PENDAHULUAN
Sebagai hamba Allah yang beriman, sudah
selayaknya kita mengerti dan melaksanakan apa yang Allah kehendaki, sekaligus
menjauhi apa yang tidak diridhoi Allah. Untuk mengetahui dan melaksanakan
kehendak Allah kita harus mengetahui hukum Islam yang telah ada. Namun, hukum
Islam menghadapi tantangan lebih serius, terutama pada abad kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Untuk menjawab berbagai permasalahan baru yang
berhubungan dengan hukum Islam, para ahli yang sudah tidak bisa lagi sepenuhnya
mengandalkan ilmu tentang fiqih, hasil ijtihad di masa lampau. Alasannya,
karena ternyata warisan fiqih yang terdapat dalam buku-buku klasik, bukan saja
terbatas kemampuannya dalam menjangkau masalah-masalah baru yang belum ada
sebelumnya. Oleh karena itu, umat Islam perlu mengadakan penyegaran kembali
terhadap warisan fiqih.
Dalam konteks ini, ijtihad menjadi sebuah
kemestian dan metode ijtihad mutlak harus dikuasai oleh mereka yang akan
melakukannya. Metode ijtihad itulah yang dikenal dengan ushul fiqih.
USHUL
FIQIH
A.Definisi Ushul Fiqh
1.Definisi Ushul Fiqh dilihat dari sisi dua kata yang
membentuknya.
Ushul Fiqh berasal dari bahasa Arab Ushul
Al-Fiqh yang terdiri dari 2 kata, yaitu al-Ushul al-Fiqh.
a.Al-Ushul
Al-Ushul adalah
jamak dari kata al-ashl, menurut bahasa berarti
ما يبنى عليه
غير هlandasan tempat membangun sesuatu. Menurut istilah, seperti
dikemukakan wahbah az-Zahuli, kata al-ashl mengandung beberapa pengertian.
1)Bermakna
dalil, seperti dalam contoh
الا صل فى و جو ب الصلو ة
الكتا ب و السنة
“Dalil
wajib sholat adalah al-qur’an dan sunnah”
2)Bermakna
kaidah umum satu ketentuan yang bersifat umum yang berlaku pada seluruh
cakupan. Seperti contoh :
بني الا سلا م علي خمسة خسة
اصول
“Islam
di bangun di atas lima kaidah umum”.
3)Bermakna
Al-Rajih (yang lebih kuat dari beberapa kemungkinan). Contoh
الا صل في الكلا م الحقيقة
“Pengertian
yang lebih kuat dari suatu perkataan adalah pengertian hakikatnya”.
4)Bermakna asal’,
tempat menganalogikan sesuatu yang merupakan salah satu dari rukun qiyas. Misalnya,
khamar merupakan asal’ (tempat mengkiaskan narkotika).
5)Bermakna
sesuatu yang diyakini bilamana terjadi keraguan dalam satu masalah.
Pengertian kata
Al-Ashl’u yang dimaksud bila dihubungkan dengan makna al-dalil. Dalam
pengertian ini, maka kata ushul al-fiqh berarti dalil-dalil fiqih, seperti
al-qur’an, sunnah Rasulullah, Ijma’, qiyas, dan lain-lain.[1]
b.Al-Fiqh
Kata kedua yang membentuk istilah ushul
al-fiqh adalah kata al-fiqh. Kata al-fiqh menurut bahasa berarti pemahaman.
Fiqh adalah ilmu tentang (himpunan)
hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia ditinjau dari apakah perbuatan
itu diharuskan (wajib), sunah, atau haram untuk dikerjakan.
Menurut istilah, al-fiqh dalam pandangan
az-Zuhaili, terdapat beberapa pendapat tentang definisi fiqh. Abu Hanifah
mendefinisikan sebagai berikut :[2]
معر قة النفس ما لهاو ما
عليها
“Pengetahuan diri
seseorang tentang apa yang menjadi hakikatnya, dan apa yang menjadi
kewajibannya atau dengan kata lain, pengetahuan seseorang tentang apa yang
menguntungkan dan apa yang merugikan.”
