Dalam Pengembangan Pendidikan
Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran
diri masyarakat secara kolektif dapat berupa partisipasinya dalam proses
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebutuhan dirinya dan kelompoknya
dalam komunitas yang melingkupinya. Cara-cara kolektif berpartisipasi dalam
bermasyarakat bisa teraktualisasikan dalam bentuk musyawarah dan juga
terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri.
Musyawarah adalah sebuah pendekatan kultural
khas Indonesia yang dapat dimasukkan dalam proses ekplorasi kebutuhan
dan identifikasi masalah. Musyawarah juga merupakan bentuk sarana untuk
meningkatkan rasa partisipasi dan rasa memiliki atas keputusan dan rencana
pembangunan. Musyawarah dapat merupakan cara analisis kebutuhan dan tidak
sekedar keinginan yang bersifat superfisial demi pemenuhan kebutuhan sesaat.
Oleh karena itu pemilihan orang-orang yang mewakili sebagai peserta musyawarah
untuk suatu keperluan seperti merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah
benar-benar yang mampu menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.
Langkah lain dalam proses partisipasi
masyarakat itu adalah pembentukan kelompok. Melalui kelompok akan dibina
solidaritas kerjasama, musyawarah, rasa aman dan percaya kepada diri sendiri {
Karsidi : 2001 }. Salah satu cara yang efektif untuk membentuk kelompok adalah
melalui pendekatan kepentingan yang sama secara primordial. Dalam kelompok
primordial itu, para anggota kelompok akan memperoleh referensi yang sama,
Dengan bertolakbelakang dari kelompok primordial, maka para anggota akan
merasakan adanya hal-hal baru jika mereka bersedia membandingkannya dengan
situasi lama. Ini akan menimbulkan keasyikan dan motivasi sendiri. Melalui
kelompok, para anggota akan menyusun program, bekerja secara sistematis serta
bisa merasakan adanya perkemabangan dan kemajuan sebagai hasil kegiatan mereka.
Pada dasarnya, partisipasi masyarakat telah
terjadi di sekolah dalam praktik penyelenggaraan musyawarah maupun pembentukan
institusi lokal. 2 jenis kebijakan pemerintah tentang MBS disekolah-sekolah
tingkat dasar dan menengah serta Majelis Wali Amanah di perguruan tinggi BHMN
adalah contoh dari bentuk perwujudan mekanisme dan struktur kelembagaan untuk
menyalurkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.
Cara untuk penyaluran partisipasi dapat
diciptakan dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing
wilayah atau tempat komunitas masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada.
Kondisi ini menuntut kesiapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan
untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan
partisipasi masyarakat. Sebaliknya dari pihak masyarakat juga harus belajar
untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam
pengembangan pendidikan.
Sebagai contoh adalah tanggungjawab dunia
usaha/ industri. Mereka tidak bisa tinggal diam menunggu dari suatu lembaga
pendidikan/ sekolah sampai dapat meluluskan alumninya, lalu menggunakannya jika
menghasilkan output yang baik dan mengkritiknya jika terdapat output yang tidak
baik. Partisipasi dunia usaha/ industri terhadap lembaga pendidikan harus ikut
bertanggungjawab untuk menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan
harapan bersama. Demukian juga kelompok masyarakat lain, termasuk orangtua
siswa. Dengan cara demikian, maka mutu pendidikan dalam suatu lembaga
pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara lembaga pendidikan dan
komponen-komponen lainnya dimasyarakat.
Bagaimana dengan tanggungjawab Negara
terhadap pengembangan pendidikan ? Uraian diatas bukan bermaksud untuk
mengurangi tanggungjawab pemerintah sebagai penyelenggara Negara dalam bidang
pendidikan. Sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas 2003 bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah juga berhak mengarahkan, membimbing, membantu dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan serta berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa
diskriminasi. Pemerintah dan pemerinmtahan daerah juga wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setaip warga Negara dari
usia 7-15 tahun. Lebih dari itu, sebenarnya peluang bagi orang tua / warga dan
kelompok masyarakat masih sangatlah luas.
Untuk itu , maka dalam kondisi kualitas
layanan dan output pendidikan sedang banyak dipertanyakan mutu dan
relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan peluang yang luas bagi
partisipasi masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suryadi
Prawirosentono { 2002 : 12 } bahwa ada 6 hal yang bisa mempengaruhi produk
dan salah satunya adalah SDM. SDM kita ibaratkan sebagai kelompok masyarakat,
yang mana bisa membawa pengaruh pendidikan yang ada dalam sebuah Negara. Lebih
dari itu, pemerintah perlu menyusun mekanisme sehingga orang tua dan
kelompok-kelompok masyarakat dapat berpartisipasi secara optimal dalam
pengembangan pendidikan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Keikutsertaaan kelompk-kelompok/ warga
masyarakat dalam hal yang berhubungan dengan pengembangan pendidikan
Pengembangan pendidikan sebenarnya sudah
dimulai sejak ia lahir yakni keluarga karena keluarga adalah lembaga pendidikan
yang pertama dan utama. Dan akhirnya muncul lembaga- lembaga pendidikan atau
orang menyebutnya dengan sekolah hingga sekarang.
Dengan Musyawarah atau pembentukan kelompok .
Namun kita juga bisa mengunakan cara-cara lain sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada dalam lembaga-lembaga pendidikan yang ada dalam
wilayah-wilayah tertentu.
B. Saran
Sebagai kelompok masyarakat yang baik kita
juga perlu mengetahui laju perkembangan pendidikan yang ada di Negara kita
Mempunyai kemauan dan tekad untuk memajukan
Negara dengan pendidikan
Berusaha mempunyai kemampuan untuk mewujudkan
memajukan pendidikan bersama
Selalu optimis untuk menjadikan pendidikan di
negara kita menjadi yang terbaik
Selalu bekerjasama/gotong royontg membangun
pendidikan di negara kita.
DAFTAR PUSTAKA
Hery Noer Aly dan Munzier Suparta,
2003. Pendidikan Islam Kini Dan Mendatang. Jakarta: CV.
Triasco.
____________, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1989: Balai Pustaka.
Prawirosentono, Suryadi, 2002. Filosofi
Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suwarno, 1992 . Pengantar Umum
Pendidikan. Surabaya.: IKIP.
____________, Undang-Undang Sisdiknas
Republik Indonesia. 2003.
No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : CV
Triasco.