Menurut ulama’ kalangan Syafi’iyah
العلم با لا حكام الشر عية
العملية المكتسب من اد لتها التفصيلية
“Pengetahuan tentang hukum
syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari satu persatu
dalilnya.”
Fiqh adalah hukum Islam yang tingkat
kekuatannya hanya sampai Zhan, karena di tarik dari dalil-dalil yang dzannya.
Bahwa hukum fiqh itu adalah zhannya sejalan pula dengan kata “al-muktasab”dalam definisi tersebut yang
berarti “diusahakan” yang mengandung
pengertian adanya campur tangan akal pikiran manusia dalam penarikannya dari
al-qur’an dan sunnah Rasulullah.
Objek kajian ilmu fiqih adalah perbuatan
mukallaf, ditinjau dari segi hukum syara’ yang tetap baginya. Seorang faqih
membahas tentang jual beli mukallaf, sewa-menyewa, pegadaian, perwalian,
shalat, puasa, haji, pembunuhan, qazhaf, pencurian, ikrar dan wakaf yang
dilakukan mukalaf, supaya mengerti tentang hukum syara’ dalam segala perbuatan
itu.
Maka tujuan ilmu fiqih adalah menerapkan
hukum-hukum syariat terhadap perbuatan dan ucapan manusia. Jadi, ilmu fiqih itu
adalah tempat kembali seorang mufti dalam fatwanya dan tempat kembali seorang
mukallaf untuk mengetahui hukum syara’ yang berkenaan dengan ucapan dan
perbuatan yang muncul dari dirinya.[3]
2.Definisi Ushul al-Fiqh sebagai suatu disiplin ilmu.
Ushul al-fiqh adalah ilmu tentang( pemahaman)
kaidah kaidah dan pembahasan yang dapat menghantarkan kepada diperolehnya
hukum-hukumsyara’ mengenai perbutan manusia dari dalil-dalilnya yang rinci.
Ushul fiqih secara
istilah teknik hukum adalah:” ilmu tentang kaidah-kaidah yang membawa kepada
usaha merumuskn hukum syara’ dari dalilnya yang terinci “atau dalam arti
sederhana adalah:” kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan
hukum-hukum dari dalil-dalilnya.”
Umpamanya dalam kitab-kitab fiqih ditemukan
ungkapan, ”mengerjakan sholat itu hukumnya wajib. ”wajibnyanya melakukan sholat
itu disebut “ hukum syara”.
Tidak pernah tersebut dalam Al-Qur’an maupun
hadits bahwa sholat itu hukumnya wajib.yang tersebut dalam Al-Quran hanyalah
perintah mengerjakan sholat yang berbunyi.
ا قيمو الصلا
ة
Artinya”kerjakanlah
sholat”
Ayat
al-Quran yang mengandung perintah mengerjakan sholat itu disebut”dalil
syara”.Untuk merumuskan kewajiban sholat yang disebut “hukum syara” dari
firmanAllah:
ا قيموالصلا ة
Yang disebut dalil syara itu ada aturanya
dalam bentuk kaidah, umpamanya: ”setiap perintah itu menunjukkan wajib”.
Pengetahuan tentang kaidah kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum
dari dalil-dalil syara tersebut, itulah yang disebut ” ilmu ushul fiqh ”.[4]
·Perbedaan Fiqih dan Ushul fiqih
Dari penjelasan
diatas dapat diketahui perbedaan ushul fiqih dan fiqih.Ushul fiqih adalah
pedoman atau aturan - aturan yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang
harus diikuti oleh seorang faqih dalam usahanya menggali dan mengeluarkan hukum
syara dan dalilnya, sedangkan fiqih ialah hukum-hukum syara” yang telah digali
dan dirumuskan dari dalil-dalil menurut aturan yg sudah ditentukan itu.[5]
Berbagai hal yang menjadi pembahasan seperti
yang ditunjukkan oleh definisi tersebut adalah:
a)Tentang
dalil-dalil fiqh secara global
Menurut istilah ushul fiqh, dalil berarti
ما يمكن بصحيح
النظر فيه ا لي مطلو ب خبري
“Sesuatu yang bilamana dipikirkan secara benar akan menyampaikan
seseorang kepada kesimpulan yang di cari”.
b)Tentang
cara mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya.
Ayat al-Quran yang mengandung perintah
mengerjakan sholat itu disebut”dalil syara”.Untuk merumuskan kewajiban sholat
yang disebut “hukum syara” dari firmanAllah:
ا قيموالصلا ة
Artinya”kerjakanlah
sholat”
Yang disebut dalil syara itu ada aturanya
dalam bentuk kaidah, umpamanya: ”setiap perintah itu menunjukkan wajib”.
Pengetahuan tentang kaidah kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum
dari dalil-dalil syara tersebut, itulah yang disebut ” ilmu ushul fiqh ”.
d)Tentang
cara mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya.
Metode istinbat
dibahas secara keseluruhan, membahas istinbat bilamana dalam pandangan mujtahid
terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lain.
e)Tentang
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melakukan ijtihad,
tentang ijtihad itu sendiri dan hal-hal yang menjadi lapangannya.
·Objek Kajian Ushul Fiqh
Dari definisi Ushul Fiqh menurut Abdullah bin
Al-Baidlawi, dapat dipaparkan tiga masalah pokok yang akan dibahas dalam ushul
fiqh, yaitu tentang sumber dan dalil hukum, tentang metode istinbat dan tentang
ijtihad. Berpegang pada pendapat Al-Ghazali, objek pembahasan ushul fiqh ada 4
bagian:
1.Pembahasan
tentang hukum syara’ dan yang berhubungan dengannya, seperti hakim, mahkumfih,
dan mahkum alaih.
2.Pembahasan
tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum.
3.Pembahasan
tentang cara mengistinbatkan hukum dari sumber-sumber dalil itu.
4.Pembahasan
tentang ijtihad.
Meskipun yang
menjadi objek bahasan ushul fiqh ada 4, namun wahbah az-Zuhaili menjelaskan
bahwa yang menjadi inti objek kajian ushul Fiqh adalah tentang dua hal yaitu
dalil-dalil secara global dan tentang al-ahkam (hukum-hukum syara’) yang
menjadi objek bahasan ushul fiqh adalah sifat-sifat esensial dari berbagai
macam dalil dalam kaitannya dengan penetapan sebuah hukum dan sebaliknya segi
sebagaimana tetapnya suatu hukum dengan dalil.
B.Ruang Lingkup Ushul Fiqh
Berdasarkan kepada
beberapa definisi di atas, terutama definisi yang dikemukakan oleh al-Baidhawi
dalam kitab Nihayah al-Sul, yang menjadi ruang lingkup kajian (maudhu’). Ushul
fiqh, secara global adalah sebagai berikut :[7]
1.Sumber dan dalil
hukum dengan berbagai permasalahannya.
2.Bagaimana
memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
3.Metode atau cara
penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
4.Syarat – syarat
orang yang berwenang melakukan istinbat ( mujtahid ) dengan berbagai
permasalahannya.
Menurut Al-Ghazali
dalam kitab al-Mustashfa ( tanpa tahun, 1 : 8 ) ruang lingkup kajian Ushul fiqh
ada 4, yaitu :[8]
1.Hukum-hukum
syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah (buah / hasil ) yang dicari oleh
ushul fiqh.
2.Dalil-dalil
hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’, karena semuanya ini adalah
mutsmir (pohon).
3.Sisi penunjukkan
dalil-dalil ( wujuh dalalah al-adillah ), karena ini adalah thariq al-istitsmar
( jalan / proses pembuahan ). Penunjukkan dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah
bil manthuq ( tersurat ), dalalah bil mafhum ( tersirat ), dalalah bil dharurat
( kemadharatan ), dan dalalah bil ma’na al-ma’qul ( makna rasional ).
4.Mustamtsir (yang
membuahkan) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum berdasarkan dugaan kuatnya
(zhan). Lawan mujtahid adalah muqallid yang wajib mengikuti mujtahid, sehingga
harus menyebutkan syarat-syarat muqallid dan mujtahid serta sifat-sifat
keduanya.
C.Tujuan dan Urgensi Ushul Fiqih
Para ulama ushul fiqih sepakat bahwa ushul
fiqih merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan hukum-hukum Allah
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, baik yang berkaitan
dengan masalah aqidah, ibadah, muamalah, uqubah (hukuman) maupun akhlak. Dengan
kata lain, ushul fiqih bukanlah sebagai tujuan melainkan hanya sebagai metode,
sarana atau alat. (Syafe’i, 1999 : 24).[9]
Tujuan ilmu ushul fiqih adalah menerapkan
kaidah-kaidah nya dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk
menghasilkan hukum syara’ yang ditunjukki dalil itu.
Jadi berdasarkan
kaidah kaidahnya dan bahasan-bahasanya,maka nash-nash syara’ dapat dipahami dan
hukum yang menjadi dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat
menghilangkan kesamaran lafal, yang samar dapat diketahui.
Bahkan tujuan
utama dari ushul fiqih adalah untuk mencapai dan mewujudkan sesuatu yang
dimaksud syara’. Ada ulama Yng berkata: ”Barang siapa yang memelihara ushul,
tentulah dia akan sampai kepada maksud. Dan barang siapa memelihara Qawaid,
tentulah dia akan mencapai maksud.[10]
Menurut Khudhari
Bek (1994:15) dalam kitab ushul fiqihnya merinci tujuan ushul fiqih sebagai
berikut :
1.Mengemukakan
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar mampu menggali
hukum syara’ secara tepat.
2.Sebagai acuan
dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui bermetode yang
dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat memecahkan berbagai persoalan
baru yang muncul.
3.Memelihara agama
dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum. Ushul fiqih menjadi
tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4.Mengetahui keunggulan
dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka gunakan.
5.Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih
(penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan
pendapatnya.[11]
Studi ushul fiqih
baru terasa penting bilamana dihadapkan kepada masalah-masalah baru yang
hukumnya tidak terdapat dalam perbendaharaan fiqih lama. Disamping itu, dengan
maraknya para peminat hukum islam melakukan perbandingan madzhab bahkan untuk
mengetahui mana yang lebih kuat, serta adanya upaya untuk memperbaharui hukum
islam, akan semakin terasa betapa pentingnya melakukan studi ushul fiqih.[12]
Dibawah ini akan
dikemukakan beberapa manfaat penting studi ushul fiqih.
Beberapa manfaat mempelajari ushul fiqih,
yaitu :
1.Dengan
mempelajari ushul fiqih akan memungkinkan untuk mengetahui dasar-dasar para
mujtahid masa silam dalam membentuk pendapat fiqihnya.
2.Dengan studi
ushul fiqih seorang akan memperoleh kemampuan untuk memahami ayat-ayat hukum
dalam Al-qur’an dan hadits-hadits hukum dalam sunah Rasulullah, kemudian
mengistinbatkan hukum dari dua sumber tersebut.
3.Dengan mendalami
ushul fiqih seseorang akan mampu secara benar dan lebih baik melakukan
muqaramat al mazahib al-fiqhiyah.
D.MATERI TAMBAHAN
Perbedaan antara hukum fiqih dengan hukum
syariat:
a.Hukum fiqih merupakan hukum yang ditetapkan
dengsn ijma para ulama’ melalui ijtihad sedangkan hukum syariat yaitu hukum
yang sudah ditentukan oleh Allah dalam Alquran tanpa adanya ijma para ulama.
Misalnya: Didalam Al-quran telah dijelaskan rukun-rukun wudhu, salah satunya
membasuh tangan hal ini merupakan hukum syariat, sedangkan batas membasuh
tangan hingga mana maka hal ini merupakan kajian fiqih yang ditentukan oleh
para imam.
Kalau kita berbicara syariat yang dimaksud
adalah wahyu Allah dan Sunah Nabi Muhammad. Fikih terdapat dalam kitab-kitab
fiqih, fiqih : pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syariat dan hasil
pemahaman itu.
b.Syariat besifat fundamental dan mempunyai
ruang lingkup yang lebih luas karena kedalamnya, oleh banyak ahli, dimasukkan
juga akidah dan akhlaq. Fiqih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas
pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya disebut perbuatan
hukum.
c.Syariat adalah ketetapan Allah dan ketetapan
Rosul-Nya,karena itu berlaku abadi. Fiqih adalah karya manusia yang tidak
berlaku abadi, dapat berubah dai masa ke masa.
d.Syariat hanya satu,sedang fiqih mungkin
lebih dari satu seperti(misalnya)terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut
dengan istilah mazahib atau mazhab-mazhab itu.
Syariat : semua
ketetapan hukum yang ditentukan langsung oleh Allah yang terdapat dalam alquran
dan penjelasan Nabi Muhammad dalam kedudukan beliausebagai Rosulloh yang dapat
kita baca pada kitab-kitab hadits
Fiqih :
ketentuan-ketentuan hukum yang dihasilkan oleh ijtihad para ahli hukum islam.
PENUTUP
Simpulan
Ushul fiqih mempunyai pengertian al-ushul
berarti dalil-dalil fiqih, seperti Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, Ijma’, Qiyas,
dan lain-lain. Al-Fiqih berarti pemahaman yang mendalam yang membutuhkan
pengarahan potensi akal.
Objek Kajian Ushul Fiqih menurut Al-Ghazali
membahas tentang hukum syara’, tentang sumber-sumber dalil hukum, tentang cara
mengistinbatkan hukum dan sumber-sumber dalil itu serta pembahasan tentang
ijtihad.
Ruang lingkup ushul fiqih secara global adalah
sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya, bagaimana memanfaatkan
sumber dan dalil hukum tersebut dan lain-lain.
Sejarah perkembangan ushul fiqih terlihat pada
masa ushul fiqih sebelum dibukukan dan ushul fiqih sesudah dibukukan dan ushul
fiqih pasca Syafi’i.
Tujuan dan urgensi ushul fiqih adalah
mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang mujtahid, agar
mampu menggali hukum syara’ secara tepat dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
· Haroen, H. Nasrun Haroen. 1997. Ushul Fiqih.
Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu.
·Munir Amin, Samsul dan Jumantoro Totok. 2005.
Kamus Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta : Amzah.
·M.Zaeni, Effendi, H.Satria. 2005. Ushul
Fiqih. Jakarta : Prenada Media.
·Rohayana, Ade Dedi. 2006. Ilmu Ushul Fiqih.
Pekalongan : STAIN Press.
·Syarifuddin, Amir. 1997. Ushul Fiqih. jakarta
: Logos Wacana Ilmu.
[1]Satria Effendi &
M.Zaeni,Ushul fiqih(Jakarta:prenada media,2005)hal.2
[2] Ibid,hal.3
[3] Totok Jumantoro dan samsul munir amin,kamus ilmu
ushul fiqih,(Jakarta:Amzah,2005) hal.67
[4] Amir syarifudin,Ushul
fiqih jilid 1(Jakarta:logos wacana ilmu,1997),h.35-36.
[5] Amir syarifudin,loc.cit.
[6] Amir syarifudin,loc.cit.
[7] Ade Dedi rohayana,ilmu Ushul fiqih(pekalongan:STAIN
Press,20060hal.10
[8]Ibid,hal.11
[9] Ibid,hal.14
[10] Totok Jumanto dan Samsul Munir Amin, op.cit.,hlm
344-345
[11] H. Nasrun Haroen, M.A, Ushul Fiqih I (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.
5-6.
[12] Satria Effendi dan M.Zaeni,op.cit.,hal.14